Berkaca pada diri sendiri, Marzuki menuturkan, dirinya bisa menjadi atlet sepak bola lewat seleksi Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (POPSI) 1983. Sejak itu dia menjadi siswa atlet di Sekolah Ragunan selama SMP dan SMA.
Setelah latihan terus-menerus di Ragunan, dia menjadi tim yunior sepak bola yang hanya bertanding menghadapi kesebelasan luar negeri.
”Selama jadi atlet, saya tidak boleh main di Pekan Olahraga Nasional, tetapi hanya dibatasi bermain di luar negeri, seperti di Second Asian Youth U-16 Championship 1986 di Qatar,” tuturnya.
Marzuki hanya berharap agar manajemen sepak bola di Indonesia diperbaiki. Demikian pula nasib para atlet, juga turut diperhatikan. Jangan sampai ada atlet yang telantar karena para atlet telah berjuang keras membela nama negara di luar negeri.
Inilah potret kehidupan atlet yang kurang diperhatikan oleh negara.