Berita Palembang
Update Sidang Gugatan Protes Wakil Bupati Muara Enim Terpilih, Mundur 2 Minggu Masih Tahap Replik
Update sidang gugatan protes Wakil Bupati Muara Enim terpilih sempat mundur dua minggu dan saat ini masih tahap saling menanggapi atau replik.
Penulis: Fransiska Kristela | Editor: Vanda Rosetiati
"Sebab mereka yang melaksanakan pemilihan tersebut dan kami menganggap proses pemilihannya cacat hukum. Makanya dilayangkan gugatan ke PTUN," ujarnya, Sabtu (29/10/2022).
Dr Firmansyah mewakili lima penggugat yakni DPC LSM Abdi Lestari (ABRI), DPC Projo Muara Enim, Perkumpulan Gerakan Asli Serasan Sekundang (GASS), DPD LSM Berantas serta DPD LSM Siap dan Tanggap (SIGAP).
Dia menjelaskan, gugatan ini bermula setelah penggugat menilai adanya kekeliruan dalam menentukan status terhadap Juarsah.
Diketahui, Juarsah adalah mantan Bupati Definitif Muara Enim menggantikan Ahmad Yani yang terjerat kasus korupsi di PUPR Muara Enim.
Dikarenakan Ahmad Yani berperkara hukum, posisi Juarsah berganti menjadi Bupati Definitif Muara Enim.
Namun dalam perjalanannya, Juarsah ikut terseret dalam kasus korupsi yang serupa dengan Ahmad Yani sehingga mengharuskannya dihukum penjara.
Vonis hukuman terhadap Juarsah juga sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 2213K/Pid.Sus/2022.
"Putusan tersebut berkekuatan hukum tetap terhitung sejak tanggal 15 Juni 2022 bukan tanggal 8 Juli 2022. Di sisi lain ternyata surat usulan partai pengusung baru diajukan tanggal 7 Juli 2022 yang mengajukan dua nama calon wakil Bupati. Artinya surat pencalonan tersebut diajukan setelah putusan Juarsah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Lanjut dikatakan, sejak keluarnya Incrah (putusan berkekuatan hukum tetap) terhadap Juarsah, mengartikan resmi terjadinya kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim secara bersamaan.
Penggugat mengacu pada Pasal 174 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, (UU Pilkada).
Dimana seharusnya dilakukan pengisian jabatan bupati dan wakil bupati secara bersamaan.
"Namun karena sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan, otomatis pemilihannya tidak dapat lagi dilakukan. Maka semestinya menteri Dalam Negeri menunjuk PJ Bupati sampai habis masa jabatan itu. Tapi DPRD Muara Enim justru tetap melaksanakan (pemilihan). Dan tambah celakanya yang dipilih hanya Wakil Bupati saja," ujarnya.
Penggugat menilai, adalah suatu kekeliruan yang fatal bila DPRD Muara Enim berpedoman pada Pasal 176 UU Pilkada dan Surat Penjelasan Menteri Dalam Negeri Cq Sekretaris Jenderal Nomor : 132.16/4202/SJ tanggal 20 Juli 2022, perihal Penjelasan Pengisian Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023.
Menurut penggugat, DPRD Muara Enim semestinya berpedoman pada Pasal 174 UU Pilkada.
"Oleh karena itu kami menilai seluruh rangkaian kegiatan mulai dari tahap pemilihan Wakil Bupati Muara Enim hingga diterbitkannya Objek Sengketa a quo adalah tidak sah dan catat hukum karena bertentangan dengan Pasal 174 UU Pilkada. Selain itu juga bertentangan dengan PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dan bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB)," ujar Dr Firmansyah.