Mata Lokal Memilih

Reaksi Anies Baswedan Soal Pernyataan Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pilpres

Pernyataan presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kepala negara boleh kampanye dan memihak di pilpres turut ditanggapi Anies Baswedan selaku calon preside

|
Editor: Moch Krisna
(KOMPAS.com/FABIAN JANUARIUS KUWADO)
Joko Widodo dan Anies Baswedan. Foro diambil pada 22 Juli 2014. 

"Ya boleh saja saya kampanye, tapi yang penting tidak gunakan fasilitas negara," tuturnya.

UU Pemilu membolehkan

Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur daftar pejabat negara yang tidak boleh dilibatkan sebagai pelaksana/tim kampanye pemilu.

Hal itu termuat dalam Pasal 280 ayat (2) dan (3). Dalam daftar itu, tidak ada presiden, menteri, maupun kepala daerah.

Pejabat-pejabat negara yang dilarang terlibat sebagai pelaksana/anggota tim kampanye itu meliputi:

Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;

  • Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  • gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
  • direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMN/BUMD
  • pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
  • aparatur sipil negara (ASN);
  • anggota TNI dan Polri
  • kepala desa;
  • perangkat desa;
  • anggota badan permusyawaratan desa.

Sanksi

Pejabat negara pada huruf a sampai d yang terbukti terlibat sebagai pelaksana/anggota tim kampanye diancam pidana maksimum dua tahun penjara dan denda Rp 24 juta.

Sementara itu, pejabat negara pada huruf f sampai j diancam pidana maksimum satu tahun penjara dan denda Rp 12 juta. Kepala desa pun bisa dikenakan pidana yang sama bila melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye juga dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan/tertulis.

Hal itu termuat dalam Pasal 29 dan 30 serta 51 dan 52 UU Desa.

Jika sanksi administratif itu tak dilaksanakan, maka mereka bisa diberhentikan sementara dan dilanjutkan dengan pemberhentian.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Desa tidak mengatur ketentuan maupun sanksi untuk kepala daerah yang terlibat kampanye pemilu.

(*)

 

Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved