Mbok Yem Meninggal Dunia

Kisah Mbok Yem Pemilik Warung Pecel di Gunung Lawu Meninggal Dunia, Rela Rugi Demi Menolong Pendaki

Nama Mbok Yem menjadi legenda setelah membuka warung makan pertama di puncak Gunung Lawu sejak tahun 1980-an, hanya satu kali dalam setahun

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Kharisma Tri Saputra
KOMPAS.COM/SUKOCO/PUTRA PRIMA PERDANA
KISAH MBOK YEM- (kanan) Mbok Yem legenda pemilik warung di Pucnak Gunung Lawu dirawat di RSU Aisyiyah Ponorogo karena menderita pneumonia, Selasa (4/3/2025). Nama Mbok Yem menjadi legenda setelah membuka warung makan pertama di puncak Gunung Lawu sejak tahun 1980-an, hanya satu kali dalam setahun 

Saat itulah warungnya kebanjiran pembeli.

Di warung itu, Mbok Yem tinggal. Biasanya, ia turun gunung sewaktu Lebaran.

Senang Menolong Pendaki

Bagi Mbok Yem, alasan terpentingnya masih berjualan di Gunung Lawu adalah untuk menolong sesama.

"Saya senang bisa menolong orang yang membutuhkan di sana. Mereka tidak perlu repot dan khawatir soal makan dan minum saat berada di Puncak Lawu,” katanya pada 2022. 

Walau sempat diminta anak dan cucunya untuk beristirahat di rumah, ia mengaku bakal tetap berjualan di Gunung Lawu.

Sebab, selain dapat membantu pendaki, Mbok Yem mengaku bisa menemukan kedamaian di Gunung Lawu.

“Pokoknya di sana itu ingatan kita hanya kepada Yang Maha Kuasa saja. Saya tidak mikir yang lain,” tuturnya.

Sosok Mbok Yem, Pemilik Warung di Puncak Gunung Lawu yang Dikabarkan Terbakar, Turun Setahun Sekali
Sosok Mbok Yem, Pemilik Warung di Puncak Gunung Lawu yang Dikabarkan Terbakar, Turun Setahun Sekali (Kolase Instagram @emhahartanto)

Selama menjaga warung, Mbok Yem mengaku kerap memaksakan diri meski sedang sakit. Ia tetap membuatkan telur goreng bagi pendaki yang sampai di puncak malam hari.

Bahkan, pukul 02.00 malam pun Mbok Yem tetap menyiapkan makanan jika ada yang singgah di warungnya.

“Kemarin itu sakit gigi, enggak bisa tidur. Kadang sampai jam 12 malam enggak tidur. Jam 2 malam itu masih goreng telur karena ada pendaki yang lapar. Kalau capek baru tertidur," ucap Mbok Yem, Maret 2025.

Disisi lain, anak kedua Mbok Yem, Saelan, mengaku tidak bisa berbuat apa-apa jika Mbok Yem tetap nekat berjualan meski usianya sudah memasuki 82 tahun.

“Dilarang pun tidak bisa karena kalau di rumah yang dipikir bagaimana orang-orang yang naik gunung bisa makan,” ucapnya.

Saelan mengaku bahwa jiwa orangtuanya itu sudah tidak memikirkan untung atau rugi berjualan di Puncak Gunung Lawu

Untuk membawa beban sembako seberat 35 kilo menuju puncak, biayanya bisa mencapai Rp 500.000.
 
"Kami memahami bagaimana Simbok lebih mementingkan bisa jualan di atas daripada memikirkan untungnya," ujar Saelan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved