Kasus Kekerasan Mahasiswa UIN Palembang
Sebut Polisi Gelar Olah TKP Kekerasan UIN Palembang, Kuasa Hukum: Arya Dipaksa Minum Air Kloset
Polisi disebut telah melakukan olah TKP kasus kekerasan saat diksar di Bumi Perkemahan Pramuka Gandus pada, Minggu (9/10/2022).
Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Yohanes Tri Nugroho
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Penyidik Jatanras Polda Sumsel mulai menindaklanjuti kasus kekerasan yang dialami oleh Arya Lesmana Putra (19) mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang.
Informasi terbaru, polisi disebut telah melakukan olah TKP kasus kekerasan saat diksar di Bumi Perkemahan Pramuka Gandus pada, Minggu (9/10/2022).
Hal ini diungkapkan penasehat hukum korban, Prengki Adiatmo SH.
Selain korban, dua orang saksi yakni teman Arya juga ikut melakukan olah TKP.
"Usai dari rumah korban, tadi siang Tim Jatanras Polda Sumsel beserta korban dan saksi ke lokasi kejadian untuk melakukan olah TKP. Olah TKP berlangsung dari jam 11:00 WIB sampai sekitar pukul 14:00 WIB katanya.
Dalam olah TKP ditemukan kronologi baru dimana ternyata Arya dipaksa untuk meminum air kloset oleh terduga pelaku
Kejadian itu terjadi pada siang hari usai Salat Jumat, 30 September 2022 lalu hari dimana Arya mendapat tindak kekerasan itu.
"Dari olah TKP bertambah kronologi baru yakni setelah disundut api rokok korban juga dipaksa meminum air kloset yang diambil pakai kemasan minuman plastik. Klien kami saat itu di dalam tekanan dan diancam sehingga terpaksa meminum air tersebut, " ujarnya.
Ia menambahkan besok pagi kliennya dan saksi-saksi akan datang ke Polda Sumsel guna memenuhi BAP terkait penyelidikan lebih lanjut.
"Iya Senin pagi nanti, klien kami dan saksi datang besok pagi untuk memenuhi proses BAP dan kelanjutan penyelidikan, " ujarnya.
Perwakilan UIN RF dan Keluarga Pelaku Datangi Rumah Korban
Perwakilan UIN Raden Fatah Palembang dan keluarga pelaku penganiayaan diam-diam menemui keluarga Arya Lesmana Putera (19) untuk mengupayakan perdamaian, Sabtu (8/10/2022).
Diketahui Arya Lesmana Putera (19) adalah mahasiswa semester 3 jurusan ilmu perpustakaan UIN Raden Fatah Palembang yang jadi korban penganiayaan oleh seniornya saat kegiatan diksar di bumi perkemahan Gandus.
Dilakukan dihari yang sama, namun kedatangan perwakilan UIN Raden Fatah dan keluarga pelaku terjadi pada jam berbeda.
Perlu UIN Raden Fatah datang pada pukul 10.00 WIB, sedangkan keluarga pelaku datang di waktu malam.
Penasihat Hukum korban, Prengki Adiatmo mengatakan, kedatangan perwakilan UIN Raden Fatah dan keluarga pelaku dilakukan tanpa adanya konfirmasi dengan pengacara korban.
"Hal ini mengindikasikan ada upaya pengondisian yang mana mereka tahu bahwa pihak keluarga (korban) awam terhadap hukum," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diterima Prengki, kedatangan rektorat ke kediaman korban bertujuan untuk "merayu" memfasilitasi mediasi perdamaian.
Kata dia, pihak UIN ingin menjaga dan melindungi nama baik kampus yang sudah rusak terlanjur viral akibat perbuatan siswanya.
Sedangkan kedatangan keluarga rombongan pelaku dilakukan lebih dari 10 orang.
"Kabarnya para pelaku tadi ada di dalam mobil, tapi tidak keluar," ujarnya.
Lebih lanjut Prengki mengatakan, pada dasarnya tidak ada larangan kepada siapapun yang ingin datang menemui korban dan keluarganya.
Namun terkait upaya damai, menurutnya saat ini peluang tersebut ditutup.
Sikap tegas ini juga diambil sebab berkaca dari perlakuan tak adil yang sebelumnya juga diterima keluarga korban.
Dimana keluarga mendapat janji-janji manis dari pelaku yang mengatakan bakal membantu biaya pengobatan korban.
Namun faktanya tidak ada perwakilan pelaku yang menunjukkan itikad baik sebab janji tersebut tak terealisasi.
"Tentu masalah damai-tidaknya, untuk saat ini kita tutup peluang itu karena harkat dan martabat korban saat ini masih belum kembali. Pihak kampus juga tidak ada pernyataan yang menyatakan sikap terkait sanksi terhadap pelaku," ujarnya.
"Perlu juga kami informasikan bahwa keluarga korban sudah melemparkan opsi damai ke pihak pengacara. Kita sudah sampaikan, ajakan damai dari pihak manapun bisa jadi hanya umpan dan jebakan. Sudah terbukti ketika perdamaian di polsek (Gandus), malah blunder untuk korban," ucapnya.
Baca juga: Datangi Rumah Korban, Polisi Gali Kronologi Kasus Kekerasan Mahasiswa UIN Palembang
Dari keterangan keluarga korban yang disampaikan ke pengacara, ada delapan poin yang menjadi inti kedatangan perwakilan UIN Raden Fatah.
Pertama, mewakili permintaan maaf dari rektor.
Kedua mengakui adanya kecolongan organisasi (diksar tidak berizin) dan memang salah.
Ketiga, beranggapan ada yang mencari panggung karena kasus Arya.
Keempat, mereka sudah dipanggil oleh menteri dan mereka akan dievaluasi bahkan dipecat.
"Kelima, jika mereka dipecat UIN (RF) akan hancur karena tidak ada penanggung jawab lagi. Keenam, proses pengadilan akan membutuhkan waktu yang lama. Ketujuh, mediasi akan difasilitasi oleh UIN dan kedelapan, mediasi dilakukan untuk memperbaiki nama baik UIN RF di masa depan," paparnya.