Berita Muratara
Polemik Angkutan Batubara di Muratara Berujung Ditutup, Sopir Truk Unjuk Rasa Minta Dibuka Lagi
Sopir truk angkutan batubara menggelar unjuk rasa di Desa Jadi Mulya I, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Jumat (23/12/2022).
Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Sejumlah sopir truk angkutan batubara menggelar unjuk rasa di Desa Jadi Mulya I, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Jumat (23/12/2022).
Mereka mendatangi kantor Gerakan Masyarakat Peduli Nibung (GMPN) karena akhir-akhir ini GMPN getol mendesak penutupan aktivitas pengangkutan batubara yang melewati jalan umum tersebut.
Bahkan GMPN terus mendesak hingga ke tingkat provinsi dengan mengadakan aksi di Polda Sumsel pada 19 Desember 2022 lalu.
Alasan GMPN, perusahaan angkutan batubara PT Sinar Rawas Gemilang (SRG) tidak memiliki izin melewati jalan umum dan sudah berlangsung selama dua tahun, serta menimbulkan debu dan jalan rusak.
Kini aktivitas pengangkutan batubara dari tambang PT Triaryani di Kecamatan Rawas Ilir hingga ke stockpile di Kecamatan Rawas Ulu yang melewati jalan poros Kecamatan Nibung itu sudah dihentikan.
Alhasil, kini giliran para sopir truk angkutan batubara yang melakukan unjuk rasa meminta dibuka kembali karena mereka merasa kehilangan pekerjaan.
"Kami cuma mau cari makan, bukan mau kaya, tolong angkutan batubara kami dibuka lagi, jangan matikan priuk nasi kami, kalau urusan jalan rusak, urusan perusahaan tidak ada izin itu bukan urusan kami, itu urusan pemerintah, tapi tolong jangan tumpahkan periuk nasi kami," ujar pendemo.
Baca juga: PN Baturaja Putuskan PT ABC Pemilik Sah Lahan 136 Hektare di Desa Tubohan Semidang Aji OKU
Ketua tim Komunitas Batubara (Kobara) Nibung, Muhtar Abidin menyampaikan mereka bersurat kepada Gubernur Sumsel menindaklanjuti aksi yang dilakukan GMPN di Polda Sumsel beberapa waktu lalu.
Muhtar mengatakan, Kobara Nibung menilai pergerakan yang dilakukan oleh GMPN sarat dengan kepentingan.
"Baik kepentingan politik maupun kepentingan ekonomi untuk segelintir orang, bukan untuk kepentingan kami masyarakat Muratara, khususnya Kecamatan Nibung," katanya.
Menurut Muhtar, orang-orang petinggi dalam kelompok GMPN mayoritas bukan menetap di Nibung, melainkan berdomisili di Lubuklinggau, bahkan ada dari Bengkulu.
"Pertanyaannya, mereka bilang mewakili masyarakat Nibung, masyarakat yang mana, sementara kami yang menetap di Nibung ini yang harus menanggung akibat apa yang dilakukan oleh mereka," katanya.
Muhtar mengatakan, sudah setahun lebih beraktivitas, adanya pengangkutan batubara dinilai sangat efektif bagi peningkatan pendapatan, sehingga menjadi satu-satunya mata pencaharian mereka.
"Selama ada aktivitas pengangkutan batubara, banyak manfaat yang sudah dirasakan oleh masyarakat selain kami, mulai dari banyaknya usaha-usaha kecil yang tumbuh, warung makanan, bengkel, penjual BBM dan lain-lain," katanya.
Selain itu, kata Muhtar, wilayah Nibung yang dulunya rawan kriminalitas, sejak adanya operasional pengangkutan batubara menjadi berkurang, baik aksi begal atau perampokan di sepanjang jalan poros Kecamatan Nibung.