Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

Bantah Dioplos, Ini Penjelasan Pertamina Soal Proses Pencampuran Pertamax di Depo, Injeksi Warna

Pertamina akhirnya memberikan penjelasan terkait tudingan pertamax oplosan pakai petinggi PT Pertamina Patra Niaga ditetapkan tersangka dalam korupsi

Editor: Moch Krisna
Dok Pertamina/Tribunnews.com
TERSANGKA KORUPSI PERTAMAX - (Kiri ke kanan atas) Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne; dan Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. (Kiri ke kanan bawah) Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; VP Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; dan Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi. Keenam petinggi Pertamina ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina periode 2018-2023. Akibat perbuatan mereka, negara merugi hingga Rp193,7 triliun. 

Namun, berdasarkan fakta penyidikan, tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengkondisian dalam rapat optimalisasi hilir sebagai dasar menurunkan produksi kilang.

Hal itu membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya, dan pada akhirnya pemenuhannya dilakukan dengan cara impor.

"Saat produksi kilang sengaja diturunkan, minyak mentah produksi dalam negeri dari KKKS sengaja ditolak dengan alasan produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis," tegasnya seperti dikutip dari Kompas.tv.

"Padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS masih masuk range (kisaran, red) harga HPS," ujarnya.

Alasan kedua, lanjutnya, produksi minyak mentah KKKS ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dengan spek. Namun faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai spek kilang dan dapat diolah atau dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.

"Pada saat minyak mentah dalam negeri oleh pihak KKKS itu ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar agar minyak tersebut harus diekspor ke luar negeri," ucapnya.

"Jadi bagian KKKS tadi karena ditolak dengan alasan sesuai dengan spek, harganya tidak sesuai dengan HPS, maka secara otomatis bagian KKKS harus diekspor ke luar negeri," ujar Qohar.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri, terdapat perbedaan harga yang sangat tinggi atau sangat signifikan.

"Pada saat KKKS mengekspor bagian minyaknya karena tidak dibeli oleh PT Pertamina, pada saat yang sama PT Pertamina mengimpor minyak mentah dan produk kilang," katanya.

"Selanjutnya untuk kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya permufakaan jahat mens rea antara penyelenggara negara yaitu tersangka SDS, AP, RS, dan YF bersama dengan broker yaitu tersangka MK, DW dan GRJ sebelum dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur," jelasnya.

Hal itu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.

"Permufakatan tersebut, diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang," ungkapnya.

"Sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (Spot) yang tidak memenuhi persyaratan," ucapnya.

Qohar mengungkapkan peran ketujuh tersangka dalam kasus tersebut. Tersangka RS, SDS, dan AP diduga memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.

Halaman
123
Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved