Berita Nasional
Hukuman Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Kini Berpotensi Ditambah, Bersikeras Soal Adanya Pelecehan
Hal ini juga diungkapkan oleh Putri Candrawathi dalam persidangan bahwa dirinya menjadi korban pemerkosaan oleh Brigadir J.
Saksi ahli pidana Mahrus Ali mengatakan seorang korban tidak harus melakukan visum untuk membuktikan adanya peristiwa pelecehan seksual.
Hal tersebut dikatakan Mahrus Ali saat dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamis (22/12/2022).
"Jangan disimpulkan kalau korban tidak melakukan visum tidak terjadi kejahatan (kekerasan seksual), kenapa? Karena gini Yang Mulia, dalam perspektif victimology korban kekerasan seksual itu tidak semuanya punya keberanian untuk melapor, banyak faktor," tutur Mahrus.
"Artinya apa betul kalau tidak ada visum itu kemudian itu menyulitkan pembuktian, tapi tidak menyatakan kalau kejahatan tidak terjadi, karena apa?
"Karena banyak sekali alat bukti yang bisa diarahkan, apa? Psikologi bisa menjelaskan itu, apa contohnya?"
"Orang yang diperkosa pasti mengalami trauma, ga ada setelah diperiksa itu ketawa-tawa ga ada, maka gimana cara membuktikan? Hadirkan saksi psikologi untuk menjelaskan itu, saya tidak punya kompeten soal itu," tandas Mahrus.
Lalu apakah pernyataan Mahrus Ali benar adanya?
Mantan hakim Asep Iwan Iriawan menanggapi pernyataan Mahrus Ali.
Menurut Asep Iwan Iriawan yang juga seorang Pakar Hukum Pidana, kasus perkosaan itu harus dibuktikan oleh visum.
Apalagi dalam hal ini korbannya adalah seorang istri pejabat tinggi polri, yakni Mantan Kadiv Propam Polri.
Dosen Universitas Trisakti ini juga mengatakan, Putri Candrawathi juga adalah seorang dokter yang memiliki pendidikan tinggi.
"Perkosaan itu harus dengan visum! Tidak bisa dengan ahli," kata Asep dilansir dari Kompas TV, Jumat (23/12/2022).
"Bayangkan kalau seorang cewek luka, robek (karena pemerkosaan), diperiksa sama ahli. Kalau ahli, nanti A bilang robeknya segitiga, B segiempat, ngawur. Sekali lagi, kalau perkosaan itu standarnya visum, karena ada sesuatu di situ," jelas dia.
Ia lalu heran kenapa Mahrus Ali malah membahas pemerkosaan, bukan pembunuhan yang ada dalam dakwaan.
"KUHP itu azas legalitas, itulah yang dibuktikan dengan unsur, jangan mmembuktikan motif. Kalau motif itu lain, itu untuk mempertimbangkan berat ringannya hukuman," kata Asep Iwan Iriawan.