Berita Universitas Gadjah Mada
Dosen Filsafat UGM Pengabdian di Palembang: Menumbuhkan Kesadaran Lingkungan Demi Jaga Sungai Musi
Tim pengabdian kepada masyarakat dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar kegiatan bertajuk “Penguatan Kesadaran Li
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Tim pengabdian kepada masyarakat dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar kegiatan bertajuk “Penguatan Kesadaran Lingkungan dalam Mengurangi Pencemaran Sungai Musi akibat Aktivitas Rumah Tangga dan Transportasi Air” di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Kegiatan berlangsung selama dua hari, 19–20 Juni 2025, dengan fokus utama pada pemetaan masalah pencemaran di sepanjang Sungai Musi, salah satu urat nadi kehidupan masyarakat Sumatera Selatan.
Tim ini terdiri dari lima orang, yakni Dr. Hastanti Widy Nugroho (ketua), Dr. Agus Himawan Utomo, Rona Utami, M.A., Taufiqurrahman, M.Phil., dan Rahmad Fitto Aryo, mahasiswa filsafat UGM. Mereka secara langsung berdialog dengan warga yang tinggal di bantaran sungai serta para pekerja transportasi air lokal yang dikenal sebagai “cetek”.
Dr. Hastanti Widy Nugroho, ketua tim, menjelaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah membangun kesadaran kritis masyarakat terhadap pencemaran yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari. “Kami tidak datang membawa solusi instan. Kami datang untuk mendengar, memahami, dan memetakan. Sebab perubahan itu tidak bisa dipaksakan dari luar. Ia harus tumbuh dari kesadaran bersama,” ujar Hastanti.
Sementara itu, Dr. Agus Himawan Utomo menyoroti aspek keterhubungan antara etika lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat sekitar Sungai Musi. “Kami mencoba melihat bagaimana nilai-nilai lokal sebenarnya menyimpan potensi besar dalam merawat lingkungan. Banyak dari warga yang kami temui punya ingatan akan masa ketika sungai bersih dan menjadi pusat kehidupan. Sayangnya, nilai-nilai itu mulai terkikis
oleh modernisasi dan ketidaksadaran kolektif,” jelas Agus.
Rona Utami, M.A., yang mewawancarai para ibu rumah tangga di kawasan 16 Ilir dan 7 Ulu, mencatat bahwa kebiasaan membuang limbah rumah tangga ke sungai masih menjadi masalah utama. “Sebagian warga tidak memiliki alternatif lain selain membuang sampah ke sungai. Tapi di saat yang sama, ada juga kesadaran dan keinginan untuk berubah, asal tersedia fasilitas dan edukasi yang memadai,” kata Rona.
Taufiqurrahman, M.Phil., menambahkan bahwa dimensi filosofis dari kegiatan ini penting untuk membentuk basis etis dan reflektif dalam merespons krisis lingkungan. “Lingkungan bukan hanya soal teknis atau kebijakan, tapi juga soal cara pandang. Jika kita,melihat sungai sebagai ‘ibu kehidupan’, bukan sekadar tempat buang limbah, maka kesadaran ekologis bisa tumbuh secara lebih mendalam dan berakar,” tuturnya.
Sementara itu, Rahmad Fitto Aryo, mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan ini, mengaku mendapat pengalaman berharga. “Saya belajar langsung dari masyarakat. Ketika kita benar-benar turun ke lapangan, kita
sadar bahwa filsafat itu hidup ia hadir ketika kita mulai bertanya, berdialog, dan mendengarkan,” kata Rahmad.
Kegiatan ini juga mendapat sambutan positif dari warga sekitar. Beberapa tokoh masyarakat bahkan mengusulkan agar kegiatan lanjutan dilakukan dalam bentuk lokakarya atau diskusi publik lintas komunitas. Ke depan, tim pengabdian merencanakan tindak lanjut berupa penyusunan modul kesadaran lingkungan berbasis kearifan lokal yang akan disosialisasikan kepada warga, sekolah, dan komunitas transportasi air di sepanjang Sungai Musi.
Dengan pendekatan yang menggabungkan pemetaan sosial, wawasan filosofis, dan partisipasi warga, tim ini berharap dapat menanamkan kesadaran ekologis yang tidak hanya berjangka pendek, tetapi berkelanjutan dan berpijak pada realitas kehidupan masyarakat.