Liputan Khusus Tribun Sumsel
LIPSUS: Suku Anak Dalam Punya Android dan Mobil, Orang Rimba Menuju Modernisasi 1
Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Anak Dalam (SAD) di Muratara ada yang telah berkomunikasi menggunakan android, dan memiliki mobil.
Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Anak Dalam (SAD) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) masih banyak yang hidup miskin. Namun di antara mereka ada yang telah mendirikan rumah permanen, berkomunikasi menggunakan android, dan memiliki kendaraan mobil.
Salah seorang warga SAD asal Desa Sungai Jernih, Raksa bisa membangun rumah dan membeli mobil dari hasil memungut brondolan, yakni biji sawit yang berserakan terlepas dari tandannya setelah dipanen.
"Saya bekerja mungut berondolan sawit, uangnya dikumpulkan. Kalau dulu berburu babi juga, babi mahal, tapi sekarang babi tidak ada lagi, mati semua, paling penghasilan tambahan nyari kulit biawak," kata Raksa, pada Tribun Sumsel, Senin (26/12).
Raksa mengungkapkan, dalam sehari keluarganya bisa mendapat penghasilan Rp 200-300 ribu dari berondolan. Dia bersama keluarganya dan warga SAD lainnya biasanya mencari berondolan di lahan perkebunan sawit milik perusahaan.
Mereka diberi izin asal tidak mencuri tandan buah segar (TBS) sawit. Tak hanya di wilayah perkebunan milik satu perusahaan saja, mereka berpindah-pindah mencari berondolan untuk dijual kepada pengepul.
"Kadang sehari dapat empat karung 50 kilo, kalo dijual kadang dapat 200 (ribu), kadang 300, harganya 1.500 rupiah sekilo, kita jual ada yang membeli datang. Untuk makan sehari-hari lumayanlah," kata Raksa.

Raksa satu dari sekian banyak warga SAD yang pandai berusaha. Selain sehari-hari memungut berondolan sawit, kini dia baru memulai usaha menjadi pengepul TBS dari kebun warga. Dia juga membeli kulit biawak.
"Saya beli sawit juga dikit-dikit, saya beli kulit biawak juga, anggota kita sekarang banyak yang berburu biawak, saya beli kulitnya kalau yang rapih 40 ribu satu lembar," cerita Raksa sambil memegang handphone android merk Vivo di tangan kanannya.
Pria yang jarang mengenakan baju itu sudah mampu membeli harta benda untuk keluarganya. Tak hanya Raksa, istrinya Wati dan anak-anaknya pun memiliki smartphone. Keluarga ini juga memiliki beberapa kendaraan seperti mobil dua unit yakni Avanza dan Carry pick up, serta sepeda motor.
"Kalau Avanza untuk keperluan keluarga kami saja, untuk pergi kemana-mana, ke Jambi tempat keluarga kami di sana, orang pedalaman juga. Kalau Carry untuk beli sawit, untuk angkut berondolan," katanya.
Meski tergolong sudah mampu, Raksa masih belum mendapat pencerahan tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Saat ditanya soal itu, pria yang juga tak pernah sekolah itu enggan menjawab, dia hanya tersenyum.
Ada dua anaknya yang masih usia sekolah dasar pun tak mengenyam pendidikan. Sehari-hari hanya bermain dengan alam. Terkadang diajak Raksa mengembara mencari berondolan ketimbang disekolahkan.
"Iya kadang ikut (anak saya berondolan), kami sekeluarga, kadang saya saja, anak sama istri di rumah," katanya.
Populasi KAT SAD di Kabupaten Muratara masih cukup banyak. Keberadaan mereka di beberapa desa masih berjumlah ratusan jiwa. Kehidupan mereka saat ini mulai berproses pada perubahan dari keadaan tradisional menuju masyarakat yang lebih modern.
Mayoritas dari mereka bertempat tinggal sudah berdampingan dengan masyarakat umum di pedesaan. Namun nampaknya belum sepenuhnya ingin berbaur. Mereka masih hidup berkelompok sesama komunitasnya.