Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior

Alumni Ungkap Senioritas di Kampus STIP Jakarta, Wajib Panggil Kakak Tingkat 'Nior' Meski di Luar

Pengakuan salah satu alumni taruna laki-lakid di STIP yang pernah mendapatkan tindak kekerasan. diwajibkan memanggil kakak tingkatnya 'Nior'

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Kompas.com
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Cilincing, Jakarta Utara. Pengakuan salah satu alumni taruna laki-lakid di STIP yang pernah mendapatkan tindak kekerasan. diwajibkan memanggil kakak tingkatnya 'Nior' 

TRIBUNSUMSEL.COM- Sekolah Ilmu Tinggi Pelayaran (STIP) di Jakarta kini jadi sorotan setelah mencuat kasus penganiayaan yang menewaskan salah satu taruna, Putu Satria Ananta Rustika (19).

Putu Satria Ananta Rustika tewas mengalami lebam pada bagian ulu hati usai dihabisi TRS di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (3/5/2024) pagi.

Adapun pelaku merupakan Tegar Rafi Sanjaya alias TRS(21), seniornya sendiri di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta.

Baca juga: Pemicu TRS, Senior Taruna STIP Aniaya Putu Satria Hingga Tewas, Tantang Siapa yang Paling Berani

Rupanya, kasus senioritas melakukan perundungan terhadap juniornya ini sudah lama terjadi di kampus tersebut.

Melansir dari Kompas.com, Selasa (7/5/2024) seperti pengakuan salah satu alumni taruna laki-laki yang pernah mendapatkan tindak kekerasan.

Arman bukan nama sebenarnya mengungkapkan bahwa taruna tingkat satu diwajibkan memanggil kakak tingkatnya dengan sebutan 'nior'.

“Kita di sana panggilnya nior, harus nior. Maksudnya itu senior. Itu berlaku untuk tingkat satu,” kata Arman saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (7/5/2024).

Kata dia, panggilan 'nior' ini tidak hanya berlaku untuk mereka saat berada di dalam kawasan STIP saja.

“Dan itu pun berlaku ketika sudah lulus atau di luar STIP. Misalnya, ‘Nior, bagaimana kabarnya?’. Panggilnya itu tetap senior,” ucap Arman.

Arman yang hanya delapan bulan mengemban pendidikan di STIP Jakarta tidak menampik bahwa ada perpeloncoan di sekolah kedinasan tersebut.

Sebab, dia juga pernah merasakannya.

Suatu ketika, Arman dan dua temannya tiba-tiba saja dibawa oleh senior untuk dimasukkan ke dalam ruang kelas taruna tingkat dua.

Mereka difitnah atas tindakan yang Arman rasa tidak pernah dilakukan olehnya.

“Ulu hati saya dipukul di ruang kelas tingkat dua. Mereka enggak keroyokan, tapi bergilir. Taruna tingkat dua yang lain, ya jadi kompor, kayak, ‘woi, ngaku lu!’” kata Arman.

Baca juga: Inilah Tampang TRS, Senior Taruna STIP yang Aniaya Juniornya Putu Hingga Tewas, Ditetapkan Tersangka

Meski sudah dicecar, Arman dan teman-temannya tetap teguh pada pendirian bahwa mereka tidak seperti apa yang dituduhkan taruna tingkat dua.

“Sampai akhirnya, teman saya itu sudah enggak kuat. Kalau enggak salah, saya dipukul lebih dari lima kali. Itu ulu hati doang,” ucap Arman.

Dari beberapa pukulan tersebut, Arman menganggap salah satu bogem mentah yang mengarah ke ulu hatinya itu sangat keras. Sebab, kancing seragamnya pada saat itu sampai pecah.

“Itu pukulan terkerasnya atau apa ya, dia pukul dan kancing seragam saya pecah. Dia panik kenapa bisa sampai pecah. Karena kancing seragam itu enggak boleh ada yang pecah,” ujar Arman.

“Kalau ketahuan, pasti ditanya sama pengawas, 'ke mana kancingnya?'. Nah, saya enggak boleh bilang habis dipukul lalu pecah. Bilang saja copot atau apa gitu,” tambah Arman.

Mengenal Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta (STIP) Jakarta, viral mahasiswa tewas dianiaya senior.
Mengenal Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta (STIP) Jakarta, viral mahasiswa tewas dianiaya senior. (Tribunnews.com/Kompas.com)

Arman memastikan, setiap kelas dan sudut STIP disebut terpasang kamera CCTV.

Namun, para taruna tingkat dua ini memanfaatkan "blind spot" CCTV untuk memelonco adik tingkatnya, salah satunya adalah yang Arman alami.

"Jadi, liciknya, mereka pukul tingkat satu dengan mepepet ke pintu. Itu titik buta CCTV. Satu asrama itu ada CCTV, mereka sudah tahu blind spot CCTV," pungkas Arman.

Karena teman Arman sudah tidak kuat dengan pukulan tersebut, akhirnya senior menyudahi dan mengarahkan para taruna tingkat satu untuk kembali ke kamar masing-masing.

“Saya balik ke dormi (asrama) lalu menjahit sendiri. Saya kanibalkan kancing seragam yang lain. Sorenya, kami tingkat satu dipanggil untuk ke dormi tingkat dua dan tingkat empat, disuruh bersih-bersih,” pungkas Arman.

Rekaman CCTV

Rekaman CCTV yang memperlihatkan detik-detik Putu Satria Ananta Rustika (19) mahasiswa di sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) Jakarta pingsan usai dianiaya senior beredar.

Dalam video tersebut, Putu kondisi sudah tak sadarkan diri terlihat dibopong oleh lima orang taruna.

Adapun salah seorang taruna yang ikut membopong yakni Tegar Rafi Sanjaya (21) kini ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan.

Tampak situasi di sekitar pada saat itu terdapat beberapa taruna STIP lainnya, namun mereka terlihat hanya halu lalang begitu saja.

Adapun terkait hal ini sebelumnya polisi juga telah menerangkan mengenai kronologi sebelum, sesaat dan setelah insiden penganiayaan yang dialami oleh Putu Satria pada Jum'at (3/5/2024) pagi lalu.

Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, AKBP Hady Saputra Siagian menjelaskan, saat itu, mahasiswa tingkat dua sedang ada kegiatan belajar mengajar.

Baca juga: Habisi Nyawa Junior di STIP, Tegar Sempat Dinasehati Ibu Sebelum Kejadian : Jangan Nakal Sama Teman

Sedangkan, mahasiswa tingkat satu tengah berkegiatan olahraga.

Korban bersama keempat teman sejawatnya hendak menuju ke kamar asrama untuk memanggil rekan-rekannya yang tertinggal atau tidak mengikuti kegiatan olahraga.

Namun, saat hendak kembali untuk mengikuti kegiatan olahraga, korban bersama keempat rekannya bertemu dengan empat orang senior tingkat dua.

Para senior itu mengajak lima orang juniornya ke toilet lantaran melihat korban dan keempat temannya melakukan kesalahan lantaran mengenakan pakaian olahraga.

"Begitu turun, ketemu sama tingkat dua, mungkin ada yang salah, silihatnya menggunakan pakaian olahraga, dipanggil senior-seniornya itu," kata Hady, Sabtu (4/5/2024) lalu.

"Diajak (senior), 'ayo ikut saya'. Ketika bertemu antara taruna tingkat satu dengan taruna senior tingkat dua, melihat ada yang salah, (junior) suruh ikut ke kamar mandi," tambah Hady.

Selanjutnya, lima orang junior termasuk korban berada di dalam toilet bersama empat orang senior.

Saat itu, tersangka Tegar Rafi Sanjaya (21) sempat menyampaikan kalimat 'mana yang paling kuat?' kepada para juniornya.

Kemudian, korban yang merasa bahwa dia adalah ketua kelompok dari mahasiswa tingkat satu mengatakan, 'saya yang paling kuat'. Setelah itu penindakan dari senior terhadap juniornya terjadi.

"Penindakan yang dilakukan ini menggunakan kekerasan tangan kosong, tidak menggunakan alat apa-apa, jadi pemukulan menggunakan tangan kosong," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, kepada wartawan, Sabtu malam.

Adapun tindakan kekerasan dilakukan secara eksesif dan berakibat fatal.

Sekira pukul 07.55 WIB, korban menjadi orang pertama yang mendapatkan pemukulan dari tersangka.

Gidion mengatakan, pemukulan di bagian ulu hati korban dilakukan sebanyak 5 kali. Hal tersebut berlangsung hingga korban pingsan dan terjatuh.

Karena panik, para senior alias mahasiswa tingkat dua STIP Jakarta itu meminta empat orang mahasiswa tingkat satu keluar dari toilet.

"Di kamar mandi itu ada 5 orang (junior), korban adalah yang mendapatkan pemukulan pertama dan yang empat (rekannya) belum sempat (ditindak senior)," ucapnya.

Mengetahui korban pingsan, tersangka bersama beberapa rekan satu tingkatnya panik dan membawa korban ke ruang kelas, yang berada di samping toilet tempat kejadian perkara (TKP).

Ia mengatakan, tersangka melakukan penyelamatan dengan memasukkan tangan di bagian mulut, sehingga mengakibatkan organ vital korban tidak mendapatkan asupan oksigen.

"Menurut tersangka nih ya, penyelamatan (dengan cara) memasukkan tangan di mulut untuk menarik lidahnya. Tapi itu justru yang menutup saluran (pernapasan), korban meninggal dunia," jelas Gidion.

Polisi Tetapkan Tersangka

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menegaskan, dalam kasus tersebut pihaknya telah menetapkan satu tersangka yakni Tegar Rafi Sanjaya (21).

TRS muncul mengenakan baju oranye tahanan dan wajah tertutup setengah menggunakan masker.

Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, pihaknya telah memeriksa sebanyak 36 orang, yang di antaranya merupakan taruna dan pengasuh di STIP, dokter dan ahli.

Pihaknya telah mempelajari rekaman CCTV yang ada.

"Maka kami menyimpulkan tersangka tunggal di dalam peristiwa ini yaitu TRS. Salah satu taruna STIP Cilincing tingkat 2," kata Gidion, kepada wartawan di kantor Polres Metro Jakarta Pusat, Sabtu (4/5) malam, dilansir dari Kompas.com.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 3380 jo subsider 351 ayat 3 dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun.

Tak hanya itu, pelaku kini dicopot dari status taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP).

"Untuk terduga taruna pelaku, BPSDM Perhubungan akan langsung mencopot statusnya sebagai taruna agar tidak mengganggu proses hukum," kata Kepala Bagian Umum Sekretariat BPSDMP Ariandy Samsul B, dalam keterangannya, Sabtu (4/5/2024).

Sementara itu, Ariandy menambahkan manajemen kampus juga bertanggung jawab dan kooperatif terhadap proses penyidikan yang dilaksanakan kepolisian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dia mengimbau kampus lainnya meningkatkan pengawasan secara ketat terkait kegiatan taruna.

"Ini untuk mencegah terulangnya kejadian sesuai peraturan pola pengasuhan,” ujarnya.

Selain itu, Polres Metro Jakarta Utara juga buka peluang bakal menetapkan tersangka baru dalam kasus tewasnya taruna STIP Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika oleh seniornya.

Pasalnya kata dia, saat ini penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara masih terus mengumpulkan sejumlah fakta lainnya guna mendalami kasus yang menewaskan taruna asal Bali tersebut.

"Saya sampaikan, penyidikan kan tidak kita menetapkan satu tersangka tunggal kemarin bukan kemudian final ya, kita menutup semua akses penyidikan, tidak," tegas Gidion kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (7/5/2024).

Pasalnya menurut eks Kapolres Metro Bekasi Kota itu, apabila nantinya penyidik menemukan fakta baru yang menguatkan adanya tindak pidana, maka tak menutup kemungkinan tersangka bakal bertambah.

Kendati demikian ia menerangkan, saat ini perlu adanya pembuktian menyeluruh serta bantuan dari sejumlah ahli guna menentukan apakah ada tersangka lain atau tidak dalam perkara tersebut.

"Kalau ada temuan fakta fakta baru kemudian dari konteks triangel evidencenya kuat ya tidak menutup kemungkinan (bakal menetapkan tersangka baru)," ucapnya.

"Ya tapi kan kita harus kembali lagi pada pembuktian, dan kita minta pendapat beberapa ahli terkait pembuktian," pungkas Gidion.

(*)

Baca berita lainnya di google news

Artikel telah tayang di Tribunnews.com 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved