Berita Viral
Kisah Wiga Guru Honorer Sekolah Swasta, Ikhlas Digaji Rp200 Ribu Per Bulan, SPP Murid Cuma Rp5 Ribu
Melansir dari Tribunjatim.com, Rabu (9/10/2024) Wiga merupakan guru honorer di sekolah menengah pertama (SMP) swasta di Kecamatan Muncar, Kabupaten Ba
TRIBUNSUMSEL.COM -- Kisah guru bernama Wiga sempat memamerkan amplop gaji berisia uang Rp 200.000 ribu viral di media sosial.
Diketerangan video tersebut tertulis, "Alhamdulillah, semoga semua yang sudah kita kerjakan menjadi ladang barokah dan pahala untuk kita semua".
Melansir dari Tribunjatim.com, Rabu (9/10/2024) Wiga merupakan guru honorer di sekolah menengah pertama (SMP) swasta di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Sejak tahun 2021, Wiga mengajar mata pelajaran IPS dan PKN di sekolah yang berada di dekat rumahnya.
Wiga menceritakan pilihannya menjadi seorang pendidik.
Ia mengaku memilih jalan hidup sebagai pengajar karena prihatin dengan kondisi sekolah di daerahnya.
Menurut Wiga, sekolah tempat ia mengajar hanya memiliki 40 murid dengan 4 guru dan satu kepala sekolah.
Wiga pun menyadari dan tahu konsekuensi gaji yang ia terima tidak banyak saat memilih mengajar di sekolah tersebut.
"Sekolah tempat saya mengajar antara ada dan tiada. Padahal sekolahnya sudah lama, bahkan kakek saya dulu mengajar di sini. Papa saya dan keluarganya juga sekolah di sini," katanya.
"Saya tahu sejak awal gajinya Rp200.000. Enggak kaget karena memang jumlah siswanya minim," lanjut Wiga.
Wiga merintis karier sebagai pengajar bermula ketika dirinya menyelesaikan pendidikan SMA di Kabupaten Banyuwangi.
Ia kemudian kuliah dan menikah di Kota Malang.
Pada tahun 2021, ia dan keluarga kecilnya kembali ke Banyuwangi.
Suami Wiga mengajar sebagai guru honorer di SMA di Kabupaten Banyuwangi.
Awalnya Wiga memilih menjadi ibu rumah tangga yang mengurus dua anak.
Hingga akhirnya seorang kerabat yang melihat pendidikan Wiga, menawarkannya pekerjaan sebagai pengajar di SMP swasta di dekat rumahnya.
Menurut Wiga, di sekolah tersebut statusnya adalah guru honorer dan datanya tidak masuk dalam data pokok pendidikan (dapodik).
"Syaratnya memang dua tahun mengajar untuk masuk dapodik. Sempat ditawari. Tapi saya memilih untuk tidak, karena saya masih punya mimpi yang belum terwujud."
"Jika disebut relawan mengajar, ya bisa juga," kata ibu dua anak tersebut, melansir Kompas.com.
Saat pertama mengajar, Wiga mengaku kondisi sekolahnya sangat memperihatinkan karena sarana dan prasarana yang jauh dari kata layak.
"Kelas yang bisa digunakan hanya satu, jadi bergantian. Termasuk kursi-kursinya juga banyak yang rusak."
"Kalau hari pendek, ada yang belajar di kelas, di ruang guru dan perpustakaan," ujarnya.
Menurut Wiga, sebelum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), biasanya SMP akan memperkenalkan sekolahnya di SD-SD sekitar.
Namun tidak untuk sekolah tempat Wiga mengajar.
Saat PPDB berlangsung, dia akan mencari anak yang putus sekolah agar bisa melanjutkan pendidikan di tempatnya mengajar.
"Pertama kali mengajar, saya ajak anak tetangga. Saya datangi satu per satu agar mereka mau sekolah."
"Saya bilang enggak usah bayar seragam, enggak usah bayar apa-apa."
"Untuk SPP bisa bayar semampunya. Mau Rp 10.000, mau Rp 5.000 tidak masalah."
"Yang penting anak-anak mau sekolah," papar Wiga.
"Saya jemput, saya ajak sekolah karena sebelumnya memang berhenti setelah lulus SD."
"Ada juga murid saya yang jadi pengamen di jalan," kata Wiga sambil tersenyum.
Tak hanya itu, selama ini mereka juga tak menggelar upacara karena tak memiliki pengeras suara.
"Murid saya tanya, 'Bu kapan upacara?'. Saya jawab, 'Nanti ya kalau ada pengeras suara', karena memang pengeras suara yang lama sudah rusak," kata dia.
Selain itu, ia juga mengajarkan murid-muridnya menabung setiap hari Rp1.000 agar bisa digunakan untuk membayar biaya ijazah jika lulus SMP.
"Kenapa mewajibkan menabung Rp1.000 y, untuk kebutuhan mereka nanti saat lulus, karena sekarang banyak ijazah yang tidak diambil karena kendala ekonomi," kata dia.
Selama menjadi guru di SMP tersebut, Wiga mendapatkan banyak pengalaman, salah satunya adalah pendidikan yang tidak menjadi prioritas orang tua.
Selain itu banyak muridnya yang berasal dari keluarga yang kekurangan, baik kekurangan ekonomi dan kasih sayang.
Alasan tersebut yang menjadi dasar ia tetap mengajar, walau menerima gaji Rp200.000 per bulan.
"Saya ibu dengan dua anak dan menyadari bahwa pendidikan ini penting buat mereka. Dan mengajar adalah kebahagian buat saya," kata dia.
Tak hanya itu, setelah pandemi Covid-19, ia sempat terkejut saat tahu banyak siswa SMP yang ia ajar tak lancar membaca dan menulis.
"Sekolah ini kan memfasilitasi murid untuk belajar, di rumah nanti harus diulangi lagi dan ada peran orang tua. Tapi di sini peran orang tua sangat minim," kata dia.
Selain itu Wiga juga bercerita, gaji Rp200.000 yang didapatkan tak seluruhnya ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, tapi sebagian untuk siswanya.
"Kadang saya tanya butuh apa? Buku, tas atau sepatu atau jajan. Saya enggak bilang semua gaji untuk murid-murid saya, tapi sebagian memang untuk mereka," tutur Wiga.
Menurutnya, kebutuhan keluarga dipenuhi oleh penghasilan sang suami yang bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMA.
"Saya selalu berdoa agar suami diberikan rezeki yang cukup dan juga bisa lolos P3K. Doanya yaa," pungkas Wiga.
(*)
Akibat Rekam Majikan yang Baru Selesai Mandi, ART di Bekasi Terancam Dihukum 12 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Mirip Kasus Diplomat Arya Daru, Bocah SMP di Simalungun Tewas Wajahnya Tertutup Plastik |
![]() |
---|
Viral Pria Ngaku TNI di Bantaeng Tampar Pedagang Sayur Gegara Kibarkan Bendera One Piece |
![]() |
---|
Minta Maaf, Sudewo Bupati Pati Akhirnya Batalkan Kenaikan PBB 250 Persen usai Banyak Penolakan |
![]() |
---|
Bupati Pati Minta Maaf Usai Tantang 50 Pendemo Buntut Naikkan PBB 25 Persen: Saya Tidak Menantang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.