Keluarga Tewas di Kediri

Perjalanan Kasus Yusa Pembunuh 1 Keluarga Guru di Kediri Karena Utang, Kini Divonis Hukuman Mati

Yusa Cahyo Utomo pembunuh sekeluarga guru dijatuhkan vonis hukuman mati oleh hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu(13/8/2025), ajukan banding

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM)
DIVONIS MATI - Yusa Cahyo Utomo (rompi oranye), terdakwa pembunuhan pasangan guru yang juga kakak kandungnya, bersama penasehat hukumnya, Rofian, saat menunggu jadwal sidang di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025). Yusa Cahyo Utomo pembunuh sekeluarga guru dijatuhkan vonis hukuman mati oleh hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu(13/8/2025), ajukan banding 

TRIBUNSUMSEL.COM - Kasus Yusa Cahyo Utomo (35), terdakwa pembunuhan pasangan guru di Kabupaten Kediri, Jawa Timur kian memasuki babak akhir.

Yusa Cahyo Utomo dijatuhkan vonis hukuman mati oleh hakim di ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). 
  
Untuk diketahui, satu keluarga guru terdiri dari  Kristina bersama suaminya, Agus Komarudin dan juga anak pertamanya, Agusta Wiratmaja Putra (12) tewas dibunuh Yusa pada Rabu (4/12/2024).

Baca juga: Divonis Mati, Yusa Pembunuh Pasangan Guru di Kediri akan Sumbangkan Organ Tubuh ke yang Membutuhkan

Yusa sendiri merupakan adik kandung dari korban Kristina.

Motif pembunuhan ini bermula dari rasa tersinggung pelaku setelah tidak diberi pinjaman uang oleh korban.

Yusa Cahyo Utomo, tersangka pembunuh satu keluarga guru di Kediri.
Yusa Cahyo Utomo, tersangka pembunuh satu keluarga guru di Kediri. (kolase surya/isya anshori)

Perjalanan Kasus

Sakit Hati Tidak Dipinjami Utang

Kasus pembunuhan yang menggegerkan ini melibatkan Yusa Cahyo Utomo (35) sebagai tersangka.

Yusa diduga tega menghabisi nyawa kakak kandungnya, Kristina, bersama suaminya, Agus Komarudin, serta anak mereka, AWP (12). 

Tragedi ini terjadi di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Rabu (4/12/2024) malam, dan baru terungkap dua hari setelahnya.

Komarudin dan Kristina berprofesi sebagai guru sekolah dasar. 

Sementara itu, anak bungsu korban yang bernama SPY (11) mengalami luka di kepala tetapi berhasil selamat. 

Motifnya, sakit hati dan keinginan menguasai harta korban.
 
Pembunuhan bermula pada Minggu (1/12/2024) saat pelaku mengunjungi korban.

Di kesempatan tersebut, pelaku meminjam uang dan ditolak.

Baca juga: Iba Lihat Keponakannya, Yusa Biarkan sang Anak Bungsu Masih Hidup Setelah Bunuh 3 Anggota Keluarga

Kanit Pidum Satreskrim Polres Kediri, Iptu Endra Maret Setiyawan, menjelaskan Yusa memiliki utang sebesar Rp 12 juta di sebuah koperasi di Kabupaten Lamongan.

Selain itu, Yusa juga memiliki utang sebesar Rp 2 juta kepada kakaknya yang belum dilunasi.

Endra menambahkan, Yusa diketahui tidak memiliki aset atau pekerjaan tetap. Untuk itu ia merasa terdesak dengan beban utang yang terus menumpuk. 

1 Keponakan Tak Dibunuh Karena Kasihan

Yusa ternyata sengaja membiarkan salah satu korban, SPY, tetap hidup.  
 
Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Fauzy Pratama, Yusa mengaku merasa kasihan kepada SPY, yang merupakan anak bungsu korban Kristina dan Agus Komarudin

"Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya, dia merasa kasihan pada yang paling kecil," ujar AKP Fauzy dalam keterangannya, dilansir dari Tribunnews.com, Jumat (6/12/2024) kemarin. 

Dalam kronologinya, AKP Fauzy menuturkan setelah menghabisi Kristina dan Agus di dapur, Yusa mendapati kedua anak korban, AWP dan SPY yang terbangun karena mendengar keributan di bagian belakang rumah. 

Baca juga: Nasib Yusa yang Bunuh Satu Keluarga di Kediri, Tersinggung Tak Diberi Pinjam Uang Kakak Kandung

AWP berlari ke ruang tengah, diikuti oleh SPY. Yusa mengejar dan memukul AWP di bagian kepala sebanyak dua kali hingga tak bergerak lagi. 

"Setelah itu, tersangka kemudian memukul SPY satu kali di kepala," imbuhnya. 

Meski SPY terluka parah dengan kondisi bercucuran darah, ia masih bisa bergerak dan merangkak ke arah tempat tidur.

Menurut pengakuan Yusa, ia memilih untuk tidak memukul SPY lagi. Sementara, AWP tidak bergerak setelah dipukul oleh Yusa. 
 
Proses Penangkapan

Yusak ditangkap di Lamongan, Jawa Timur tak sampai 24 jam, pada Jumat (6/12/2024).

Polisi mengungkap Yusa merupakan residivis kasus pencurian dan penjambretan.

Saat ini, Polres Kediri masih melakukan penyidikan dan melengkapi berkas kasus untuk diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk proses lebih lanjut.

Atas perbuatannya, Yusa dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.
 
Rekonstruksi Kasus: Pelaku Bunuh Korban Pakai Palu

Yusa Cahyo Utomo (35) tersangka pembunuhan satu keluarga di Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Jatim), menjalani rekonstruksi di Lapangan Indoor Mapolres Kediri, Rabu (22/1/2025). 

Dalam proses ini, tersangka yang merupakan warga Desa Bangsongan, Kecamatan Kayen Kidul, memperagakan 49 adegan yang menggambarkan secara detail tindak kejahatan yang dilakukannya.  

"Dari rekonstruksi ini, muncul fakta baru yang sebelumnya belum terungkap. 

Awalnya, tersangka mengaku melakukan 39 adegan, namun setelah diperagakan, jumlahnya bertambah 10 adegan, sehingga total menjadi 49.

Salah satu fakta baru yang terungkap, adalah cara tersangka menghabisi nyawa para korban.

Ternyata, lanjut Iptu Endra, pelaku memukul kepala korban menggunakan palu tidak hanya sekali, melainkan tiga hingga lima kali. 

Palu tersebut, telah disiapkan sebelumnya dan dibawa dari rumah tersangka.  

Divonis Mati

Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur menjatuhkan hukuman mati kepada Yusa Cahyo Utomo (35), terdakwa pembunuhan pasangan guru yang merupakan kakak kandung terdakwa.  

Vonis tersebut dibacakan langsung oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Dwiyantoro di ruang sidang Cakra PN Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). 

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Yusa Cahyo Utomo bin almarhum Suhartono oleh karena itu dengan pidana mati,” ujar Hakim Dwiyantoro diikuti dengan ketok palu dalam persidangan tersebut, dilansir dari Kompas.com.

Selain itu, majelis hakim memerintahkan terdakwa tetap berada di tahanan serta membebankannya biaya perkara sebesar Rp 5.000.

Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan yang diajukan oleh pihak jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri, yakni Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. 

Pada persidangan tersebut, hal-hal yang menjadi pertimbangan majelis hakim yakni karena perbuatan terdakwa dinilai cukup sadis.

Selain itu, dari segi jumlah korban, dan korban merupakan keluarga terdakwa sendiri.

Pada pertimbangannya, majelis hakim menganggap tidak ada satu pun alasan yang bisa dipertimbangkan untuk meringankan hukuman terdakwa.

Donorkan Organ Tubuh

Yusa mengatakan akan menyumbangkan organ tubuhnya bagi yang membutuhkan.

“Saya akan sumbangkan organ saya,” ujar Yusa Cahyo Utomo sembari menuju ruang tahanan usai sidang yang berlangsung di ruang Cakra tersebut.

Yusa bersedia menyumbangkan semua organ tubuhnya, terutama organ yang masih dalam kondisi sehat agar bisa bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Ajukan Banding

Penasihat hukum terdakwa, Rofian, mengatakan, pihaknya langsung menyampaikan banding karena menilai ada sejumlah tahapan penting yang terlewat dalam persidangan.
 
“Pada pembuktian, ada hal-hal yang tidak terungkap dalam persidangan,” ujar Rofian saat ditemui seusai sidang.

Dia mencontohkan ketiadaan kehadiran ahli forensik dalam sidang. Padahal, keterangan ahli forensik dibutuhkan untuk memperkaya sudut pandang bahan pertimbangan.

“Tidak ada ahli forensik yang didatangkan, tidak ada ahli psikologi forensik yang didatangkan. Seharusnya mereka juga dihadirkan,” ujar Rofian.

Pihaknya juga menyoroti poin-poin pertimbangan hakim yang menjadi rujukan pengenaan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pembunuhan berencana.

Pengenaan pasal tersebut menurutnya tidak tepat. Sebab, dari fakta-fakta persidangan, kliennya tidak merencanakan pembunuhan tersebut.

Itu menurutnya tergambar pada alat yang dipakai melakukan aksinya yaitu palu, bukan senjata tajam lainnya.

Palu itu diambil kliennya dari lokasi kejadian, yaitu rumah korban.

Palu itu merupakan bagian dari alat kelengkapan pertukangan milik orangtua korban. Bersama palu itu ada sabit maupun benda tajam lainnya.

“Ada sabit, ada bendo, ada palu. Tapi kenapa yang diambil palu kalau dia berencana membunuh? Makanya kita ajukan banding,” pungkasnya.

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved