Berita OKU Timur
KWT Mekar Arum, Cerita Perempuan Desa Karang Manik Menjawab Tantangan Pertanian Lewat Pupuk Organik
Apa yang awalnya hanya upaya memenuhi kebutuhan pupuk sendiri, kini berubah menjadi gerakan mandiri yang menginspirasi petani lain di sekitarnya.
Penulis: CHOIRUL RAHMAN | Editor: Sri Hidayatun
TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Di tengah hamparan sawah Desa Karang Manik, Kecamatan Belitang II, Kabupaten OKU Timur, ada semangat berbeda yang tumbuh bersama suburnya tanaman cabai.
Semangat itu datang dari sekelompok perempuan yang tak hanya menggarap tanah, tetapi juga meracik masa depan dengan pupuk organik buatan mereka sendiri.
Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Arum, demikian mereka menyebut diri. Dibawah kepemimpinan Tatik Wijiati, KWT ini berhasil menciptakan inovasi di tengah keterbatasan, menjadikan limbah ternak sebagai berkah untuk tanah pertanian.
Apa yang awalnya hanya upaya memenuhi kebutuhan pupuk sendiri, kini berubah menjadi gerakan mandiri yang menginspirasi petani lain di sekitarnya.
“Awalnya, kami hanya ingin menyuburkan tanaman cabai yang kami tanam bersama di lahan 50 x 25 meter. Tapi seiring waktu, banyak petani lain yang mulai tertarik menggunakan pupuk organik buatan kami,” ujar Tatik, Sabtu (10/05/2025).
Lahan kecil itu kini menampung 1.300 batang cabai yang dirawat bergiliran oleh para anggota KWT. Setiap pagi dan sore, mereka menyiram tanaman secara bergantian.
Dua pekan sekali, kerja bakti menjadi ajang kebersamaan, sekaligus memastikan kebun tetap bersih dan produktif.
Namun cerita tak berhenti di sana. Pupuk yang mereka buat kini mulai dijual ke petani-petani sekitar yang mencari alternatif ramah lingkungan untuk menyuburkan lahan mereka.
Dalam proses pembuatannya, KWT Mekar Arum menggunakan campuran alami satu ton kotoran kambing, ayam, dan sapi, ditambah 200 kilogram kapur pertanian (dolomit), 200 kilogram abu sekam atau arang sawit, dan dua botol M21 sebagai decomposer.
Sebelum bahan-bahan itu dicampur, kotoran kambing terlebih dahulu dihancurkan menggunakan mesin. Proses pencampuran dilakukan di lahan yang teduh dan tidak rawan genangan air, dengan metode lapis demi lapis seolah menyusun harapan setahap demi setahap.
Baca juga: Pemkab OKU Timur Buka Pasar Bedug di Taman Pasar Martapura, Minta Masyarakat dan UMKM Berpartisipasi
Lapisan pertama terdiri dari kotoran ternak setebal 20–30 cm, lalu ditaburi dolomit, arang sekam, dan M21 yang telah dilarutkan dalam air.
Setiap lapisan disiram hingga kadar air mencapai 40 persen cukup basah saat diremas, namun tidak menetes.
“Setelah semua bahan habis, kami mencangkul tumpukan dari satu sisi ke sisi lain, lalu ditutup rapat dengan terpal,” jelas Tatik.
Proses pengomposan pun dimulai. Dalam seminggu, timbunan itu diaduk kembali untuk memberikan aerasi. Suhu panas yang muncul menjadi tanda bahwa proses berjalan baik.
Setelah tiga minggu, pupuk sudah siap digunakan atau dijual.
Berawal Coba-coba, Kisah Warga Suka Jaya OKU Timur Sukses Ubah Pekarangan Jadi Penghasilan Tambahan |
![]() |
---|
Langit OKU Timur Jadi Saksi Airborne Super Garuda Shield 2025, Ratusan Prajurit TNI Unjuk Kebolehan |
![]() |
---|
Sidak ke Gudang dan Pasar, Polisi Sebut Harga Beras di OKU Timur Stabil, Pastikan Tak Ada Penimbunan |
![]() |
---|
APBD OKU Timur 2026 Turun Rp191 M, Pemkab Hadapi Dilema Fiskal Antara Kebijakan Pusat & Janji Daerah |
![]() |
---|
Lanosin Tegaskan Bakal Rotasi Sejumlah Jabatan ASN di Pemkab OKU Timur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.