Breaking News

Berita Derap Nusantara

Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu Mampu Dorong Perekonomian Berkelanjutan

HHBK ini menjadi peluang besar bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesejahteraan mereka secara berkelanjutan.

|
Editor: Sri Hidayatun
DOKUMENTASI ANTARA
Hutan Indonesia adalah salah satu anugerah alam yang tidak ternilai harganya. Di dalamnya tersimpan tidak hanya kekayaan ekologi yang menjaga keseimbangan bumi, tetapi juga potensi ekonomi yang luar biasa. 

TRIBUNSUMSEL.COM,JAKARTA- Hutan di wilayah Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Unit VIII Hilir Sarolangun, Provinsi Jambi  mengelola hutan seluas 110.372 hektare.

Wilayah ini terdiri dari berbagai jenis tutupan lahan, termasuk hutan sekunder yang sempat mengalami penurunan luas sebesar 8.576 hektare (7,77 persen) antara tahun 2000 hingga 2019.

Untuk mengatasi penurunan jumlah tutupan dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi masyarakat sekitar hutan, dapat dilakukan salah satunya dengan mengoptimalkan keberadaan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

HHBK ini menjadi peluang besar bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesejahteraan mereka secara berkelanjutan.

Pengelolaan HHBK di wilayah ini pun bisa menjadi salah satu contoh nyata bahwa hutan Indonesia tidak hanya menghasilkan kayu, tetapi juga berbagai produk bernilai ekonomi tinggi yang mampu mengangkat perekonomian masyarakat sekitar dan menambah devisa negara.

Keanekaragaman HHBK di wilayah Sarolangun mencakup produk-produk seperti minyak kepayang, madu hutan, garam gunung, kembang semangkok, rotan, bambu, serai wangi, dan minyak sengkawang.

Setiap produk ini memiliki nilai tersendiri, baik sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat lokal maupun sebagai simbol kekayaan alam Indonesia yang harus dijaga.

Salah satu unggulannya adalah minyak kepayang, yang dikenal sebagai minyak goreng tanpa kolesterol, kaya omega-3 alami, dan bebas pestisida.

Selain itu, minyak ini diolah menjadi produk turunan seperti sabun, lotion, dan minyak urut "Kepayang Message," yang membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.

Selain kepayang, masyarakat lokal juga memproduksi garam gunung dari air asin alami yang kaya yodium.

Meski masih menggunakan metode tradisional, garam ini telah dipasarkan hingga Pulau Jawa. 

Dukungan teknologi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas produksinya.

Pemanfaatan madu hutan dari lebah Apis dorsata di kawasan ini juga mendukung keberlanjutan ekosistem.

Madu hutan yang dipanen secara lestari telah menjadi produk unggulan dengan kualitas yang tinggi.

Rotan dan bambu turut berkontribusi melalui berbagai kerajinan tangan hasil kelompok tani hutan, seperti tikar dan miniatur kapal pesiar. Usaha ini melibatkan ibu rumah tangga, sekaligus menjaga kelestarian hutan.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved