Berita OKI

Sepi Pembeli, Pengrajin Tikar Purun Khas Pedamaran OKI Tetap Bertahan Demi Cari Rejeki

Sepi Pembeli, Pengrajin Tikar Purun Khas Pedamaran OKI Tetap Bertahan Demi Cari Rejeki

TRIBUNSUMSEL.COM/WINANDO DAVINCHI
Tanaman purun yang tumbuh dilahan gambut, banyak dimanfaatkan oleh kamu wanita di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk dijadikan anyaman tikar. 

TRIBUNSUMSEL.COM, KAYUAGUNG -- Tanaman purun yang tumbuh dilahan gambut, saat ini banyak dimanfaatkan oleh ibu rumah tangga dan kamu wanita di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk dijadikan anyaman tikar.

Dimana pembuatan anyaman tikar menggunakan tangan ini sudah ada turun temurun dari nenek moyang sampai dengan sekarang.

Salah satu pengrajin yang masih bertahan, Zubaidah warga Desa Pedamaran 6 mengatakan tinggal tersisa beberapa keluarga saja yang masih membuat tikar purun dan  dijadikan mata pencaharian.

"Walaupun sekarang peminat tikar yang semakin berkurang dan penjualan semakin sulit. Tetapi masyarakat Pedamaran akan terus membuat tikar karena itu merupakan warisan dari leluhur," ujarnya saat dihubungi Tribunsumsel.com pada Minggu (24/9/2023) sore.

Baca juga: Kemendagri Ungkap Sosok Pj Gubernur Sumsel Pengganti Herman Deru, Tinggal Tunggu Keppres

Pengrajin Tikar Purun Khas Pedamaran OKI
Kerajinan tikar purun khas Pedamaran Kabupaten OKI, Sumsel yang kini mulai sepi pembeli.

Menurutnya di era kemajuan teknologi seperti sekarang, pengrajin tikar mengeluhkan semakin sulitnya menjual produk tikar anyaman.

Sebab semakin banyak orang yang beralih menggunakan alas bahan karpet dan plastik yang cenderung lebih bagus dan dapat mempercantik tampilan rumah.

"Kalau dulu masih dalam proses penganyaman saja, pengepul (pembeli) sudah datang kerumah dan memberi uang panjer. Sekarang ini penjualan macet, jarang ada pembeli. Seperti contohnya disini ada 125 lembar tikar yang sudah jadi, tetapi belum ada yang membeli," jelasnya, jika tikar modern berbahan plastik yang saat ini lebih diminati.

Diceritakan kegiatan membuat tikar purun sudah dilakukannya sejak puluhan tahun lalu, berawal dari ajaran orangtuanya ketika itu masih duduk di bangku sekolah dasar.

"Dari umur 8 tahun sudah diajarkan oleh orang tua menganyam tikar satu per satu dan waktu itu sangat terasa sulit tapi lama-lama sudah terbiasa setiap harinya," jelasnya.

Ia menuturkan jika harga beli satu ikat purun yang menjadi bahan utama pembuatan tikar berkisar Rp. 10 ribu, yang nantinya dapat dibuat menjadi 3 lembar tikar.

"Harga jual tikar polos yang sudah jadi yaitu Rp 7.000 untuk ukuran kecil dan 10.000 ukuran lebih panjang. Sebenarnya keuntungan tidak banyak," tambahnya.

Tentunya sebagai pengrajin purun yang masih bertahan, Zubaidah berharap era kejayaan yang dulu pernah dirasakan dapat terulang kembali. 

Supaya kerajinan tangan khas dari Kecamatan Pedamaran ini tidak hilang ditelan zaman dan para anak cucu masih dapat melihat barang peninggalan nenek moyang ini.

"Cuma bisa berharap penjualan kembali banyak dan kerajinan purun ini bisa terus berjalan. Sehingga bisa membantu perekonomian masyarakat kecil seperti kami ini," harapannya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved