Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak
Harta Kekayaan Riza Chalid 'Raja Minyak' Indonesia Disorot usai Anak Jadi Tersangka Korupsi Minyak
Riza Chalid merupakan orang terkaya ke-88 dalam daftar 150 orang terkaya versi Globe Asia. total kekayaan yang diperkirakan mencapai 415 juta dolar
Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Kharisma Tri Saputra
TRIBUNSUMSEL.COM - Menilik harta kekayaan Muhammad Riza Chalid, yang dijuluki sebagai 'raja minyak' Indonesia disorot usai putranya, Muhammad Kerry Adrianto Riza yang ditetapkan bersama enam tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk Kilang di Pertamina Persero, Subholding, dan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS), tahun 2018-2023.
Imbas dari penangkapan putranya, rumah Riza Chalid di Jalan Jenggala II Nomor 1, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan digeledah oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Selasa, (25/2/2025).
Selama puluhan tahun Riza Chalid disebut 'mengendalikan' Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), anak usaha PT Pertamina.
Baca juga: Profil Riza Chalid Raja Minyak Indonesia, Rumahnya Digeledah usai Anak Tersangka Korupsi Pertamina

Dia sangat disegani di Singapura, karena kehebatannya memenangkan tender-tender besar bisnis minyak lewat perusahaannya, Global Energy Resources.
Global Energy Resources merupakan pemasok terbesar minyak mentah ke Pertamina Energy Services Ltd.
Setelah ada aturan yang lebih ketat, Global Energy memang menghilang dari Pertamina, digantikan perusahaan lain, Gold Manor, yang juga dikuasai Riza Chalid.
Nilai bisnisnya diperkirakan mencapai 30 miliar USD per tahun.
Dengan total kekayaan yang diperkirakan mencapai 415 juta dolar, Chalid merupakan orang terkaya ke-88 dalam daftar 150 orang terkaya versi Globe Asia.
Melansir Tribunnews.com, Pada 2015 lalu, nama Riza Chalid sempat mencuat dalam kasus 'Papa Minta Saham'
Dari sini awal mula nama Riza Chalid mencuat.
Kasus ini melibatkan Ketua DPR saat itu Setya Novanto.
Dia disorot karena meminta bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport, Maroef Sjamsoeddin.
Novanto meminta pertemuan empat mata namun ternyata kemudian membawa Riza Chalid.
Baca juga: Sosok Agus Purwono, Petinggi Pertamina Tersangka Korupsi Minyak Rugikan Rp 193 T, Menangkan Broker
Kabar burung menyebut dulu Riza Chalid dekat dengan pentolan Cendana, Bambang Trihadmodjo.
DW.com media yang berbasis di Jerman menyebut selama bertahun-tahun Riza Chalid mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), anak usaha PT Pertamina.
Karena dia menjadi besar dan mendominasi bisnis itu, diapun disebut-sebut sebagai "penguasa abadi bisnis minyak" di Indonesia.
Nama Riza Chalid diulas Goerge Junus Aditjondro dalam "Gurita Bisnis Cikeas".
Sempat bikin heboh di Malaysia
Pada pertengahan 2023 lalu, Riza Chalid ramai diberitakan media-media Malaysia.
Pasalnya dia bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim.
Mengutip Free Malaysia Today, Rabu (9/8/2023), pertemuan Riza Chalid dengan orang nomor satu di Negeri Jiran itu dikaitkan dengan bisnis pertambangan tanah jarang alias rare earth mineral (REE) di Negara Bagian Kedah.
Namun ditemui usia pertemuannya dengan Riza Chalid, Anwar Ibrahim beralasan perjumpaannya dengan pengusaha Indonesia itu karena diundang penguasa Kedah, Sultan Sallehuddin Badlishah.
"Saya diundang oleh SUltan Sallehuddin, dan rekan saya (Riza Chalid) bersama saya saat pertemuan di Istana (Kedah)," kata Anwar Ibrahim.
Anwar Ibrahim berujar, pihaknya sama sekali tidak membahas soal ajakan investasi penambangan REE kepada Riza Chalid.
Namun ia mengakui, memang sempat ada pembahasan soal penambangan REE ilegal yang dilakukan sebuah perusahaan asal China.
Anak Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pertamina
Putranya, Muhammad Kerry Adrianto Riza jadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Imbasnya, Selasa (25/2/2025), rumah Riza Chalid di Jalan Jenggala 2 Nomor 1, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, digeledah tim penyidik dari Kejaksaan Agung.
Dikutip Kompas.com dari keterangan Kejaksaan Agung (Kejagung), PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax.
Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92," demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Baca juga: Profil Gading Ramadhan Joedo, Dirut PT OT Merak Tersangka Korupsi Pertamina, Presiden Klub Basket
Dalam perkara ini, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa diduga mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
”Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” tulis keterangan tersebut.
Ia ditetapkan tersangka oleh Kejagung bersama enam orang lainnya, di antaranya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Lalu, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian yang ditaksir mencapai Rp 193,7 triliun.
”Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun,” imbuh keterangan Kejagung.
Adapun kasus ini bermula ketika dalam periode 2019-2023, pemerintah tengah mencanangkan pemenuhan minyak mentah harus dari dalam negeri.
Lantas, PT Pertamina mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
Hanya saja, Riva bersama dua tersangka lainnya yaitu Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin dan Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono diduga melakukan pengkondisian saat rapat organisasi hilir (ROH).
Dalam rapat tersebut diputuskan agar produksi kilang diturunkan untuk membuat hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.
"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar.
Tak sampai di situ, Qohar mengatakan produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS dengan sengaja ditolak karena keputusan ROH sebelumnya.
Adapun penolakan dilakukan dengan dalih produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis meski kenyataannya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).
Selain itu, penolakan juga dilandasi dalih produksi minyak mentah KKKS tidak sesuai spesifikasi meski faktanya berbanding terbalik.
"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.
Alhasil PT Kilang Pertamina melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang di mana terjadi perbedaan harga signifikan dibandingkan harga dalam negeri.
Dalam kegiatan ekspor minyak diduga ada main mata antar para tersangka di mana Rivan, Sani, Agus, dan Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, telah mengatur kesepakatan harga dengan broker.
Broker yang juga ditetapkan menjadi tersangka tersebut adalah beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Keery Andrianto Riza; Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadan Joede.
Qohar mengatakan para tersangka tersebut kongkalikong dengan memainkan harga untuk kepentingan prbiadinya sehingga merugikan negara.
Rivan bersama dengan Sani dan Agus pun lantas memenangkan broker minyak mentah tersebut.
Tak cuma itu, rangkaian perbuatan tersangka yang juga dilakukan yaitu dugaan mark up kontrak pengiriman minyak impor
"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.
Perbuatan para tersangka ini pun membuat negara harus merugi lantaran pemerintah perlu memberikan subsidi lebih tinggi dari APBN imbas permainan harga yang dilakukan sehingga harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijual ke masyarakat mengalami kenaikan.
(*)
Baca berita lainnya di google news
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
Sosok "Raja Minyak" Riza Chalid Tersangka Baru Kasus Korupsi Pertamina, Anaknya Lebih Dulu Tersangka |
![]() |
---|
Jaksa Agung Buka Suara Soal Ada Tudingan Terungkapnya Korupsi Pertamina untuk 'Ganti Pemain' |
![]() |
---|
Jabat Dirut Sejak 2018-2024, Nicke Widyawati Berpotensi Diperiksa dalam Kasus Korupsi Pertamina |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Nicke Widyawati Eks Dirut Pertamina Berpeluang Dipanggil Kejagung, Tembus Rp118 M |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Alfian Nasution yang Disinggung Ahok usai Diperiksa Kejagung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.