Seputar Islam

Hukum Menikahkan Pasangan yang Perempuannya Hamil Duluan dan Konsekuensinya, Penjelasan Gus Baha

nanti kalau lahirnya anak perempuan, ketika dia menikah, walinya nanti tidak bisa dengan bapaknya meskipun jelas-jelas bapaknya yang bersetubuh

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
tribunsumsel/lisma
Hukum Menikahkan Pasangan yang Perempuannya Hamil Duluan dan Konsekuensinya 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Banyak pertanyaan di masyarakat tentang hamil duluan sebelum nikah.  Bolehkah dinikahkan saja, dan apa konsekuensinya?

KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau dikenal dengan nama Gus Baha dalam tausiyahnya yang diunggah di platform media sosial ngaji online menjelaskan bahwa jika ada kasus hamil duluan kemudian pasangan ini minta dinikahkan. "Ya wes nikahkan," katanya

"Jadi ada jemaah saya, anaknya wes hamil, terus kawin.  Saya alu pesan (anak) anda tobatnya diterima Allah karena sudah nikah. Itu harus didukung, bagaimanapun dengan menikahkannya, menghilangkan zina kalau dia tetap berhubungan, kalau gak nikah kan (nanti) malah zina terus," kata Gus Baha.

Lebih lanjut Gus bha mengatakan "Ada kiyai yang mengatakan orang sudah nggak bener kok dinikahkan. Itu salah besar.  Malah harus cepat dinikahkan supaya hubungannya halal, tapi......"

Gus Baha menjelaskan konsekuensi akibat dari hamil duluan akan dialami si anak.
"Anak produk gelap ini nggak bisa dinasabkan ke bapaknya karena agama itu hanya ngakui nasab kalau akadnya sahih.

"Sehingga ini nanti kalau lahirnya anak perempuan, ketika dia menikah, walinya nanti tidak bisa dengan bapaknya meskipun jelas-jelas bapaknya yang bersetubuh, tapi walinya itu wali hakim"

 

Ada Tiga Pendapat

Dikutip dari sumber lain, Buya Yahya menjelaskan hukum menikah saat hamil duluan berdasarkan beberapa mazhab.

"Dalam mazhab kita Imam Syafii, dan madzhab Imam Maliki, Madzhab Imam Abu Hanifa, bahwa menikahnya orang yang hamil adalah sah," jelas Buya Yahya. "Kalau nanti setelah melahirkan enggak harus menikah lagi," lanjutnya. 

Menurut Buya Yahya dalam chanel youtubenya, mengulang pernikahan setelah melahirkan justru akan membongkar aib bahwa sebelumnya telah hamil akibat perbuatan zina. "Membongkar aib, kebodohan," tegas Buya Yahya. Sementara itu, menurut Imam Ahmad pernikahan saat hamil duluan itu tidak sah. "Memang Imam Ahmad mengatakan tidak sah, karena menurut madzhab Imam Ahmad bahwa kandungan adalah penghalang pernikahan," ungkap Buya Yahya.

 "Sementara madzhab jumhur mengatakan kandungan yang menjadi penghalang adalah yang ada bapaknya," sambungnya. Menurut madhzab Imam Syafii, wanita yang punya kandungan dari suaminya ditunggu sampai melahirkan. Misalnya, seorang wanita bercerai dan kemudian diketahui sedang hamil dari suaminya. Maka perlu menunggu sampai lahir anak tersebut sebelum diperbolehkan untuk menikah lagi.

Namun jika kasusnya hamil di luar nikah, maka menurut Buya Yahya boleh menikah tanpa menunggu lahir anak tersebut.   "Kalau tidak ada suaminya maka pernikahannya adalah sah," jelas Buya Yahya. Lantas bagaimana nasab anak yang lahir dari kehamilan di luar nikah? "Ini panjang," kata Buya Yahya.

Menurut Buya Yahya, perlu dilihat kasus kehamilannya. Misalnya baru hamil 3 bulan setelah menikah kemudian lahir, maka jelas itu tidak bisa dinisbatkan kepada ayahnya. "Perempuan tersebut tidak bisa dinisbatkan kepada bapaknya, karena tiga bulan dinikahi lahir," ujar Buya Yahya.

Jika kemudian anak tersebut sudah besar dan ingin menikah, tidak perlu bingung kata Buya Yahya karena ada yang namanya wali hakim. Namun wali hakim atau kiai yang dimintai tolong nantinya harus bijak dan tak boleh membongkar aib bahwa anak tersebut adalah hasil hubungan di luar nikah.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved