Berita Muratara

Kisah Masrohan, Dari Tenaga Pendidik Kini Jadi Kades Sumber Sari Nibung Muratara

Kisah Hidup Masrohan,Dari tenaga pendidik hingga Kepala Desa Sumber Sari, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara)

Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Yohanes Tri Nugroho
Dokumentasi Pribadi
Masrohan, mantap Kepala SD Negeri terpilih jadi Kepala Desa Sumber Sari, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) pada Pilkades 2022. 

Laporan Wartawan TribunSumsel.com, Rahmat Aizullah 


TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Kepala Desa Sumber Sari, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumsel, Masrohan, ternyata merupakan seorang tenaga pendidik atau guru. 

Pria berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini adalah mantan Kepala SD Negeri Bumi Makmur (1B), Kecamatan Nibung. 

Dia sudah 'kenyang' malang melintang menjadi tenaga pendidik di wilayah pedalaman di Kabupaten Muratara. 

Sebelum menjadi Kepala SD Negeri Bumi Makmur, dia cukup lama menjadi Kepala SD Negeri 6 Bingin Teluk di dusun pelosok Desa Beringin Makmur II, Kecamatan Rawas Ilir.

Masrohan, mengaku agak terkejut setelah beberapa hari pasca-dilantik menjadi seorang kepala desa (kades).

Ternyata, kata dia, menjadi pemimpin walaupun di tingkat desa merupakan pekerjaan yang cukup berat. 

Pria yang baru empat bulan dilantik jadi kades ini mengungkapkan terkadang waktu istirahatnya tak bisa dinikmati karena ada warga yang harus ditolong dan dilayani. 

"Saya setelah empat bulan ini, saya merasa jadi kades itu memang berat, karena kita harus 24 jam siaga," kata Masrohan pada TribunSumsel.com, Jumat (24/2/2023). 

Terkadang, kata dia, waktu istirahatnya harus dikorbankan demi warganya. 

Walaupun pekerjaan itu dirasanya berat, namun karena sudah diniatkannya dari sebelum mencalonkan diri sebagai kades, sehingga harus dijalani dengan senang hati.

Nantinya, kata Masrohan, akan terbiasa dengan sendirinya seiring berjalan waktu.

"Kadang kita baru mau tidur, ada warga kita minta tolong, malam-malam warga datang, harus kita layani karena memang itu tugas kita sebagai kepala desa," katanya.

Bila dibandingkan dengan menjadi tenaga pendidik, Masrohan mengakui lebih merasa ringan beban pekerjaannya dari kades.

"Sangat jauh bandingannya. Kalau kepala sekolah kan bekerja sampai siang, setelah itu paling kita ke ladang, kalau sekarang memang harus 24 jam standby," ujarnya. 

Masrohan mengatakan, tertarik menjadi kades karena niat ingin membangun desa.

Dia merasa prihatin dengan kondisi desanya yang dikelola kepemimpinan sebelumnya.

Namun demikian, dia tak ingin mengungkit-ungkit pemimpin lama. 

"Masyarakat yang menilai, masyarakat kepingin perubahan sehingga alhamdulillah saya diberi amanah menjadi kades. Kalau saya tidak mau memuji diri sendiri, silakan nanti lihat saja sendiri apa yang saya kerjakan untuk desa saya," katanya.

Walaupun latar belakangnya tenaga pendidik, namun Masrohan yakin mampu memimpin desanya dengan jumlah penduduknya sekira 1.500-an jiwa.

"Saya tergerak calon karena melihat kondisi di desa saya, baik itu mengenai keadilan masyarakat, pemerataan pembangunan, serta pelayanan publiknya yang menurut saya perlu ada pembenahan," katanya.

Dia mengungkapkan, pendapatan pribadi menjadi seorang kades tak menggiurkan.

Tetapi mengapa orang-orang berlomba-lomba ingin menjadi kades, menurut Masrohan, itu tergantung dari niat.

"Gaji pokok Rp 2,5 juta, tunjangan cuma 450 ribu. Memang tidak menggiurkan, tapi tergantung niat kita, mau menjalankan visi misi membangun desa, memikirkan masyarakat, atau ada niat lain," katanya.

Masrohan mengakui, jumlah Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dikelola kades dan perangkatnya cukup fantastis.

Tetapi bila dikelola dengan benar sesuai aturan, maka akan berdampak signifikan terhadap pembangunan di desa dan kesejahteraan masyarakat.

"Kalau kami dengan uang sebanyak itu, kami ada banyak program-program kerakyatan, kami juga menghidupkan BUMDes.

Tahun ini kami gelontorkan untuk BUMDes saja 100 juta, kemudian yang lain ada untuk ketahanan pangan, program-program kerakyatan, untuk fisik kami akan membangun gedung kesenian," ujarnya.

Saat disinggung soal jabatan kades diusulkan menjadi 9 tahun, Masrohan mengatakan ada sisi positif dan negatifnya.

Dia mengaku sebenarnya setuju dengan itu, namun juga ada sisi tidak setujunya.

"Sebenarnya bagus 9 tahun, asalkan kadesnya pada saat menjabat itu bagus. Tapi susahnya kalau kadesnya itu tidak memikirkan visi misi membangun desa dan menyejahterakan masyarakat, maka lama juga rakyat sengsara menunggu 9 tahun. Tapi kalau kadesnya bagus kemudian ditunjang dengan masa jabatannya lama maka lebih baik lagi," katanya. 

Baca juga: BPK Apresiasi Pemkab Muratara Tercepat Ketiga di Sumsel Sampaikan LKPD 2022

Masrohan menyadari bahwa untuk membangun desa menjadi lebih baik memerlukan waktu yang tidak bisa sesaat. 

Selain itu, masa periode kades yang singkat dan terlalu sering Pilkades akan menimbulkan intensitas gesekan masyarakat antar pendukung. 

"Pilkades itu gesekannya hebat. Gesekan sesama rakyat karena beda pilihan. Jadi ketika sudah mau rukun, eh mau Pilkades lagi, gesekan lagi. Maka kalau jabatan kades lama 9 tahun dapat mengurangi intensitas gesekan antar pendukung. Tapi kalau kadesnya buruk, sengsara rakyat juga lama, jadi ada positif dan negatif," ujarnya.

 

Baca Berita Lainnya di Grup Whatsapp Tribun Sumsel

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved