Mahasiswa UIN Korban Pelecehan Senior
Bongkar Pungli, AL Jadi Korban Pelecehan Mahasiswa di UIN Palembang, Ini Kata Pengamat Pendidikan
Bongkar pungli, AL menjadi korban pelecehan mahasiswa di UIN Palembang. Pengamat pendidikan Dr Afriantoni MPdI sangat menyesalkan hal itu.
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Bongkar pungli, AL menjadi korban pelecehan mahasiswa di UIN Palembang.
Dugaan tindak kekerasan dan pelecehan dialami AL seorang mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang yang dilakukan senior saat dirinya menjadi panitia dalam diksar yang digelar di Pondok Perkemahan Gandus.
Pengamat Pendidikan Sumsel, Dr Afriantoni MPdI mengomentari terjadinya pelecehan mahasiswa di UIN Palembang.
Dia sangat menyayangkan adanya tindakan tersebut.
"Apalagi kita baru saja keluar dari pandemi, baru mulai beradaptasi dengan New normal termasuk di dunia pendidikan. Seharusnya dengan mulai diberlakukan lagi sistem pembelajaran tatap muka, masing-masing dari kita memperkuat lebih silaturahmi dengan tujuan supaya pembelajaran jadi lebih baik lagi," ujarnya, Senin (3/10/2022).
Menurut Afriantoni, sudah semestinya pihak kampus mengambil tindakan jelas dan tegas terhadap kejadian ini.
Baca juga: Kasus Kekerasan Mahasiswa, UIN RF Palembang Bentuk Tim Pencari Fakta, Usut Dugaan Pelecehan
Jelas dalam artian melakukan identifikasi terhadap semua hal yang berkaitan.
Mulai dari siapa saja yang menjadi pelaku hingga bagaimana tindak kejahatan itu bisa terjadi semestinya harus diidentifikasi secara menyeluruh dan jelas agar tidak terjadi kesimpangsiuran," ujarnya
"Kemudian tegas, artinya pihak kampus harus memberikan sesuatu yang tegas terhadap pelaku," ujarnya.
Lanjut dikatakan, secara teknis pihak kampus juga bisa membentuk tim investigasi yang terdiri dari seluruh unsur di dalamnya.
Selain pimpinan, perwakilan pers kampus hingga tokoh-tokoh dari mahasiswa juga bisa dilibatkan menjadi bagian tim investigasi agar objektivitas dalam menyelesaikan masalah bisa tercapai.
"Pihak kampus juga harus segera melakukan tindakan tepat supaya masalah tidak melebar kemana-mana. Kasus ini tidak bisa ditoleransi karena dari berita di media-media, tubuh korban juga mengalami luka dari puntung rokok, terus dia ditelanjangi. Ini suatu tindakan yang tidak manusiawi," ujarnya.
Kata Afriantoni, sanksi paling tegas yang bisa diberikan kepada pelaku adalah diberhentikan sebagai mahasiswa.
Sebab tindak kekerasan tidak bisa ditoleransi.
"Tapi tentu keputusan itu butuh pertimbangan dari hasil investigasi yang sebelumnya dilakukan. Sehingga nanti bisa diberikan upaya-upaya atau langkah-langkah yang lebih tepat. Apakah semuanya bisa dipecat (dari mahasiswa) atau mereka yang paling mendominasi saja (pelaku utama)," ujarnya.
Dia juga berpesan kepada seluruh mahasiswa yang akan melakukan kegiatan apapun agar mengajukan izin terlebih dahulu ke pihak kampus.
Tujuannya agar kampus bisa memberikan pengamanan serta rambu-rambu selama kegiatan berlangsung.
"Sehingga apa yang dilakukan oleh mahasiswa dapat terkontrol dengan baik. Selama ini mungkin walaupun sudah ada rambu-rambu tapi selama ini tidak ada kontrol secara lanjut. Sebab saya lihat banyak teman-teman mahasiswa kita yang melakukan kegiatan namun pimpinan kampus tidak tahu," ujarnya.
Dipaksa Buka Baju
Pelecehan mahasiswa UIN Raden Fatah di Palembang, kejadian dugaan tindak kekerasan ini diduga dialami AL (19) mahasiswa UIN RF.
Tindak pelecehan mahasiswa UIN Raden Fatah ini dialami dalam saat korban mengikuti kegiatan pendidikan dasar (Diksar) yang diadakandi kampusnya.
Dari kabar beredar, korban pelecehan mahasiswa UIN Raden Fatah ini dipaksa mahasiswa senior buka baju dan ditelanjangi oleh pelaku.
ZR (21) kakak kandung korban mengatakan, adiknya tersebut bukanlah mahasiswa baru (maba) melainkan mahasiswa semester 3 Jurusan Ilmu Perpustakaan.
"Adik saya Panitia Konsumsi di diksar itu," ujarnya saat dihubungi awak media, Senin (3/10/2022).
Kata ZR, adiknya mengalami kekerasan oleh sesama panitia setelah membocorkan dugaan pungli yang terjadi dalam diksar tersebut.
Adiknya lalu dianiaya oleh orang yang diperkirakan lebih dari 10 orang.
"Apa yang adik saya bocorkan itu sesuai fakta. Diksar itu ada biaya Rp.300 ribu mencakup keseluruhan. Tapi setiap peserta masih diminta sembako. Adik saya membocorkan rahasia itu ke teman-temannya yang pembela kebenaran. Rupanya ketahuan oleh orang-orang sesama organisasi (panitia diksar)," ujarnya.
Akibat kejadian itu, korban mengalami sejumlah luka di bagian tubuh hingga harus menjalani perawatan di rumah sakit.
ZR mengatakan, keluarga juga sudah melakukan visum untuk memperkuat bukti adanya tindak kekerasan.
"Matanya lebam, satu biru dan satu merah. Bibirnya bengkak, dagunya kena sudutan rokok. Tangannya dari bahu sampai pergelangan tangan juga biru semua," ujarnya.
Sempat beredar kabar jika kasus ini akan diarahkan ke mediasi.
ZR mengatakan belum mengetahui hal tersebut.
Meski demikian, dia sangat berharap adanya ketegasan dari pihak kampus kepada pelaku kekerasan terhadap adiknya.
"Awalnya adik saya cuma bilang ada kekerasan fisik. Tapi setelah divisum, rontgen, rupanya parah tindakan mereka. Intinya kami meminta tanggung jawabnya. Semoga universitas bisa kooperatif dan kampus bisa kasih setimpal dengan apa yang adik saya alami," ujarnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, belum ada perwakilan UIN Raden Fatah Palembang yang bersedia memberi komentar.
Baca berita lainnya langsung dari google news