Berita Nasional
Adegan Kunci Pelecehan PC Tak Ada, Pakar Hukum : Rekontruksi Pembunuhan Brigadir J Tak Logis
Rekontruksi pembunuhan Brigadir J alias Brigadir Yosua yang digelar Selasa (30/8) kemarin jadi sorotan publik.
TRIBUNSUMSEL.COM -- Rekontruksi pembunuhan Brigadir J alias Brigadir Yosua yang digelar Selasa (30/8) kemarin jadi sorotan publik.
Setelah adegan demi adegan memperlihatkan momen bagaimana Ferdy Sambo, Bharada E, Brigadir Ricky Rizal dan Kuat Maruf beserta Putri Candrawathi terlibat dalam kematian Brigadir J.
Sayangnya ada beberapa adegan yang dinilai tak logis dibalik rekontruksi tersebut,
Baca juga: Heboh Brigjen Pol Krishna Murti Teriak Nyerah Saat Adu Panco dengan Tukang Prank Ini: Nyerah Udah Ah
Hal inilah yang jadi sorotan dari pakar hukum pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad dilansir dari kompas TV.
Ketidak logisan tersebut lantaran tidak ada reka adegan yang memperagakan bagaimana pelecehan itu dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.
Kemudian, reka adegan juga tidak memperlihatkan bagaimana pembunuhan itu direncanakan, hingga bagaimana senjata digunakan dalam pembunuhan Brigadir J.
Demikian pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad dalam keterangannya di Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (30/8/2022).
“Rekonstruksi pada satu sisi kita apresiasi, ya. Tetapi pada sisi yang lain, tidak sesuai ekspektasi publik, karena tidak menggambarkan imajinasi publik dan juga tidak menggambarkan fakta yang mengemuka di publik,” ucap Suparji Ahmad.
“Belum ada kebenaran, karena semuanya masih tidak logis. Yang rekonstruksi ini juga tidak dianggap sebagai sebuah kebenaran, mengingat tadi bagaimana pelecehan seksualnya tidak ada, dan kemudian merencanakan pembunuhannya juga tidak nampak di situ. Itu yang sangat mendasar,” paparnya.
Baca juga: Verrel Bramasta Sempat Peluk Natasha Wilona & Gandeng Livy Renata, Kini Keduanya Akur Foto Bareng
Atas dasar itu, Suparji Ahmad menilai, rekonstruksi yang digelar dengan menampilkan 5 tersangka justru menimbulkan sebuah produksi narasi baru dan menjadi perbincangan di kalangan publik.
Karena, rekonstruksi yang digelar tidak menjawab harapan publik soal dasar perkara pembunuhan berencana ini.
“Harapan kita dalam rekonstruksi ini adalah memastikan tentang fakta-fakta yang kemudian itu sekedar sebuah reka ulang, tetapi justru yang terjadi kita saksikan bersama itu tidak sesuai dengan fakta yang logis dan tidak sesuai dengan fakta yang rasional,” ujar Suparji Ahmad.

“Karena tadi itu, katanya pelecehan seksual, tapi tidak ada adegan-adegan (pelecehan seksual) apa pun di situ. Katanya pembunuhan berencana, tapi tidak kelihatan bagaimana merencanakan, bagaimana memberikan senjatanya, bagaimana menggunakannya. Padahal, kan ini yang ditunggu oleh jaksa, bagaimana anatomi perkara ini menjadi jelas dan lengkap,” tuturnya mengurai.
Suparji Ahmad pun menerka, jaksa akan gamang untuk menuntut dengan pembunuhan berencana, meskipun unsur pembunuhan berencana sudah terpenuhi.
Baca juga: Viral Polwan Mengaku Dipecat Karena Tolak Bebaskan Tersangka Asusila, Polda Sulteng Beri Penjelasan
“Karena ada yang menyuruh, kemudian ada yang melakukan, turut serta, ada yang merencanakan ya, terus kemudian ada turut membantu, ya ini bisa saja dianggap sebagai sebuah pembunuhan berencana,” kata Suparji Ahmad.

“Tetapi kan bisa saja pengacara tersangka membantah, ini adalah sebuah spontanitas, ini adalah sebuah reaksi, bahwa ini adalah sebuah emosi, jadi tidak mudah memenuhi unsur 340 itu,” ujarnya merujuk pasal dalam KUHP tentang pembunuhan berencana.
(*)
Berita ini sudah tayang di Kompas TV
Baca berita lainnya di Google News