Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak
Profil Gading Ramadhan Joedo, Dirut PT OT Merak Tersangka Korupsi Pertamina, Presiden Klub Basket
Menilik profil Gading Ramadhan Joedo, Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak termasuk 7 tersangka kasus korupsi terkait tata kelola minyak mentah
Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM - Menilik profil Gading Ramadhan Joedo, pengusaha sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak yang termasuk dalam 7 tersangka kasus korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Persero, termasuk Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) pada periode 2018-2023.
Dalam perkara ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 193,7 triliun.
Diketahui, Gading juga menjabat sebagai Direktur PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi yang bergerak di bidang pelayaran dan logistik, khususnya pengangkutan komoditas energi seperti minyak dan gas bumi (migas).
Baca juga: Rincian Kekayaan Riva Siahaan Dirut Pertamina Patra Niaga Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak
Profil Gading Ramadhan Joedo
Berdasarkan penelusuran Tribunnews, Gading Ramadhan Joedo menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Gading Ramadhan Joedo merupakan seorang pengusaha yang menjabat di berbagai tempat di beberapa perusahaan.
Ia tercatat sebagai Direktur PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi sejak 2012.
Selain itu, ia juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara.
Berlokasi di Merak Banten, OT Merak saat ini mengoperasikan Terminal Peti Kemas Terpadu dengan kapasitas 288.000 CBM, dengan kapasitas Dermaga gabungan hingga 115 K DWT, sebagaimana dikutip dari otm-terminal.com.
Di dunia olahraga, Gading Ramadhan Joedo juga merupakan Presiden Klub Amartha Hangtuah Jakarta, tim bola basket profesional yang tampil di Indonesian Basketball League (IBL).
Pria kelahiran 26 Mei ini disebut sebagai orang kepercayaan saudagar minyak atau The Gasoline Godfather yaitu Mohammad Riza Chalid.
Dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina subholding dan kontraktor kontrak kerja sama atau K3S tahun 2018-2023, Gading Ramadhan Joedo sudah berstatus tersangka.
Baca juga: Profil Riza Chalid Raja Minyak Indonesia, Rumahnya Digeledah usai Anak Tersangka Korupsi Pertamina
Ia dijadikan tersangka bersama Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang juga putra kandung Mohammad Riza Chalid.
Terkait kasus dugaan korupsi ini, Gading Ramadhan Joedo dijadikan tersangka dalam posisinya sebagai Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading.
Diketahui, PT Orbit Terminal Merak pernah menjadi sorotan pada tahun 2015 terkait surat dari Setya Novanto kepada Direktur Utama Pertamina yang meminta agar Pertamina membayar biaya penyimpanan BBM kepada PT Orbit Terminal Merak.
Pertamina menolak permintaan tersebut karena masih ada proses renegosiasi harga yang sedang berlangsung, dan kemudian surat tersebut dinyatakan palsu.
Puncaknya kala itu, terungkapnya koloborasi antara Moch Reza Chalid dengan Setya Novanto dalam perpanjangan kontrak Freeport Indonesia atau lebih dikenal kasus “papa minta saham” yang pada 16 November 2015 oleh Menteri ESDM Sudirman Said saat itu telah melaporkan secara tertulis kepada Makamah Kehormatan Dewan (MKD) DPRRI.
Dalam perkara ini, enam orang tersangka langsung ditahan.
Mereka yang ditahan diantaranya SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF selaku PT Pertamina International Shipping; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Kemudian, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Sementara itu, Kejagung Juga menjadikan Riva Siahaan (RV) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka.
“Berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli, bukti dokumen yang telah disita secara sah, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/2/2025), dikutip dari Antaranews.
Qohar menyebut, terhadap ketujuh tersangka tersebut langsung ditahan selama 20 hari ke depan untuk proses pemeriksaan terhitung sejak Senin malam.
Qohar menuturkan dugaan korupsi ini membuat negara merugi hingga Rp193,7 triliun.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur mengenai prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
“Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Harli.
Kemudian, minyak bagian dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS swasta wajib ditawarkan kepada PT Pertamina.
Apabila penawaran tersebut ditolak oleh PT Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor.
Akan tetapi, subholding Pertamina, yaitu PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) diduga berusaha menghindari kesepakatan.
Baca juga: Mengenal Muhammad Kerry Adrianto Riza, Anak Raja Minyak Jadi Tersangka Korupsi Pertamina Rp193,7 T
Lebih lanjut, dalam periode tersebut juga terdapat Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) yang diekspor karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang lantaran pandemi Covid-19.
Namun, pada waktu yang sama, PT Pertamina malah mengimpor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang.
Dalam kegiatan ekspor minyak diduga ada main mata antar para tersangka di mana Rivan, Sani, Agus, dan Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, telah mengatur kesepakatan harga dengan broker.
Broker yang juga ditetapkan menjadi tersangka tersebut adalah beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Keery Andrianto Riza; Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadan Joede.
Para tersangka tersebut kongkalikong dengan memainkan harga untuk kepentingan prbiadinya sehingga merugikan negara.
Tak cuma itu, rangkaian perbuatan tersangka yang juga dilakukan yaitu dugaan mark up kontrak pengiriman minyak impor.
Modus Riva Siahaan Cs
- Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax.
- Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
- “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
- “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
- Riva Siahaan bersama SDS, dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.
- Sementara itu, tersangka DM dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.
- Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92). Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah.
- Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan.
- Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.
- Dalam hal ini negara mengeluarkan fee sebesar 13 hingga 15 persen secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
- "Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” tulis keterangan tersebut.
- ”Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun,” imbuh keterangan Kejagung.
(*)
Baca berita lainnya di google news
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak
Gading Ramadhan Joedo
Amartha Hangtuah Jakarta
Riza Chalid
pertamina
Pertamina Patra Niaga
Sosok "Raja Minyak" Riza Chalid Tersangka Baru Kasus Korupsi Pertamina, Anaknya Lebih Dulu Tersangka |
![]() |
---|
Jaksa Agung Buka Suara Soal Ada Tudingan Terungkapnya Korupsi Pertamina untuk 'Ganti Pemain' |
![]() |
---|
Jabat Dirut Sejak 2018-2024, Nicke Widyawati Berpotensi Diperiksa dalam Kasus Korupsi Pertamina |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Nicke Widyawati Eks Dirut Pertamina Berpeluang Dipanggil Kejagung, Tembus Rp118 M |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Alfian Nasution yang Disinggung Ahok usai Diperiksa Kejagung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.