TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Dua tahun sudah Marzuki (46) berusaha agar bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Prestasinya sebagai atlet sepak bola juga tak dapat dijadikan modal menjadi PNS.
Mantan atlet sepak bola berprestasi ini sudah hampir 10 tahun menekuni karier sebagai guru olahraga di SD Negeri 3 Ciracas, Jakarta Timur. Selama itu dia hanya menjadi guru honorer dengan honor Rp 1 juta per bulan. Tambahan penghasilan hanya diperoleh dari kegiatannya sebagai pelatih di Sekolah Sepak Bola Gala Prima, Senayan, dengan honor Rp 800.000 per bulan.
Dengan honornya itu, mantan pemain serang (striker) di klub Barito Putra dan Bandung Raya ini membiayai kebutuhan hidup keluarganya. Sang istri yang juga mantan atlet lempar lembing, Diah Rinatih (50), juga ikut membantu memenuhi kebutuhan keluarga lewat usaha katering kecil-kecilan dengan penghasilan rata-rata Rp 1 juta per bulan. Akan tetapi, usaha suami-istri ini hanya terbilang ”pas-pasan” untuk ukuran nafkah di Jakarta.
”Yang kami khawatirkan adalah masa depan anak-anak. Dengan status suami hanya guru honorer, kami tak akan punya cukup modal untuk membiayai anak kami ke jenjang pendidikan tinggi,” tutur Diah.
Dua dari lima anak pasangan suami istri ini sudah duduk di bangku kuliah. Namun, karena keterbatasan ekonomi keluarga, kedua anaknya membiayai kuliahnya sendiri dari bekerja paruh waktu.
”Anak pertama kami kuliah di Bali dan yang kedua kuliah di Jakarta. Keduanya kerja paruh waktu untuk membiayai kuliah mereka masing-masing,” kata Diah.
Kebutuhan memenuhi pendidikan anak-anaknya ini yang mendorong Diah berusaha mengurus peningkatan status suaminya dari guru honorer menjadi PNS. Sebab, masih ada tiga anaknya yang membutuhkan pendidikan lebih lanjut.
”Dua anak kami masih duduk di sekolah menengah kejuruan dan menengah pertama serta satu anak kami masih balita usia 4 tahun,” ujarnya.
Terhitung sejak 2013, kata Diah, dirinya mulai berusaha mengurus peningkatan pangkat suaminya menjadi PNS ke Badan Kepegawaian Daerah DKI.
Namun, sang suami tetap tak lolos seleksi jadi PNS karena dianggap belum bekerja sebagai guru honorer per 3 Januari 2005. Batas waktu yang ditetapkan BKD DKI itu hanya selisih bulan dengan masa pertama kerja Marzuki sebagai guru honorer pada pertengahan 2005.
Usaha kedua kali dilakoni Diah belum lama ini, tetapi dirinya tetap tak dapat memperoleh cara agar suaminya segera diangkat sebagai PNS.
”Suami saya tetap diminta untuk mengikuti tes PNS. Padahal, sudah sejak 2005 hingga 2014 sekarang ini suami saya mengabdi sebagai guru olahraga di SD Negeri 3 Ciracas,” tuturnya.
Marzuki mengungkapkan, sesungguhnya dia tulus menjadi guru olahraga di SD. Sebab, di dunia sepak bola Indonesia pun, dia tak menemukan keadilan.
Marzuki mengatakan, dia pernah diminta Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk menyeleksi calon atlet yang dikirim keluar negeri dengan menilai gaya tendangannya. Kontan, kata Marzuki, dia menolak tawaran itu.
”Tidak mungkin atlet hanya diseleksi dari caranya menendang bola. Atlet itu diseleksi setelah diadu dalam beberapa kompetisi. Setelah menang dalam beberapa kompetisi, barulah sang atlet bisa dianggap layak masuk tim,” ujarnya.