Berita Viral

TAK Terdaftar Dapodik, Yayasan Sekolah Al Kareem School Disegel Janji Bantu Siswa Cari Sekolah Lain

Hal tersebut lantaran Al Kareem Islamic School tidak mendaftarkan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) ke sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang me

Editor: Moch Krisna
Wartakotalive.com
SEKOLAH BODONG DI BEKASI - Tangkapan layar Al Kareem Islamic School, salah satu sekolah swasta di kawasan Bekasi, Jawa Barat mendadak jadi sorotan publik, Rabu (18/6/2025). 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Sekolah swasta Al Kareem Islamic School yang berada di Bekasi resmi disegel pemerintah setempat.

Setelah beragam masalah mencuat salah satunya soal fakta Al Kareem Islamic School ternyata 'Bodong'.

Hal tersebut lantaran Al Kareem Islamic School tidak mendaftarkan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) ke sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang merupakan basis data resmi pendidikan nasional.

Imbas dari tindakan tersebut, membuat para siswa dan orang tuanya dirugikan.

Melansir dari Kompas.com, Kamis (19/6/2025) yayasan Al Kareem Islamic School lewat kuasa hukumnya Mario Wilson Alexander menyebut pihaknya akan bertanggung jawab.

Adapun pihak sekolah akan menjual aset untuk mengganti kerugian yang dialami seluruh wali murid

 "Untuk kerugian yang dirasakan dan dialami oleh orangtua murid itu semua, yayasan akan menjual aset semuanya," kata Mario Wilson Alexander.

SEKOLAH ELITE DISEGEL - Sekolah Al Kareem Islamic School di Kota Bekasi yang disegel Disdik Kota Bekasi.
SEKOLAH ELITE DISEGEL - Sekolah Al Kareem Islamic School di Kota Bekasi yang disegel Disdik Kota Bekasi. ((ACHMAD NASRUDIN YAHYA/KOMPAS.com))

Selain mengganti kerugian wali murid, penjual aset tersebut juga untuk melunasi gaji guru yang sempat menunggak. 

"Semuanya dibayarkan karena ijazahnya yang kemarin ditahan sudah dikembalikan semua, jadi clear ijazah ditahan tidak ada," ujar dia.

Mario juga mengungkapkan, masalah keuangan menjadi penyebab timbulnya dinamika di internal Al Kareem Islamic School. Hanya saja, Mario tak bisa menjelaskan secara rinci persoalan keuangan yang dimaksud. 

"(Penyebabnya) keuangan, karena memang ada sesuatu hal yang bisa diekspos dan ada yang enggak," ungkap Mario.

Sementara itu, mengenai nasib peserta didik yang naik dari jenjang TK ke SD.

Pihak  yayasan juga berjanji akan mencarikan peserta didik sekolah lain.

Mengingat, para peserta didik tersebut sebelumnya tak didaftarkan ke Dapodik.

 "Yayasan akan mengikuti arahan selanjutnya dari dinas pendidikan," imbuh dia

Peserta didik tak terdaftar

Sementara itu, Sekretaris Disdik Kota Bekasi Warsim Suryana membenarkan sekolah tersebut terindikasi bodong karena menggelar KBM tak sesuai prosedur.

"Iya bisa kami nyatakan itu sekolah bodong," kata Warsim.

Warsim menjelaskan bahwa sekolah tersebut dikategorikan bodong karena tak mendaftarkan nomor induk siswa nasional (NISN) ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

 Selain itu, kegiatan pembelajaran yang diterapkan juga tak sesuai dengan kurikulum yang dijanjikan.

"Di mana sekolah tersebut sebelumnya menjanjikan kurikulum berbasis Cambrigde, nyatanya tidak," ungkap dia.

Atas dasar tersebut, pihaknya pun menyegel sekolah agar tidak menerima siswa baru dan menggelar KBM.

Duduk Perkara

Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi menyegel sekolah swasta Al Kareem Islamic School di Jalan Baru Perjuangan, Bekasi Utara, pada Selasa (17/6/2025).

Penyegelan dilakukan karena sekolah terindikasi bodong setelah tak mendaftarkan nomor induk siswa nasional (NISN) ke data pokok pendidikan (Dapodik).

Setelah penyegelan ini, nasib peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya masih menjadi tanda tanya besar. 

Mencuatnya persoalan Al Kareem Islamic School berawal dari keluhan puluhan wali murid terhadap penyelenggaraan pendidikan pada jenjang taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD).

 Salah satu wali murid, Silvia Legina (30) mengatakan, penerapan sistem kegiatan belajar mengajar (KBM) yang sebelumnya dijanjikan berbasis kurikulum Cambrigde, ternyata tak sesuai.

"Jadi Cambridge itu tidak kami dapatkan atau tidak sesuai dengan materinya," kata Silvia, Selasa (17/6/2025). Selain kurikulum, puluhan wali murid juga mengeluhkan penerapan metode pembelajaran yang tak sesuai standar seperti pada mata pelajaran bahasa Inggris dan agama.

Semula, para wali murid dijanjikan anak-anaknya akan mendapatkan pembelajaran bahasa Inggris. Jika sudah menguasai, anak-anak mereka dijanjikan akan mendapat pembelajaran dari para guru menggunakan bahasa Inggris sepenuhnya. Namun dalam praktiknya, para pengajar ternyata hanya menggunakan bahasa Indonesia.

"Lalu dari agamanya pun pelajarannya juga kurang, tidak ada hafalan (surat Al Quran)," ungkap Silvia. Silvia merasa ditipu karena anaknya tak mengalami kemajuan dalam proses KBM.

Terlebih, ia memasukkan anaknya ke sekolah mewah tersebut harus mengeluarkan biaya Rp 23 juta hanya untuk pendaftaran. Besaran biaya pendaftaran tersebut sudah termasuk biaya kegiatan sekolah dan uang bulanan selama tiga bulan awal.

Sementara pada bulan keempat, wali murid harus membayar Rp 2 juta per bulan untuk biaya pendidikan anak-anaknya. 

"Makanya dengan biaya yang menurut saya mahal itu kami kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang kami harapkan," ujar Silvia. Dengan besaran biaya tersebut, total kerugian yang dialami puluhan wali murid ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. 

Guru Kompak Resign

Sejumlah guru pengajar di sekolah swasta tersebut kini kompak berhenti kerja massal.

Seorang guru, Salsabila Syafwani mengatakan rupanya resign yang dilakukan jajaran seprofesinya sudah berlangsung sejak Jumat (13/6/2025).

Hal ini buntut para guru yang mengajar di sekolah tersebut diduga diperlakukan bak Asisten Rumah Tangga (ART).

Bahkan perlakuan sang kepala sekolah yang juga sekaligus kepala yayasan bikin para pengajar mengelus dada.

"Kami mengajar terakhir itu hari Jumat (13/6/2025) masuk, tapi harusnya di minggu ini, tapi karena ada kejadian tersebut (Dugaan sekolah bermasalah) jadinya stop di hari Jumat," kata Salsabila saat diwawancara Senin (16/6/2025).

Salsabila menjelaskan resign massal yang dilakukan tujuh orang guru itu dibuktikan dengan lembaran kertas yang ditandatangani di atas materak oleh seluruh guru dan kepala yayasan sekaligus diduga menjabat kepala sekolah.

Usai resign massal itu dilakukan, pihak guru mengaku sudah tidak berkomunikasi sedikitpun dengan kepala yayasan

"Sejujurnya dari per Juni itu kami sudah lost contact, tepatnya 13 Juni itu lost contact dalam artinya memang tidak mau komunikasi saja," jelasnya. 

Salsabila menuturkan informasi resign massal pihaknya rupanya tidak diberitahu oleh kepala yayasan kepada seluruh orangtua murid.

Bahkan pihak guru tidak lagi bisa atau diperkenankan berkomunikasi oleh kepala yayasan kepada orangtua murid melalui akun email sekolah yang sebelumnya kerap difungsikan untuk wadah komunikasnya.

Mengingat akun email sekolah tersebut sudah diganti password, dan para guru tidak mengetahuinya.

"Kami juga sudah kehilangan akses untuk memberitahukan informasi kepada parents (orangtua murid), jadi kami tidak tahu-menahu lagi untuk memberitahukan hal tertentu kepada parents," tuturnya.

Diperlakukan Seperti ART

Seperti diketahui, alasan para guru melakukan resign massal juga dikarenakan sejumlah faktor.

Diantaranya adalah pemberian tugas oleh kepala yayasan kepada sejumlah guru yang dinilai di luar konteks pekerjaan.  

Seorang guru di sekolah tersebut, Anisa Dwi Zahra menjelaskan dirinya sempat diminta membeli ayam goreng untuk diberikan kepada anak pemilik yayasan.

Pembelian ayam goreng juga diminta pihak yayasan di tempat yang memiliki jarak dinilai Anisa cukup jauh dari lokasi sekolah.

"Saya juga pernah disuruh membeli ayam fried chicken jauh-jauh ke Jatiasih sedangkan fried chicken di sekitar sini (Bekasi Utara) kan juga ada, saya sudah komplain, kenapa harus beli jauh-jauh, terus dari pihak yayasan tidak tahu alesannya apa, akhirnya saya jalan," tutur Anisa, Senin (16/6/2025).

Meskipun Anisa mengaku kerap diberikan uang tambahan, tapi ia tetap menyampaikan keberatan.

"Dapet uang bensin, tapi sangat keberatan karena jauh sih,  jarak dari sini ke tempat ayamnya itu emang lumayan kan," ucapnya.

Sementara tenaga pelajar lainnya, Raihan Tri Wahyudi menegaskan juga serupa mengalami nasib seperti Anisa.

Setiap hari sebelum bekerja, Raihan justru diminta ke kediaman pemilik yayasan terlebih dahulu untuk mengantar sekolah.

"Setiap hari sebelum saya bekerja, harus ke rumah beliau (Pemilik yayasan) untuk mengantar anak-anaknya berangkat sekolah," tegas Raihan.

Raihan mengatakan berat mengungkapkan penolakan ketika ditugaskan oleh pemilik yayasan atas dasar status karyawan dengan pimpinan.

Sehingga dirinya mengaku terpaksa melakukannya.

"Untuk biaya tambahan saya cuma dapat gaji selama kerja di kantor sebagai staff education tapi saya bekerja kebanyakan di rumah beliau (Pemilik yayasan) yaitu mengantar anak-anaknya ke sekolah, ke les, dan belanja itu saya," pungkas Raihan.
(*)

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved