Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

Rangkuman Kasus Dugaan Korupsi Dirut Pertamina Patra Niaga Cs Diduga Oplos Pertalite jadi Pertamax

Kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada pe

Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Weni Wahyuny
KPI.PERTAMINA.COM/PERTAMINAPATRANIAGA.COM/PERTAMINA-PIS.COM/DOK PRIBADI
4 DARI 7 TERSANGKA KORUPSI PERTAMINA - Wajah empat dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT. Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), pada 2018-2023. Mereka adalah Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (kiri), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (kiri nomor dua), Chief Executive Officer PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, dan Vice President (VP) Feedstock Management di PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono (kanan). 

Bersama RS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum

3. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

Bersama RS dan SDS Melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang

Bersama RS dan SDS memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum

4. YF selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping

Melakukan mark up kontrak pengiriman pada saat impor minyak mentah dan produk kilang melalui PT Pertamina International Shipping.

5. MKAN selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa

Akibatnya mark up kontrak pengiriman yang dilakukan tersangka YF, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN.

6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim

Bersama GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi
DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi

7. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

Bersama DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi

GRJ dan DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi

GRJ dan DW juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang

Kerugian Negara Rp193,7 Triliun

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar menyebut kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dari kasus korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga hanya hitungan untuk tahun 2023.

Jika ditarik mundur ke belakang, menurut Harli jumlah kerugian negara pasti fantastis.

Menurut Harli, tempus delicti atau rentang waktu terjadinya tindak pidana korupsi itu antara 2018-2023, dan jumlah kerugian total negara belum dihitung.

Bahkan, sambung Harli, kerugian negara untuk tahun 2023 baru hitungan sementara.

Dia menjelaskan hitungan kerugian negara tersebut meliputi beberapa komponen seperti rugi impor minyak, rugi impor BBM lewat broker, dan rugi akibat pemberian subsidi.

"Jadi kalau apa yang kita hitung dan kita sampaikan kemarin (Senin) itu sebesar Rp193,7 triliun, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli, terhadap lima komponen itu baru di tahun 2023," katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).

Harli mengungkapkan, jika dihitung secara kasar dengan perkiraan bahwa kerugian negara setiap tahun sebesar Rp193,7 triliun, maka total kerugian selama 2018-2023 mencapai Rp968,5 triliun.

Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, yang bersumber dari komponen sebagai berikut:

  • Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun.
  • Kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp2,7 triliun.
  • Kerugian impor BBM melalui DMUT/broker sekitar Rp9 triliun.
  • Kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.
  • Kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penjelasan Pertamina

Sementara, Vice President Corcomm Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menanggapi soal isu praktik oplos pertalite menjadi pertamax dalam pusaran kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Menurut Fadjar, produk Pertamina yang dijual ke masyarakat sudah sesuai dengan speknya masing-masing.

Fadjar pun membantah adanya praktik oplos pertalite menjadi pertamax yang dilakukan Pertamina.

"Bahwa yang dijual di masyarakat itu adalah sesuai dengan spek yang sudah ditentukan oleh Dirjen Migas. RON 92 itu artinya RON 92, Pertamax. RON 90 itu artinya pertalite," kata Fadjar dilansir Kompas TV, Rabu (26/2/2025). Dikutip dari Tribunnews.com

Lebih lanjut Fadjar menilai adanya miss komunikasi dari pernyataan yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.

Menurut Fadjar, Kejagung lebih mempermasalahkan soal adanya pembelian RON 90 dan RON 92, bukan soal oplosan.

"Kan munculnya narasi oplosan juga enggak sesuai dengan yang disampaikan oleh Kejaksaan kan sebetulnya."

"Jadi kalau di Kejaksaan kan kalau boleh saya ulang lebih mempermasalahkan pembelian 90 92, bukan adanya oplosan."

"Sehingga mungkin narasi yang keluar, yang tersebar jadi ada miss komunikasi disitu," jelas Fadjar.

Oleh karena itu Fadjar pun memastikan bahwa produk yang dijual Pertamina ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing.

"Tapi bisa kami pastikan produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing. 92 adalah pertamax, 90 adalah pertalite," imbuhnya.

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved