TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Pimpinan Proyek Light Rail Transit (LRT) PT Waskita Karya (Wika) Mashudi Jauhari optimis, pengerjaan yang mereka lakukan hingga pertengahan 2017 akan rampung untuk tahap bawah.
"Disitu ada 5 zone, akhir 2017 sudah rapi, untuk pengerjaan dibawah kita optimis pertengahan tahun 2017 selesai, dan tidak menjadi macet kembali," kata Mashudi usai mengikuti seminar Pembangunan LRT; Mitigasi Jalan dan Lalu Lintas Kota Palembang, di Grand Atyasa Convention Center, Selasa (13/12/2016).
Menurut Mashudi, pihaknya telah bekerja sama dengan Keselamatan Jembatan Bentang Panjang Kementerian PU, khusus untuk pengerjaan konstruksi jembatan LRT di Sungai Musi.
“Sekitar pertengahan bulan ini kita melakukan pengerjaan pengeboran di Sungai Musi, dampak sudah dipikirkan dan sudah bekerja sama secara teknis dan pelaksanaan dengan Keselamatan Jembatan Bentang Panjang Kementerian PU, nanti akan direkomendasikan disana, kita juga akan memasang sensor-sensor di jembatan yang lama agar tidak terjadi pergerakan dan sebagainya,” terangnya.
Mashudi menuturkan, untuk pekerjaan konstruksi yang berada di Sungai Musi, pihaknya mengestimasikan pada pertengahan bulan ini.
Karena pihaknya menunggu ponton yang baru dan pekerjaan ini tidak bisa menggunakan ponton standar.
“Jadi kita bikin ponton sendiri dan memakai ceking tidak pakai jangkar. Karena nanti akan mengganggu lalu lintas di sana, makanya kita pakai ceking dan ponton itu sekarang proses berlayar ke sini,” tuturnya.
Mengenai metode pengeboran dan pemancangan, Mashudi menjelaskan, bahwa semua sudah diperhitungkan. Karena pihaknya mengharapkan pengerjaan konstruksi LRT di Sungai Musi ini sesuai dengan jadwal, yakni pada Oktober 2017 sudah selesai.
Selain konstruksi tiang pancang di Sungai Musi, pihaknya juga akan mulai merapikan taman yang berada di bawah jalur LRT pada 2017 mendatang.
Untuk Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), Mushadi melanjutkan, pembangunan JPO sudah termasuk dalam pembangunan stasiun LRT.
"Untuk JPO nanti langsung tergabung dengan stasiun, totalnya ada 13 stasiun nanti," sambungnya, seraya menambahkan sekarang progres pembangunan LRT terakhir bulan ini sekitar 25 persen dan tahun depan ditargetkan sekitar 87 persen.
Saat ditanya tentang anggaran, yang selama ini ada yang menyatakan Rp3 triliun dan Rp7 triliun, Mashudi menegaskan, kalau PT Waskita mengajukan anggaran pembangunan LRT di Palembang ini sebesar Rp12,5 triliun termasuk PPN, juga termasuk indirect cost.
“Soal pembangunan murni fisiknya, per kilometer sekitar Rp 410 miliar,” tandasnya.
Sementara Pakar transportasi Unsri, Prof Erika Buchori menyesalkan kemacetan yang super parah dampak proyek LRT (Light Rail Transport) akibat tidak maksimalnya simulasi.
"Panjang kemacetan dipantau. Kalau sudah disimulasikan, masih macet mau kita belokkan kemana," ungkap Erika.
Erika mengapresiasi dengan Waskita Karya, yang dinilainya satu-satunya kontraktor yang berani melakukan desain, planing, jalan.
"Ketemu pagar, geser. Karena planingnya tidak normal. Dipacu dengan waktu. Risikonya Sumsel harus hati-hati capital costnya tinggi. Bayangkan ibu-ibu bangun rumah sendiri, sedikit-sedikit ganti. Berapa ya mahasiswa harus cost biaya. untuk mengembalikan capital cost," ucapnya.
Ia juga mengaku wajar jika LRT di Palembang ini tak jarang disebut proyek sumpah serapah. Proyek nekat. Orang gila, crazy.
"Kita ambil positifnya. Bagaimana mengawalnya. Kebutuhan informasi traveler. Misal saya berangkat dari rumah. Berubahkah rute hari ini harus diinformasikan. Siapa yang menginformasikannya. Apakah Dishub atau Waskita Karya," ujarnya.
Lalu rute kalau ada perubahan rute, belokan harus diinformasikan apakah ke tv lokal, radio. Biar tidak terkunci.
"Tidak akan semacet itu kalau kita kelola bersama. Sifat dinamis. Kalau di Jakarta ada radio Elshinta. Mereka perlu update dari proyek. Bapak perlu memperkerjakan orang untuk menginformasikan realtime. Jadwal transit, besok akan dikerjakan apa. Ada insiden apa perlu direport. Ketersedian parkir," jelasnya