WBTb Indonesia: Denyut Eksistensi Pelestarian Warisan Budaya Sumatra Selatan

Deretan karya ini mencerminkan denyut kehidupan budaya masyarakat Sumatra Selatan dari tepian Sungai Musi hingga Lembah Bukit Barisan

Editor: Sri Hidayatun
Dokumentasi BPK Wilayah VI
Tari Burung Putih dari Kabupaten Musi Banyuasin. Tari ini merupakan 1 dari 17 warisan budaya asal Sumatra Selatan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia tahun 2025. (Sumber: Dokumentasi BPK Wilayah VI) 

Dan tentu saja, Bekasem — hasil olahan fermentasi ikan yang dikenal di seluruh Sumatra Selatan—, menjadi simbol kuliner tradisional yang merekatkan seluruh kabupaten/kota.

Ia bukan sekadar makanan, melainkan penanda identitas, ketekunan, dan kearifan masyarakat dalam mengolah hasil alam.

Makna Penetapan: Awal dari Perjalanan Panjang

Penetapan 17 karya budaya ini menjadi penanda penting dalam upaya pelestarian budaya Sumatra Selatan.

Namun, pengakuan tersebut bukanlah garis akhir, melainkan langkah awal dari perjalanan panjang menjaga keberlanjutan warisan.

Sertifikat dan daftar resmi hanyalah simbol; yang lebih penting adalah memastikan tradisi itu terus hidup dalam perilaku, perayaan, dan kebiasaan masyarakat.

Setiap karya budaya membawa tanggung jawab baru untuk didokumentasikan, diajarkan kepada generasi muda, dan dikembangkan agar tetap relevan di tengah perubahan zaman.

Kesadaran inilah yang menjadi tantangan utama.

Pelestarian tidak berhenti pada seremoni penetapan, melainkan berlanjut dalam tindakan kecil sehari-hari seperti cara orang menari, bertutur, menenun, dan memasak dengan cara yang diwariskan leluhur.

Bagi Sumatra Selatan, pengakuan karya budayanya sebagai WBTbI membuka ruang yang lebih luas.

Ia bukan hanya menegaskan posisi provinsi ini sebagai penjaga peradaban lama, tetapi juga sebagai pelaku aktif dalam diplomasi kebudayaan nasional.

Penetapan ini memperkuat arah pengembangan ekonomi kreatif, pariwisata berbasis budaya, serta pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.

Menjaga Api Tradisi di Tengah Zaman

Ketika modernitas melaju cepat dan batas budaya semakin kabur, upaya pelestarian menuntut cara baru.

Tradisi tidak boleh dibiarkan membeku menjadi sekadar artefak. Ia harus terus bernapas, beradaptasi, dan menemukan bentuk baru tanpa kehilangan jiwanya.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved