Berita Viral

Reaksi Dedi Mulyadi Dituding "Settingan" Soal Debat dengan Remaja di Bekasi, Puji Anak Pemberani

Perdebatan Dedi Mulyadi dan remaja AC memunculkan isu bahwa itu merupakan konten settingan, mengingat sosok AC pernah tampil sebagai bintang iklan

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Youtube KANG DEDI MULYADI CHANNEL
DEBAT DEDI MULYADI DENGAN REMAJA- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi debat dengan remaja lulusan SMA saat bertemu sejumlah warga rumah digusur lantaran dibangun di bantaran kali, Sabtu (27/4/2025). Perdebatan Dedi Mulyadi dan remaja AC memunculkan isu bahwa itu merupakan konten settingan, mengingat sosok AC pernah tampil sebagai bintang iklan 

TRIBUNSUMSEL.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi perdebatannya dengan seorang siswi SMA di Kabupaten Bekasi yang ngotot meminta acara perpisahan di sekolah tetap diadakan, diisukan settingan.

Perdebatan Dedi Mulyadi dan remaja itu memunculkan isu bahwa itu merupakan konten settingan, mengingat sosok AC pernah tampil sebagai bintang iklan dan juga seorang model.

AC terlihat berani mengkritik kebijakan Gubernur Jabar terkait penggusuran rumahnya dan rumah warga lainnya di bantaran sungai Bekasi.

Baca juga: Kesan Dedi Mulyadi ke AC, Remaja Ngotot Minta Wisuda Diadakan: Cerdas, Berani Kemukakan Pendapat

Menanggapi hal tersebut, Dedi Mulyadi mengaku tidak mengetahui sosok Aura Cinta sebelumnya.

"Saya tidak tahu, saya menganggap anak itu ikhlas," ujar Dedi di Gedung Pusdai, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (28/4/2025) dilansir dari Kompas.com.

Dia juga tidak berprasangka negatif kepada gadis remaja asal Kabupaten Bekasi itu.

Dedi bahkan sampai memuji sikap Aura yang berani mengungkapkan aspirasinya di hadapan Gubernur Jabar.

"Saya tidak berprasangka buruk, saya berprasangka baik, anak itu pinter dan anak itu berani sehingga mau menyampaikan di depan gubernur," kata Dedi .

Dedi menegaskan bahwa dirinya tidak anti kritik.

Namun, apa yang disampaikan oleh AC tidak memiliki dasar yang kuat soal larangan acara perpisahan sekolah.

"Tugas gubernur adalah mengarahkan agar argumentasinya memiliki dasar hukum yang kuat," ucapnya.

"Pendapatnya bukan hanya dirinya sendiri, orang tuanya boleh wisuda, orang tuanya boleh perpisahan, cuma 1 juta doang itu bagi keluarga mereka, tapi keluarga yang lain itu sangat berat," pungkas Dedi.

Adapun momen tersebut terjadi saat Dedi bertemu dengan sejumlah warga Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi, yang menjadi korban penggusuran.
 
Remaja berinisial AC itu bersikuku meminta Dedi Mulyadi untuk tidak menghapuskan wisuda setelah kelulusan sekolah meski kondisi keuangan keluarganya tidak memadai.

Dedi menyebut bahwa AC sebagai anak terlalu memaksakan orang tuanya demi membiayai gaya hidupnya selangit.

Pasalnya, kedua orang tua AC hidup susah hanya tinggal di bantaran sungai Kali Cikarang Bekasi Laut yang kini telah menjadi korban penggusuran.

Dedi mengingatkan, selama ini pelaksanaan perpisahan di sekolah seringkali membebani orang tua murid, bahkan ada yang sampai harus berutang untuk menutupi biaya acara maupun study tour.

Baca juga: Pekerjaan Orang Tua AC Remaja Viral Ngotot ke Dedi Mulyadi Adakan Wisuda, Penjual Botol untuk Bensin

AC sendiri mengakui bahwa biaya perpisahan cukup memberatkan keluarganya, tapi tetap berpendapat acara itu penting agar semua siswa bisa merasakan momen kelulusan.
 
"Ngerasain perpisahan, duit dari siapa?" tanya Dedi. "Orang tua," jawab remaja tersebut. 

"Membebani nggak?" lanjut Dedi. 

"Iya membebani, Pak. (Tapi) kan ada juga yang cuma lulusan SD, SMP, atau SMA," jawabnya.

Namun, AC tetap kekeh bahwa perpisahan harus dilakukan

"Enggak gitu, Pak. kan saya waktu dibikin video Tiktok itu kan captionnya bukan untuk meminta kerohiman atau apa pun, saya cuma minta keadilan aja," ujar Aura.

"Waktu digusur itu gak ada musyawarah, cuma ada Satpol PP datang," ujar AC menjelaskan terkait rumahnya yang dirobohkan.
 
Dedi kemudian bertanya bagaimana jika negara meminta agar Aura membayar uang sewa di tanah yang mereka tempati.  

"Saya balik, tinggal di tanah orang lain harus bayar gak sama yang punya tanah? Kalau saya balik nuntut, pemdanya nya minta tagihan dihitung beberapa tahun ke belakang bayar tiap tahun," ujar Dedi.

"Bapak kan bisa lihat dulu latar belakang saya, saya miskin atau gak, mampu bayar atau enggak," ujar Aura.

"Kamu miskin gak?" tanya Dedi. 

"Iya, saya mengakui," ujar Aura.

"Kenapa miskin pengen hidup bergaya (selangit), sekolah harus ada perpisahan? kan kamu merasa miskin. kenapa orang miskin gak merasa prihatin?" ujar Dedi. 

AC kembali menegaskan bahwa dia tidak menolak kebijakan melarang perpisahan, tapi dia ingin perpisahan tetap diperbolehkan asal dengan biaya yang kecil.
 
"Apa pun itu saya mendukung, cuma jangan dihapus, Pak, gak semuanya bisa terima. Terus kalau wisuda dihapus, dan bapak juga minta pajak saya, saya miskin," ujar AC.

"Bukan minta pajak, saya balik, Anda miskin, tapi jangan sok kaya. Orang miskin itu prihatin membangun masa depan. Seluruh pengeluaran ditekan, digunakan untuk masa depan, bisnis, pengembangan mandiri, lah ini rumah gak punya, tinggal di bantarang sungai," ujar Dedi.

Saat Dedi meminta rincian biaya perpisahan saat SMP, si AC menyebut nominal sekitar Rp1 juta. 

Padahal, dari pengakuan sang ibu yang duduk di sampingnya, kondisi ekonomi keluarga jauh dari kata mapan. 

Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga, sementara ayahnya berjualan botol kaca untuk bensin eceran. 

"Waktu (SMP) itu (bayar sekitar) Rp1 juta doang, Rp1,2 juta," kata si gadis. 

"Ibuknya kerja apa? Ayahnya kerja apa?" tanya Dedi.

"(Saya) ibu rumah tangga. (Ayahnya) wiraswasta, dagang. Dagang botol-botol (untuk) bensin (eceran)," jelas ibunya.

 Meski penghasilan pas-pasan, sang ibu tetap rela mengeluarkan uang demi perpisahan agar anaknya punya kenangan bersama teman-temannya. 

Ibunya mengaku setuju membayar demi membangun mental anak.

"Ibu lebih setuju mana? Perpisahan tapi bayar, atau perpisahan dilarang, nggak ngeluarin duit?" tanya Dedi. 

"Kalau buat mental anak, setuju yang bayar. Kalau nggak ada kenangan, kan ini," sahut sang ibu.

Dedi yang mendengar jawaban itu langsung menyinggung pilihan hidup keluarga tersebut. 

"Ibu rumah aja ga punya?" sindir Dedi. 

"Iya, tapi kalau demi anak saya sih nggak apa-apa, Pak," jawab si ibu. 

Dedi kemudian mengingatkan, sebagai orang tua, mestinya mereka lebih memprioritaskan kebutuhan dasar seperti tempat tinggal yang layak, ketimbang membiayai gaya hidup. 

"Demi anak jangan tinggal di bantaran sungai. Ibu tinggal aja masih di bantaran sungai, kenapa gaya hidup begini (selangit)?" kata Dedi sambil mengangkat tangan ke atas. 

"Ini kan harus diubah," tegasnya.

Baca juga: Alasan Remaja Bekasi Ngotot ke Dedi Mulyadi Minta Wisuda Sekolah Padahal Tak Mampu Bayar Kontrakan

Dalam forum tersebut, mayoritas warga menyatakan setuju dengan kebijakan penghapusan acara wisuda dan study tour karena alasan keadilan dan keringanan biaya.

"Kritik gubernur karena membiarkan banjir, saya seneng. Ini kritik gubernur karena larang perpisahan, kok ngeri. Akhirnya dibully, karena logikanya gak tepat," terang Dedi.

"Jadi gubernur berusaha untuk menurunkan beban pembayaran orang tua karena sekolah sudah dibikin gratis, maka orang tua tidak boleh lagi ada pengeluaran untuk sekolah, bila perlu sekolah jalan kaki, sekolah naik sepeda pulang jualan agar anak sekolah Jawa Barat hebat. 

Hingga akhrirnya, Dedi menyarankan agar remaja tersebut mengadakan perpisahan secara mandiri tanpa melibatkan sekolah. 

"Ya sudah, perpisahan sendiri saja. Enggak bawa sekolah. Kumpul-kumpul bersama teman-teman, bikin perpisahan sendiri sok saja, tapi jangan melibatkan sekolah," tuturnya.

Dedi mengingatkan, jika menyelenggarakan secara mandiri lalu terjadi sesuatu, maka orang itu harus tanggung jawab.

"Kamu aja bikin, menjadi ketua panitia acara perpisahan nggak akan melibatkan sekolah. Kalau besok busnya terbalik tanggung jawab sendiri, orang mabuk-mabukan tanggung jawab sendiri, ada tawuran, tidak bawa institusi."

"Bagi saya biaya pendidikan harus murah tidak boleh ada beban bagi orang tua, jangan sampai BOS-nya dibayarin pemerintah tapi siswanya hura-hura," kata Dedi Mulyadi.
 
Di sisi lain, Dedi juga menyanggah kritik remaja yang berkeberatan rumahnya digusur. 

Menurut Dedi, apa yang dilakukan warga di bantaran sungai itu sudah melanggar aturan.

"Kenapa saya melakukan ini? Kalau saya tidak melakukan ini, banjir parah lagi. Gubernur yang disalahin. Sekarang kan sudah agak lumayan," ucap Dedi.

Diketahui, sejak resmi menjabat sebagai Gubernur Jabar setelah dilantik pada Kamis (20/2/2025), Dedi gencar menyuarakan larangan perpisahan maupun study tour bagi SMA/SMK di Jawa Barat.

Ia menilai kegiatan tersebut membebani keuangan orang tua siswa.

Bahkan, di hari pertamanya bekerja sebagai Gubernur Jabar, Dedi mencopot Kepala Sekolah SMAN 6 Depok yang ngotot melaksanakan study tour ke luar provinsi.

(*)

Baca berita lainnya di google news

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved