Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior

Putu Tewas Ditangan Senior STIP, Tangis Nengah Pecah Baca Catatan Sang Putra : Jadi Teladan Adik

Tangis Ni Nengah Rusmini pecah saat membaca isi catatan Putu Satria Ananta Rasika (19) putranya tewas ditangan senior di sekolah tinggi ilmu pelayaran

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Moch Krisna
Kompas/Wartakota
Ni Nengah Rusmin Ibunda Putu Satria Ananta Rastika Mahasiswa STIP Jakarta Tewas Ditangan Senior 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Tangis Ni Nengah Rusmini pecah saat membaca isi catatan Putu Satria Ananta Rasika (19) putranya tewas ditangan senior di sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) Jakarta.

Ni Nengah Rusmni begitu terpukul saat menemukan catatan yang ditulis di secarik kertas oleh putranya sebelum tewas.

Dalam catatan tersebut, Putu Satria mengungkapkan harapan dan cita-citanya.

"Saya orang yang mudah bergaul dan beradaptasi, kekurangan saya pelupa.

Saya dilahirkan untuk mengangkat derajat keluarga.

Tugas saya di keluarga adalah memberikan contoh kepada adik-adik saya.

Tugas saya kepada negara, adalah mengabdi dan membangun bangsa ini.

Sebelum tewas dianiaya senior di STIP Jakarta,Putu Satria Ananta(19) menuliskan harapan dan cita-cita di cacatannya, ingin mengangkat derajat keluarga
Sebelum tewas dianiaya senior di STIP Jakarta,Putu Satria Ananta(19) menuliskan harapan dan cita-cita di cacatannya, ingin mengangkat derajat keluarga (Tribun Bali/Eka Mita Suputra)

Tugas saya untuk diri sendiri adalah, menjadi seseorang yang bermanfaat pada lingkungan."

Demikian catatan Putu Satria yang ia tulis dengan tulisan tangan.

Membaca catatan itu, Nengah Rusmini tak kuasa menahan tangis.

Perasaanya begitu terluka, membaca catatan sang putra yang memiliki motivasi untuk mengangkat derajat keluarga, hingga menjadi contoh tauladan bagi adik-adiknya.

"Catatan ini baru saja saya baca. Saya dapat buku ini di kamar Rio (panggilan akrab Putu Satria). Saya berpikir, berarti apapun yang saya kasi tau, dijadikan motivasi oleh anak saya," ungkapnya sembari terisak, dilansir dari Tribunbali.com

Disisi lain, foto masa kecil Putu Satria masih terpajang di tembok rumahnya.

"Ini foto Rio, saat usia 4 tahun. Tangannya saat itu patah. Dia anak yang sangat bersemangat," ujarnya sembari menatap foto yang terpasang di kamar putranya itu, Rabu 8 Mei 2024.

Ibu dari Putu Satria, Ni Nengah Rusmini saat memeluk foto sang putra di ditemui di rumah duka di Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung, Rabu 8 Mei 2024

Kamar Putu Satria saat itu tampak rapi. Beberapa pakaiannya telah dikemas oleh sang ibu, untuk dibawa pada saat upacara pengabenan yang rencana akan dilaksanakan, Jumat 10 Mei 2024.

Di atas meja, laptop milik Putu Satria terpajang rapi.

Demikian foto-foto Putu Satria dari kecil hingga foto saat Satria telah menjadi taruna di STIP Jakarta.

Ibu dari tiga anak itu benar-bebar berusaha tegar, saat memandangi barang-barang milik sang putra.

Namun kesedihan kembali teraut dari wajahnya, saat sembari menatapi foto putranya tersenyum saat masih balita.

"Anak saya ini memang dari kecil suka foto bergaya," kenang Nengah Rusmini.

Ia lalu menunjukan seragam Putu Satria ketika SMA.

Seragam itu sudah penuh coretan saat perayaan kelulusan.

Mulai dari kesan-kesan, hingga gambaran knalpot sepeda motor.

Selama ini Putu Satria memang dikenal memiliki kegemaran dengan motor dua rak.

"Baju ini tidak boleh diambil atau ditaruh ke bawah kata Rio. Ini kenang-kenangannya saat SMA," ungkapnya.

Kini semua itu hanya jadi peninggalan dari Putu Satria unutk keluarga yang ditinggalkan.

Tersangka Baru Penganiayaan Putu

Kasus penganiayaan maut yang menewaskan taruna tingkat 1 STIP Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19) berlanjut.

Bahkan kini terkuak 3 sosok tersangka baru senior yang aniaya juniornya di STIP Jakarta.

'Jangan Nakal' Pesan Ibu Tegar Sebelum Anak Aniaya Junior STIP Hingga Tewas, Tenangkan Diri Kecewa (Dok Humas Polres Metro Jakarta Utara / Tribun News)
Selain tersangka Tegar Rafi Sanjaya (21), polisi mengungkap 3 sosok lain yang ikut berperan melakukan penganiayaan maut yang menewaskan Putu Satria, taruna tingkat 1 STIP Jakarta.

Ketiga tersangka baru, yakni KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.

Tersangka FA alias A dalam kasus ini berperan memanggil korban Putu bersama rekan-rekannya dari lantai 3 untuk turun ke lantai 2.

Saat kejadian, FA memanggil korban Putu bersama empat rekannya dari lantai 3 ke lantai 2, lantaran menganggap kelima juniornya itu melakukan kesalahan karena memakai baju olahraga ke ruang kelas di hari Jumat.

"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi, salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan 'Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!'," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, Rabu (8/5/2024) malam dilansir dari Tribun Jakarta.

"Jadi turun dari lantai 3 ke lantai 2. Lalu FA juga berperan menjadi pengawas ketika kekerasan eksesif terjadi di depan pintu toilet dan ini dibuktikan dari CCTV kemudian keterangan para saksi," sambungnya.

Parahnya, tersangka WJP berperan memprovokasi tersangka Tegar untuk melakukan pemukulan terhadap korban Putu.

WJP juga meminta Putu untuk tidak mempermalukan dirinya dan harus kuat menerima pukulan.

"Saudara W mengatakan 'Jangan malu-maluin CBDM, kasih paham'. Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," papar Gidion.

Yang terakhir, tersangka KAK merupakan taruna tingkat 2 yang menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan pertama.

"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS, dengan mengatakan "adikku aja nih, mayoret terpercaya.

Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," jelas Kapolres.

Sedangkan WJB, saat itu meminta Putu agar tidak mempermalukan dirinya. Ia mengatakan agar korban harus kuat menerima pukulan.

Tersangka FA, berperan menjadi pengawas saat kekerasan eksesif terjadi di depan pintu toilet.

Adapun penetapan tersangka tambahan terhadap ketiga senior korban itu, dilakukan usai polisi mengumpulkan barang bukti antara lain rekaman CCTV hingga hasil visum korban.

Atas perbuatannya, keempat tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara.

Tegar dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat, sementara ketiga rekan seangkatannya dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.

"Ancaman hukumannya sama konstruksi pasal kemarin ya. Hanya mungkin perbedaan di pembelaan atau mungkin ada pemberatan atau pengurangan tambahan karena pasal 55," kata Gidion.

"(Ancaman hukuman terhadap tiga tersangka baru) masih 15 tahun," sambung Gidion.

Dicopot Dari Taruna STIP

Tersangka Tegar kini dicopot dari status taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP).

"Untuk terduga taruna pelaku, BPSDM Perhubungan akan langsung mencopot statusnya sebagai taruna agar tidak mengganggu proses hukum," kata Kepala Bagian Umum Sekretariat BPSDMP Ariandy Samsul B, dalam keterangannya, Sabtu (4/5/2024).

Sementara itu, Ariandy menambahkan manajemen kampus juga bertanggung jawab dan kooperatif terhadap proses penyidikan yang dilaksanakan kepolisian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dia mengimbau kampus lainnya meningkatkan pengawasan secara ketat terkait kegiatan taruna.

"Ini untuk mencegah terulangnya kejadian sesuai peraturan pola pengasuhan,” ujarnya.

CCTV Detik-detik Putu Satria Tewas Dianiaya Tegar Senior STIP Jakarta

Sebelumnya, rekaman CCTV yang memperlihatkan detik-detik Putu Satria Ananta Rustika (19) mahasiswa di sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) Jakarta pingsan usai dianiaya senior beredar.

Dalam video tersebut, Putu kondisi sudah tak sadarkan diri terlihat dibopong oleh lima orang taruna.

Adapun salah seorang taruna yang ikut membopong yakni Tegar Rafi Sanjaya (21) kini ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan.

Tampak situasi di sekitar pada saat itu terdapat beberapa taruna STIP lainnya, namun mereka terlihat hanya halu lalang begitu saja.

Adapun terkait hal ini sebelumnya polisi juga telah menerangkan mengenai kronologi sebelum, sesaat dan setelah insiden penganiayaan yang dialami oleh Putu Satria pada Jum'at (3/5/2024) pagi lalu.

Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, AKBP Hady Saputra Siagian menjelaskan, saat itu, mahasiswa tingkat dua sedang ada kegiatan belajar mengajar.

Sedangkan, mahasiswa tingkat satu tengah berkegiatan olahraga.

Korban bersama keempat teman sejawatnya hendak menuju ke kamar asrama untuk memanggil rekan-rekannya yang tertinggal atau tidak mengikuti kegiatan olahraga.

Namun, saat hendak kembali untuk mengikuti kegiatan olahraga, korban bersama keempat rekannya bertemu dengan empat orang senior tingkat dua.

Para senior itu mengajak lima orang juniornya ke toilet lantaran melihat korban dan keempat temannya melakukan kesalahan lantaran mengenakan pakaian olahraga.

"Begitu turun, ketemu sama tingkat dua, mungkin ada yang salah, silihatnya menggunakan pakaian olahraga, dipanggil senior-seniornya itu," kata Hady, Sabtu (4/5/2024) lalu.

"Diajak (senior), 'ayo ikut saya'. Ketika bertemu antara taruna tingkat satu dengan taruna senior tingkat dua, melihat ada yang salah, (junior) suruh ikut ke kamar mandi," tambah Hady.

Selanjutnya, lima orang junior termasuk korban berada di dalam toilet bersama empat orang senior.

Saat itu, tersangka Tegar Rafi Sanjaya (21) sempat menyampaikan kalimat 'mana yang paling kuat?' kepada para juniornya.

Kemudian, korban yang merasa bahwa dia adalah ketua kelompok dari mahasiswa tingkat satu mengatakan, 'saya yang paling kuat'. Setelah itu penindakan dari senior terhadap juniornya terjadi.

"Penindakan yang dilakukan ini menggunakan kekerasan tangan kosong, tidak menggunakan alat apa-apa, jadi pemukulan menggunakan tangan kosong," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, kepada wartawan, Sabtu malam.

Adapun tindakan kekerasan dilakukan secara eksesif dan berakibat fatal.

Sekira pukul 07.55 WIB, korban menjadi orang pertama yang mendapatkan pemukulan dari tersangka.

Gidion mengatakan, pemukulan di bagian ulu hati korban dilakukan sebanyak 5 kali. Hal tersebut berlangsung hingga korban pingsan dan terjatuh.

Karena panik, para senior alias mahasiswa tingkat dua STIP Jakarta itu meminta empat orang mahasiswa tingkat satu keluar dari toilet.

"Di kamar mandi itu ada 5 orang (junior), korban adalah yang mendapatkan pemukulan pertama dan yang empat (rekannya) belum sempat (ditindak senior)," ucapnya.

Mengetahui korban pingsan, tersangka bersama beberapa rekan satu tingkatnya panik dan membawa korban ke ruang kelas, yang berada di samping toilet tempat kejadian perkara (TKP).

Ia mengatakan, tersangka melakukan penyelamatan dengan memasukkan tangan di bagian mulut, sehingga mengakibatkan organ vital korban tidak mendapatkan asupan oksigen.

"Menurut tersangka nih ya, penyelamatan (dengan cara) memasukkan tangan di mulut untuk menarik lidahnya. Tapi itu justru yang menutup saluran (pernapasan), korban meninggal dunia," jelas Gidion.

(*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved