Arti Kata Bahasa Arab

Arti Risywah dan Jenis-jenisnya, Istilah Bahasa Arab Terkait Suap Menyuap, Sogok Menyogok & Hukumnya

Risywah secara terminologi artinya adalah Apa-apa yang diberikan (baik uang maupun hadiah) untuk mendapatkan suatu manfaat membatilkan suatu yang hak

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
tribunsumsel/lisma
Arti Risywah dan Jenis-jenisnya, Istilah Bahasa Arab Terkait Suap Menyuap, Sogok Menyogok & Hukumnya 

TRIBUNSUMSEL.COM --  Kata risywah berasal dari bahasa Arab. 
Secara etimologi risywah berasal dari bahasa Arab رشوة- يرشو- رشا yang berarti = menjulurkan kepala.

Mengutip dari Jurnal Ilmu Syariah FAI Universitas Ibn Khaldun berjudul Risywah Dalam Tinjauan Islam dan UU Tindak Pidana karya Bahgia,   Ibnu Mandzur10 menyebutkan perkataan Abul ‘Abbas:

 “Rusywah/Risywah diambil dari konteks anak burung/ayam yang menjulurkan kepalanya pada mulut induknya seraya meminta agar makanan yang berada di paruh induknya di suapkan untuknya.

Ibrahim Mustafa menyebutkan bahwa kalimat risywah berasal dari kata  الرشاء yang bermakna: “Seutas tali atau tali ember dan semacamnya”.

Risywah secara terminologi artinya adalah Apa-apa yang diberikan (baik uang maupun hadiah) untuk mendapatkan suatu manfaat atau segala pemberian yang bertujuan untuk mengukuhkan sesuatu yang batil dan membatilkan suatu yang haq.

Ibnu Hajar al ‘Asqolani di dalam kitabnya Fathul Bari menukil perkataan Ibnu al ‘Arobi ketika menjelaskan tentang makna rasywah. 
“Risywah atau suap-menyuap yaitu suatu harta yang diberikan untuk membeli kehormatan/ kekuasaan bagi yang memilikinya guna menolong/melegalkan sesuatu yang sebenarnya tidak halal”.

Adapun menurut MUI : suap (risywah) adalah pemberian yang diberikan oleh seorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil ( tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak.

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan tentang definisi risywah secara terminologis yaitu: Suatu pemberian baik berupa harta maupun benda lainnya kepada pemilik jabatan atau pemegang kebijakan/kekuasaan guna menghalalkan (atau melancarkan) yang batil dan
membatilkan yang hak atau mendapatkan manfaat dari jalan yang tidak ilegal.

Landasan Hukum Risywah dan Dalil
1. Dalil dari Alquran
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” ( QS. Al Baqarah : 188 )


“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram.
Sesungguhnya Amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan Perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu ( QS. Al Maidah: 62 - 63 )


2. Dalil dari Al-Hadist
“Dari Abu Hurairoh radhiyallahu anhu berkata; Rosululloh SAW melaknat orang yang menyuap dan yang menerimanya dalam masalah hukum. ( HR.Al - Tirmdzi)

“Dari Abu Zur’ah dari Tsauban berkata: Rosululloh SAW melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap serta perantara keduanya”.


Pandangan Ijma’ Ulama Tentang Risywah
Banyak sekali dalil ijma’ yang menyebutkan bahwa risywah haram secara ijma’. Imam al Qurtubi ketika menafsirkan surat al Maidah ayat 42 berkata;

“Dan tidak ada perbedaan hukum dikalangan para salaf bahwa melakukan risywah untuk menolak yang hak atau dalam perkara yang dilarang merupakan riyswah(suht) yang haram”.
Di dalam kitab Nihayatul Muhtaj Imam ar Romli yang dijuluki sebagai
‘asy Syafi’i ash shoghir / imam syafi’i kecil menjelaskan akan hal ini: “Kapan saja seseorang mencurahkan harta untuk berhukum dengan yang tidak haq atau menolak berhukum dengan yang haq maka ia telah berbuat risywah yang di haramkan secara ijma.

 
Hamd bin Abdurrohman al Junaidil dalam bukunya juga menjelaskan akan haramnya risywah secara ijma’ 
“Dan sungguh telah bersepakat para shohabah dan tabiin begitu juga dengan para ulama umat atas haramnya risywah dengan segala bentuknya. Dan telah terdapat nash-nash yang menjelaskan tentang implementasi dan interpretasi apa yang terdapat dalam qur’an dan sunnah serta berusaha menjauhinya semaksimal mungkin.” 


Selain berbagai nukilan diatas Ibnu Qudamah dalam kitabnya alMughniy   ia berkata: “Adapun suap-menyuap dalam masalah hukum dan pekerjaan (apa saja) maka hukumnya haram tanpa ada selisih pendapat di kalangan ulama.”


Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar  menukil perkataan Ibnu Ruslan tentang kesepakatan haramnya risywah.
“Ibnu Ruslan berkata dalam Syarhus Sunan, “Termasuk kemutlaqan suapmenyuap bagi seorang hakim dan para pekerja yang mengambil shadaqah, itu menerangkan keharamannya sesuai Ijma.”
Imam ash-Shan’ani dalam Subulussalam (2/24) juga berkata, 

“Dan suap-menyuap itu haram sesuai Ijma’, baik bagi seorang qadhi/hakim, bagi para pekerja yang menangani shadaqah atau selainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” . ( QS. Al-Baqarah: 188 )

 

Macam-macam Bentuk Risywah

Ibn Abidin dengan mengutip kitab al-Fath, mengemukakan empat
macam bentuk risywah, yaitu:
1. Risywah yang haram atas orang yang mengambil dan yang memberikannya, yaitu risywah untuk mendapatkan keuntungan dalam peradilan dan pemerintahan.


2. Risywah terhadap hakim agar dia memutuskan perkara, sekalipun keputusannya benar, karena dia mesti melakukan hal itu (haram bagi yang memberi dan menerima).


3. Risywah untuk meluruskan suatu perkara dengan meminta penguasa menolak  kemudaratan dan mengambil manfaat. Risywah ini haram bagi yang mengambilnya saja. Sebagai alasan risywah ini dapat dianggap upah bagi orang yang berurusan dengan pemerintah.


Pemberian tersebut digunakan untuk urusan seseorang, lalu dibagi- bagikan. Hal ini halal dari dua sisi seperti hadiah untuk menyenangkan orang.
Akan tetapi dari satu sisi haram, karena substansinya adalah kedzaliman. Oleh karena itu haram bagi yang mengambil saja, yaitu sebagai hadiah untuk menahan kezaliman dan sebagai upah dalam menyelesaikan perkara apabila disyaratkan. Namun bila tidak disyaratkan, sedangkan seseorang yakin bahwa pemberian itu adalah hadiah yang diberikan kepada penguasa, maka menurut ulama Hanafiyah tidak apa-apa. Kalau seseorang melaksanakan tugasnya
tanpa disyaratkan, dan tidak pula karena ketama’annya, maka memberikan hadiah kepadanya adalah halal, namun makruh sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud.

4. Risywah untuk menolak ancaman atas diri atau harta, boleh bagi yang memberikan dan haram bagi orang yang mengambil. Hal ini boleh dilakukan karena menolak kemudaratan dari orang muslim adalah wajib, namun tidak boleh mengambil harta untuk melakukan yang wajib.


Syarat-syarat Dibolehkannya Risywah
Masih menurut sumber yang sama, Hukum asal dari risywah adalah haram, dan dibolehkan pada kondisi dan saat tertentu dengan syarat sebagai berikut.

1. Darurat; 24 Yang dimaksud dengan keadaan dharurat mempunyai dua
pengertian yaitu khusus dan umum.
a. Darurat dalam pengertian khusus merupakan suatu kepentingan esensial yang jika tidak dipenuhi, dapat menyebabkan kesulitan yang dahsyat yangmembuat kematian.
b. Darurat dalam pengertian umum dan lebih luas merujuk pada suatu hal yang esensial untuk melindungi dan menjaga tujuan tujuan dasar syariah. 
Dalam bahasa Imam Syatibi sesuatu itu disebut esensial, karena tanpanya, komunitas masyarakat akan disulitkan oleh kekacauan, dan dalam ketiadaan beberapa diantara mereka, manusia akan kehilangan keseimbangannya.

Dapat diamati bahwa perhatian utama dari definisi darurat menurut  imam Syatibi adalah untuk melindungi tujuan dasar syaria, yaitu menjaga agama, nyawa, keturunan, akal, kesehatan, menjaga dan melindungi kemulian serta kehormatan diri.


Adapun darurat tersebut memiliki syarat-syarat yang harus di penuhi diantaranya:
a. Darurat itu harus nyata bukan spekulatif atau imajinatif.
b. Tidak ada solusi lain yang ditemukan untuk mengatasi penderitaan kecuali hal tersebut.
c. Solusi itu (dalam hal ini risywah yang diambil) harus tidak menyalahi hak-hak sacral yang memicu pembunuhan, pemurtadan, perampasan harta atau bersenang-senang dengan sesama jenis kelamin.
d. Harus ada justifikasi kuat untuk melakukan rukhsoh / keringanan tersebut.
e. Dalam pandangan para pakar, solusi itu harus merupakan satusatunya solusi yang tersedia.

2. Untuk mengambil kewajiban dan hak yang hilang saat di dzalimi.
3. Tidak berlebihan dan menjadi kebiasaan.
4. Untuk Mendapatkan maslahah rojihah (riil) bukan dzoniyyah
(perkiraan).
5. Tidak menghalalkan hal tersebut, namun mengingkarinya dan senatiasa beristighfar dan berdoa kepada Allah karena pada dasarnya cara itu haram.

Itulah Arti Risywah dan Jenis-jenisnya, Istilah Bahasa Arab Terkait Suap Menyuap, Sogok Menyogok & Hukumnya. (lis/berbagai sumber)

Baca juga: Bahaya Menerima Amplop Serangan Fajar, Dicoblos atau tidak Dicoblos  Penjelasan Lengkap Dalil Hadits

Baca juga: Hukum Memberi Hadiah kepada Guru dalam Islam, Berdasarkan Penjelasan Ulama Lengkap Dalil Hadits

Baca juga: Lirik Syukron Syukron Wahai Guruku, Lagu Terima Kasih untuk Guru Penuh Makna, Pelita di Dalam Qalbu

Baca juga: Arti Allahumma La Tusallith Alaina Bidzunubina Man La Yakhafuka Wala Yarhamuna, Doa Memilih Pemimpin

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved