Arti Kata Bahasa Arab
Arti Tahrir, Takhrij dan Tarjih, Istilah dalam Ilmu Fiqih Berikut Sejarah Singkat Perkembangannya
tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam
Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
TRIBUNSUMSEL.COM -- Arti Tahrir, Takhrij dan Tarjih, Istilah dalam Ilmu Fiqih Berikut Sejarah Singkat Perkembangannya.
Fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagi aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi bermasyarakat maupun hubungan manusia dengan Allah SWT.
Ilmu fiqh adalah
“al ilmu bil ahkam asy syar’iyyah al amaliyyah al muktasab min adillatiha at tafshiliyyah”,
Artinya:
Ilmu fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syariah amaliyah yang digali/dihasilkan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Nah dalam mempelajari ilmu fiqih ini, timbul istilah periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh. Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H jauh berabad-abad tahun dari jarak lahirnya ilmu fiqih itu sendiri.
Tahrir memiliki 58 arti. Arti-arti tahrir berasal dari kata ataupun istilah yang memiliki makna yang sama dengan tahrir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata tahrir adalah bersih. Arti lainnya dari tahrir adalah bening.
Takhrij adalah penyebutan asal suatu hadits tapi tidak pada sumber aslinya, tidak sah disebut sebagai takhrij.
Sedangkan Tarjih Menurut bahasa, tarjih adalah ”melebihi” sesuatu, sedangkan menurut istilah tarjih menguatkan salah satu dalil atas dalil lainnya. Maksudnya memilih dalil yang kuat diantara dalil-dalil yang tampak berlawanan atau tidak sama terhadap satu hukum yang sama.
Dalil yang lebih kuat disebut rajih dan dalil yang lemah disebut marjuh. Berdasarkan uraian di atas, para ahli Ushul Fiqih memberikan rumusan Tarjih sebagai berikut :"Tarjih adalah menguatkan salah satu dalil dari dua dalil yang bertentangan terhadap yang lain sehingga dapat diketahui manayang lebih kuat kemudian diamalkan dan dikesampingkan (ditinggalkan) yang lainnya (yang Iemah)".
Dikutip dari tulisan Abdul Hamid Raharjo dalam ishbahfaqih.wordspress.com, berdasarkan Muhammad Khuderi Bek, ahli Fiqih asal Mesir dalam bukunya Tarikhut tasyri’ al islamiy dan Mushthofa Ahmad Az Zarqo Ahli Fiqih dari Suriah dalam Al Madkhol Al Fiqhiynya, membagi membagi periodisasi Fiqih menjadi beberapa periode.
Periode satu
Periode Risalah, periode ini dimulai dari diutusnya Rosul SAW sampai wafatnya beliau. Di masa ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya ada di tangan Rosulullah. Sumber hukum waktu itu adalah Alquran, apabila ayat Alquran tidak turun ketika beliau menghadapi masalah, maka dengan bimbingna Allah SWT beliau menentukan hukum, inilah yang kemudian disebut Sunnah Rosulullah SAW.
Pada masa ini belum dikenal pengertian Fiqih.
Periode Dua
Masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin (Empat Khalifah Besar) sampai pertengahan abad ke-1 H. Pada zaman Rasulullah SAW para sahabat dalam menghadapi berbagai masalah yang menyangkut hukum senantiasa bertanya kepada Rasulullah SAW. setelah ia wafat, rujukan untuk tempat bertanya tidak ada lagi. Oleh sebab itu, para sahabat besar melihat bahwa perlu dilakukan ijtihad apabila hukum untuk suatu persoalan yang muncul dalam masyara’at tidak ditemukan di dalam Al-Qur’an atau sunnah Rasulullah SAW.
Dalam keadaan seperti ini, para sahabat berupaya untuk melakukan ijtihad dan menjawab persoalan yang dipertanyakan tersebut dengan hasil ijtihad mereka. Ketika itu para sahabat melakukan ijtihad dengan berkumpul dan memusyawarahkan persoalan itu. Apabila sahabat yang menghadapi persoalan itu tidak memiliki teman musyawarah atau sendiri, maka ia melakukan ijtihad sesuai dengan prinsip-prinsip umum yang telah ditinggalkan Rasulullah SAW semampunya, dan apabila tidak mampu maka dia menanyakan kepada sahabat lain yang dipandang mampu ketika itu.
Periode tiga
Pertengahan abad ke-1 H sampai awal abad ke-2 H. Periode ini merupakan awal pembentukan fiqh Islam sebagai cabang ilmu terendiri dalam Islam. Sejak zaman Usman bin Affan (576-656), khalifah ketiga, para sahabat sudah banyak yang bertebaran di berbagai daerah yang ditaklukkan Islam, setelah sebelumnya pada masa sayyidina Umaar mereka hanya mendiami Madinah untuk dimintai Kholifah Umar bermusyawarah dalam penentuan hukum perkara-perkara nawazil.
Masing-masing sahabat mengajarkan Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW kepada penduduk setempat. Di Irak ada Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud) sebagai Mufti dan rujukan dalam penentuan dan pengembangan hukum, di Madinah ada Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar (Ibnu Umar) sedangkan di Makkah ada Ibnu Abbas. Masing-masing sahabat ini menghadapi persoalan yang berbeda, sesuai dengan keadaan masyarakat setempat.
Para sahabat ini kemudian berhasil membina kader masing-masing yang dikenal dengan para thabi’in. Diantara para thabi’in besar yang terkenal keilmuannya itu adalah Sa’id bin Musayyab di Madinah, Atha bin Abi Rabah di Makkah, Ibrahiman-Nakha’i di Kufah, al-Hasan al-Basri di Basra, Makhul di Syam (Suriah) dan Tawus di Yaman. Mereka ini kemudian menjadi guru-guru terkenal di daerah masing-masing dan menjadi panutan untuk masyarakat setempat.
Periode empat
Periode ini dimulai dari awal abad kedua sampai pertengahan abad keempat. Periode ini bisa dikatakan adalah periode keemasan Fiqih, karena ilmu fiqih pada masa ini berkembang pesat. Pada awal periode keemasan ini, pertentangan antara ahlulhadits dan ahlur ra ’yi sangat tajam, sehingga menimbulkan semangat berijtihad bagi masing-masing aliran.
Semangat para fuqaha melakukan ijtihad dalam periode ini juga mengawali munculnya mazhab-mazhab fiqh, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Upaya ijtihad tidak hanya dilakukan untuk keperluan praktis masa itu, tetapi juga membahas persoalan-persoalan yang mungkin akan terjadi yang dikenal dengan istilah fiqh taqdiri (fiqh hipotetis).
Periode lima
Disebut dengan periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh. Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H.
Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka.
Dimasa ini juga banyak bermunculan kitab-kitab Fiqih sebagai dampak dari usaha para Ulama untuk mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para Imam mereka.
Itulah arti Tahrir,Takhrij dan Tarjih, Istilah dalam Ilmu Fiqih Berikut Sejarah Singkat Perkembangannya di Masa Nabi. (lis/berbagai sumber)
Baca juga: Arti Subhanalladzi Khalaqal Azwaja, Bacaan Surat Yasin Ayat 36, Berikut Ayat-ayat Lain tentang Jodoh
Baca juga: Arti Ittaqullah Haitsuma Kunta, Nasihat Nabi Muhammad SAW: Bertakwalah kepada Allah dimanapun Berada
Baca juga: Arti Allahumma Aktsir Malahu Wa Waladahu, Bacaan Doa Panjang Umur, Punya Anak dan Harta yang Berkah
Baca juga: Arti Innallaha Yuhibbut Tawwabina wa Yuhibbul Mutathohirin, Allah Menyukai Orang yang Mau Bertaubat
arti tahrir adalah
takhrij artinya
tarjih artinya adalah
ilmu fiqih adalah
sejarah ilmu fiqih dan ushul fiqh
Tribunsumsel.com
Tribunnews.com
Arti Syajaah, Istilah Bahasa Arab tentang Keberanian dan Keteguhan Hati, Sifat Terpuji dalam Islam |
![]() |
---|
30 Daftar Istilah Populer Bahasa Arab dan Gaul yang Sering Disebut di Bulan Ramadhan Berikut Artinya |
![]() |
---|
Beda Arti Maslahat, Hikmah, Fadilah, Faedah, Kosa Kata Bahasa Arab Berikut Contoh Penggunaan Kata |
![]() |
---|
Arti Mumtaz, Jayyid Jiddan, Adzim, Mubarrak, Kumpulan Kata Pujian untuk Percakapan dalam Bahasa Arab |
![]() |
---|
Arti Tarhib Ramadhan, Istilah Bahasa Arab dalam Menyambut Ramadhan, Berikut Contoh Ide Kegiatannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.