Guru Pukul Murid di Palembang
Kasus Guru Pukul Murid SD di Palembang, Pengamat Pendidikan Sumsel Buka Suara
Kasus guru pukul murid terjadi di Palembang dan telah dilaporkan ke Polrestabes Palembang pada 16 Februari 2023.
Penulis: Fransiska Kristela | Editor: Yohanes Tri Nugroho
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-- Kasus guru pukul murid terjadi di Palembang Sumatera Selatan (Sumsel).
Bocah yang duduk di kelas 6 SD inisial RA (11) itu mengalami tindak kekerasan di bagian pelipis kanan.
Ia dipukul satu kali menggunakan gagang sekop sampah.
Ibu RA, yakni Rosa Lia (40) pun melaporkan peristiwa tersebut ke Polrestabes Palembang pada 16 Februari 2023.
Pengamat Pendidikan Prof. Drs. M. Sirozi, PhD menuturkan bahwa dengan adanya pemberitaan tersebut merupakan hal yang sangat disayangkan apalagi terjadi di lingkungan sekolah.
"Dengan adanya peristiwa ini tentu sangat menyesalkan adanya oknum pendidik yang melakukan tindakan kekerasan," ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (10/04/2023)
Menurutnya, apapun alasannya tidak boleh seorang tenaga pendidik melakukan tindakan kekerasan apalagi sampai menggunakan alat seperti yang dilakukan oleh oknum guru itu, kendatipun alasannya lantaran emosi atau kesal dengan peserta didik, karena fungsi guru adalah pembinaan dan mendidik.
"Semisal pun tindakan tersebut karena siswa ini tidak bisa dinasehati, sangat tidak disiplin,sering melanggar itu ada Kewenagan pihak sekolah untuk memberhentikannya dan tidak perlu diperlakukan kasar atau bahkan dipukul,"Tambahnya.
Bapak ibu yang berprofesi sebagai guru harus memahami betul bahwa profesi guru itu berbeda dengan profesi kerja di kantoran.
Orang tua menitipkan anak-anaknya di sekolah untuk dididik, dan bukan untuk disiksa.
"Perlu disadari bahwa guru adalah panutan. Karena tindakan dan sikap guru itu pasti akan tertanam juga di anak didik. Dan ini terjadi di lingkungan sekolah, pihak sekolah harus memperhatikan segalanya, jika anak itu mengalami trauma cobalah panggil psikiater. Sekolah juga harus bertanggung jawab, jangan sampai masa depan anak terganggu," ujarnya.
Untuk oknum guru yang melakukan tindakan tersebut harus ada pembinaan dari atasan baik kepala sekolah dan jika tidak sanggup bisa dilakukan pembinaan dari kepala dinas.
Pembinaan ini harus dilakukan, agar tak ada lagi guru yang melakukan tindakan serupa terhadap anak didik.
"Kalau menurut saya ini masih bermasalah di profesionalismenya seorang guru. Apapun alasannya tindakan kekerasan seperti itu tidak boleh terjadi di dunia pendidikan dan yang tak kalah penting juga didalam bangunan kompetensi dan profesionalisme seseorang paling tidak ada tiga aspek yang perlu diperhatikan," Tambahnya.
Ketiga aspek yang perlu diperhatikan adalah keterampilan yakni mengajar, lalu pengetahuan terkait akademik, dan bidang yang diajarkan.
Dan yang ketiga yang sangat penting dan utama adalah sikap.
Karena tidak cukup tenaga pendidikan hanya memiliki aspek keterampilan dan pengetahuan saja. Guru ataupun dosen harus memiliki ketiga aspek itu.
Terpisah pengamat Sosial dan Pendidikan yang juga Dekan FTIK UIN Raden Fatah Palembang, Prof. Dr. Abdullah Idi, MEd mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum guru tersebut bisa dilihat dari dua sisi.
"Yang pertama kemungkinan ada faktor internal seperti masalah keluarga atau masalah pribadi lainnya dan anak tersebut sebagai pelampiasan. Dan yang kedua adanya faktor eksternal yakni kompetensi dan profesionalismenya dari guru yang menjadi wakil kepala sekolah ini," ujarnya saat di konfirmasi.
Seorang guru yang menjadi wakil kepala sekolah idealnya adalah guru yang terbaik dalam hal konteks profesionalnya baik dalam hal mengajar, latar belakang akademik dan juga kepribadiannya sebagai seorang pendidik.
"Tindakan yang dia lakukan mungkin sudah kalap dan itu berkaitan dengan profesionalnya yang mungkin kurang bagus. Bisa juga guru tersebut dikenakan sanksi atas apa yang ia lakukan," tambahnya.
Serta menanggapi terkait anak didik yang mengalami trauma harus ada solusi yang tepat dari pihak-pihak terkait.
"Harus ada keputusan arif dari berbagai sisi. Dan setidaknya jikapun sanksi yang diberikan mungkin bisa dengan tidak lagi menjabat sebagai wakil kepala sekolah, dan menjadi guru biasa," ujarnya.
Pihak sekolah harus menjamin keamanan psikis anak saat di sekolah.
Serta jika anak tidak mau sekolah karena gurunya, solusi yang mungkin bisa dilakukan yakni dengan mutasi.
Baca juga: Kronologi Guru Dilaporkan ke Polisi karena Pukul Murid SD Pakai Sekop Sampah, Bermula Razia Mainan
Bisa saja oknum guru itu dimutasi oleh dinas pendidikan ke tempat yang lain ataupun sebaliknya artinya anak ini pindah sekolah dan sifatnya ini edukatif, harus ada rembukan antara kedua belah pihak.
"Sedapat mungkin kita sebagai tenaga pendidik harus menyadari untuk meningkatkan kompetensi dan juga profesionalisme untuk mendidik anak. Kita harus membantu untuk memajukan anak bangsa," tutupnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.