seputar islam

Masa Muda Rasulullah SAW dan Spirit Pemuda yang Setia Mendampingi Perjuangan Nabi, Sebuah Hikmah

Muhammad muda sudah menjadi sosok yang rajin, ulet, etos kerja tinggi dan sudah mampu mendapatkan kepercayaan, sehingga mendapat gelar Al Amin

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
Grafis MG Tribunsumsel.com/Dimas/Rafli
Masa muda Rasulullah SAW dan spirit pemuda dan pemudi yang setia mendampingi perjuangan Nabi, sebuah hikmah. 


“Seseorang di antara kamu membungkus seikat kayu bakar lalu dibawa di atas pundaknya, kemudian menjualnya, itu lebih baik baginya daripada meminta-minta pada seseorang, yang akan memberinya atau menolaknya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Selain mengembala kambing dan berniaga, Rasulullah juga berhasil mendirikan Hilful Fudhul saat beliau masih muda (sebagian meriwayatkan usia Nabi kala itu 15 tahun, sementara yang lainnya mengatakan 20 tahun). Hilful Fudhul adalah sebuah lembaga yang bertujuan untuk orang-orang miskin dan mereka yang teraniaya serta menegakkan keadilan.


Nabi Muhammad berhasil mengubah tatanan yang jahiliyyah itu menuju tatanan yang lebih berperadaban, damai dan rukun, terutama tatanan ekonomi dan tatanan sosial


Masa Muda Sahabat Nabi
Selain masa muda Rasulullah yang menginspirasi, masa muda para sahabat juga demikian. Dalam perjalanan dakwah, Nabi Muhammad banyak mendapat dukungan dan kekuatan dari para sahabat yang muda-muda.

Di antaranya, ada Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Asma’ binti Abu Bakar, dan lain sebagainya.


Abu Bakar as-Shiddiq Abu Bakar masuk Islam pada usia 37 tahun. Dalam usianya yang masih muda itu, ia dedikasikan untuk mendukung langkah dakwah Rasulullah. Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan laki-laki merdeka dan terpandang.

Saking besar jasa Abu Bakar, sampai-sampai ia menjadi sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah. Dalam satu hadits dijelaskan,

أنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بَعَثَهُ علَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلَاسِلِ، فأتَيْتُهُ فَقُلتُ: أيُّ النَّاسِ أحَبُّ إلَيْكَ؟ قَالَ: عَائِشَةُ، فَقُلتُ: مِنَ الرِّجَالِ؟ فَقَالَ: أبُوهَا، قُلتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ عُمَرُ بنُ الخَطَّابِ، فَعَدَّ رِجَالًا .

Artinya: “Nabi Muhammad saw mengutus ‘Amr bin ‘Ash beserta pasukan Dzatus Salasil. Lalu aku (‘Amr) mendataingi Nabi dan bertanya kepadnya, ‘Siapakah orang yang paling engkau cintai?’ Nabi menjawab, ‘Aisyah’. Aku (‘Amr) bertanya lagi, ‘Dari kalangan laki-laki?’ Nabi menjawab, ‘Ayahnya (Abu Bakar)’. ‘Siapa lagi?’ ‘Umar bin al-Khattab’. Lalu nabi menyebutkan beberapa orang laki-laki. (HR Bukhari).

Ali bin Abi Thalib Ali bin Abi Thalib masuk Islam dalam usianya yang kesepuluh tahun. Masa mudanya juga didedikasikan betul untuk memperjuangkan dakwah Islam. Salah satu peristiwa penting yang pernah Ali lakukan adalah saat ia menyamar sebagai Rasulullah demi menyelamatkan nyawa baginda dari incaran kaum kafir Quraisy.

Dikisahkan, waktu telah menunjukkan petang. Sementara di luar pintu rumah Nabi telah berkumpul sekelompok pemuda Quraisy, lengkap dengan pedang masing-masing untuk membunuh Rasulullah. Nabi yang menyadari hal itu, menyuruh Ali untuk menyamar menjadi dirinya, menggantikannya di tempat tidur yang biasa Rasulullah gunakan. “Tidurlah di tempat tidurku dan berselimutlah dengan jubah Hadrami milikku.

Niscaya mereka tidak akan melukaimu,” kata Nabi.
Berkat keberanian Ali ini, Rasulullah terbebas dari rencana pembunuhan itu. Ali pun dijuluki Rasulullah sebagai pemuda pertama yang menjadi tebusan nyawa Nabi. (Muhammad Abu Syahbah, as-Sîrah an-Nabawiyah fî Dhau’il Qur’âni was Sunnah, [Maktabah Syamilah], juz I, h. 475).


Asma’ binti Abu Bakar Jika di atas sudah penulis sebutkan contoh sahabat laki-laki, sekarang adalah sahabat perempuan yang juga mendedikasikan masa mudanya untuk dakwah Islam.
Ia adalah Asma’ binti Abu Bakar. Ia merupakan sosok pemudi yang pemberani.

Banyak kisah keberaniannya, salah satuanya adalah saat malam hari, ia sendirian secara diam-diam mengirimi makanan untuk Rasulullah dan Abu Bakar di tempat persembunyiannya, Gua Tsur.


Padahal, kondisi saat itu sangat genting. Sekali saja ia terpergoki, habis sudah nyawanya. Shafyurrahman al-Mubarakfuri dalam Rahiq al-Makhtum mengisahkan, suatu ketika Asma’ diinterogasi Abu Jahal tentang tempat persembunyian ayahnya bersama Rasulullah yang saat itu berada di Gua Tsur.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved