Sidang Kasus Suap AKBP Dalizon

'Jujur, Saya Tertekan', Kesaksian Istri AKBP Dalizon, Sidang Kasus Suap Mantan Kapolres OKUT

Istri AKBP Dalizon menjadi saksi pada sidang dugaan suap suaminya yang mantan Kapolres OKU Timur (OKUT), Rabu (3/8/2022).

TRIBUN SUMSEL/SHINTA DWI ANGGRAINI
Istri AKBP Dalizon menjadi saksi pada sidang dugaan suap suaminya yang mantan Kapolres OKU Timur (OKUT), Rabu (3/8/2022). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Istri AKBP Dalizon menjadi saksi pada sidang dugaan suap suaminya yang mantan Kapolres OKU Timur (OKUT), Rabu (3/8/2022).

AKBP Dalizon mantan Kapolres OKUT kembali menjalani sidang atas kasus dugaan penerimaan fee dalam proyek Dinas PUPR Kabupaten Muba, Rabu (3/8/2022).

Bertempat di Pengadilan Tipikor Palembang, Jaksa Kejagung kali ini menghadirkan Dwi Septiani, istri AKBP Dalizon Mantan Kapolres OKUT sebagai saksi.

Dalam keterangannya dihadapan majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu SH MH, Dwi Septiani mengungkapkan perasaannya yang merasa tertekan saat menjalani BAP di Mabes Polri terkait kasus sang suami.

"Jujur saja yang mulya, pada saat BAP di Paminal Mabes (Polri) saya merasa tertekan. Apa yang saya katakan di BAP hanya berdasarkan perintah suami saya (Dalizon), padahal faktanya tidak seperti itu," ujar Dwi Septiani yang dihadirkan secara langsung di Pengadilan.

Pada sidang sebelumnya, AKBP Dalizon disebut telah menerima uang sebesar Rp.10 miliar guna pengamanan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muba tahun anggaran 2019.

Sebagai istri, Dwi Septiani juga turut menjalani sejumlah pemeriksaan atas kasus yang menjerat suaminya.

Baca juga: Mantan TKW Bandar Sabu Internasional Ditangkap di Lubuklinggau, Ini Upah Sekali Transaksi

Namun saat menjalani BAP, Dwi mengungkapkan, sang suami meminta dia untuk mengatakan hal yang tidak sebenarnya dihadapan penyidik.

Dia disuruh AKBP Dalizon untuk mengakui bahwa harta berupa rumah dan mobil mereka dibeli dari uang gratifikasi sebesar Rp.2,5 miliar rupiah.

"Padahal tidak seperti Pak Hakim. Rumah kami yang di Grand Garden itu hasil dari jual rumah di Riau terus juga dari pinjaman uang ke adik ipar sebesar Rp.1,5 miliar. Bukan dari uang Rp.2,5 miliar dalam kardus," jelasnya.

Mendengar pengakuan itu, hakim lalu menanyakan kepada Dwi Septiani apakah dirinya mengetahui maksud suaminya melakukan hal itu.

Dwi lalu menjawab dirinya tidak mengetahui alasan sikap tersebut.

Dikesempatan yang sama, Dwi Septiani juga mengaku pernah membantu suaminya menurunkan kardus berisi uang dari dalam mobil ke dalam rumahnya.

Uang tersebut dia lihat dari kardus yang terbuka.

"Kardus yang terbuka isinya uang pecahan Rp.100 ribu. Kata suami saya totalnya Rp.2,5 miliar," ujarnya.

"Untuk kardus yang lain isinya juga uang. Kata suami saya untuk pak Anton Setiawan dan kawan-kawan," katanya menambahkan.

Kata Dwi, dia sempat menanyakan kepada suaminya terkait alasan uang tersebut sampai dibawa ke rumahnya.

Padahal sudah jelas, uang tersebut ditujukan untuk atasannya yakni AS dan kawan-kawan.

"Dijawab sama suami saya tunggu perintah pak Anton dulu, kapan uang ini digeser," ungkapnya.

Hakim lalu bertanya lebih dalam mengenai identitas kawan-kawan yang dimaksud AKBP Dalizon.

Secara gamblang, Dwi menyebut ketiganya yakni SL, EY dan PI yang saat itu menjabat sebagai Kanit Tipikor Polda Sumsel.

"Awalnya saya tidak tau siapa kawan-kawan itu. Justru tahunya setelah diperiksa oleh Paminal Mabes Polri) dan nama mereka bertiga disebut disana," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, dalam dakwaan JPU Kejangung RI, AKBP Dalizon yang saat itu menjabat Kasubdit Tipikor Polda Sumsel disebut memaksa Kepala Dinas PUPR Muba Herman Mayori untuk memberika fee sebesar 5 persen terkait proses penyidikan pihak Polda pada paket proyek di Dinas PUPR Muba.

Terdakwa Dalizon juga meminta 1 persen dari seluruh proyek di Dinas PUPR Muba tahun anggaran 2019.

AKBP Dalizon, mantan Kapolres OKUT disebut minta Rp 10 miliar yang terungkap pada sidang Kamis (28/7/2022).
AKBP Dalizon, mantan Kapolres OKUT disebut minta Rp 10 miliar yang terungkap pada sidang Kamis (28/7/2022). (DOK TRIBUN SUMSEL)

Adapun pembagian fee tersebut diminta oleh terdakwa dengan cara mengancaman apabila tidak diberikan maka akan melanjutkan penyidikan atas proyek di Dinas PUPR Muba.

"Memaksa Kepala Dinas PUPR Muba untuk memberikan memberikan uang sebesar Rp.5 miliar rupiah tidak melanjutkan penyidikan proyek di Muba dan Rp.5 miliar untuk pengamanan agar tidak ada aparat penegak hukum lain untuk melakukan penyidikan atas upaya tindak pidana korupsi di dinas PUPR Muba," ujar JPU Kejagung dalam sidang, Jum'at (10/6/2022).

Dijelaskan JPU, untuk memenuhi permintaan terdakwa, ada seorang bernama Adi Chandra tanpa menghubung terdakwa membawa uang sebesar Rp.10 miliar yang dimasukan ke dalam dua kardus dan membawanya ke rumah terdakwa yang beralamat di Grand Garden di Kota Palembang.

Dengan diterimanya uang Rp.10 miliar, terdakwa Dalizon tetap melakukan proses penyelidikan dengan admistrasi abal-abal, untuk mendapatkan uang, dan membuat penyidikan pada proyek di Muba tidak dilanjutkan.

Masih dikatakan JPU Kejagung RI, dari keterangan terdakwa dikatakan uang tersebut diberikan pada Kombes Pol Anton Setiawan yang saat itu mejabat sebagai Dir Reskrimsus Polda Sumsel sebesar Rp.4,750 miliar.

Atas perbuatannya, terdakwa Dalizon diancam dengan Pasal alternatif kumulatif yakni sebagai aparat penegak hukum diduga telah melakukan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan, yakni melanggar Pasal 12e atau 12B UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi.

Minta Rp 10 Miliar

Sebelumnya, pada sidang Kamis (28/7/2022), saksi mengungkap AKBP Dalizon meminta uang Rp 10 miliar kepada Dinas PUPR.

Hal itu terungkap setelah Kejaksaan Agung RI menghadirkan saksi dalam kasus dugaan gratifikasi atas terdakwa AKBP Dalizon.

Adapun saksi yang dihadirkan merupakan PNS di Dinas PUPR Muba, yakni Bramrizal, Ahmad Fadli, Irfan dan Said Kurniawan.

Saksi lainnya yakni Hadi Candra selaku pihak ketiga yang namanya juga disebut dalam dakwaan lerkara ini.

Sidang digelar terbuka untuk umum, diketuai oleh hakim Mangapul Manalu SH MH di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (28/7/2022).

Dihadapan majelis hakim, saksi Bram selaku Kepala Bidang Penerangan Jalan Umum pada Dinas PUPR Muba mengakui, pihaknya menyerahkan uang sebesar Rp 10 miliar atas permintaan terdakwa Dalizon.

Bram menjelaskan, jika kronologi permintaan uang sebesar 10 miliar itu, berawal saat dia pertama kali dipanggil oleh penyidik krimsus Polda Sumsel untuk diklarifikasi terkait adanya pengaduan masyarakat (Dumas) terkait adanya kegiatan proyek di Muba yang bermasalah.

"Saat itu saya mendapat panggilan dari penyidik untuk dimintai keterangan atau klarifikasi terkait adanya Dumas soal proyek bermasalah yang ditangani Polda Sumsel. Saat diperiksa penyidik bernama Erlando saya disarankan agar menjalin komunikasi dengan terdakwa Dalizon yang saat itu menjabat Kasubdit yang mulia," ujar saksi Bram.

Bram juga mengakui, bahwa Kepala Dinas PUPR Herman Mayori mengetahui dia dan rekannya para Kabid diperiksa penyidik.

"Saya bingung belum apa-apa pemeriksaan, saya diarahkan untuk bersilaturahmi dengan Dalizon padahal baru dimintai klarifikasi," jelasnya.

Masih dijelaskan saksi Bram setelah berkomunikasi dengan terdakwa Dalizon, meminta agar menyampaikan kepada Herman Mayori agar membagikan "kue" (fee proyek) 1 persen dari nilai keseluruhan proyek Rp 500 miliar.

"Masalah di proyek bisa dicari-cari, yang penting komunikasi. Jangan serakah makanya kue itu dibagi-bagi. Kamu sampaikan ke Herman Mayori, bagi-bagilah kue itu dari nilai proyek 500 miliar, satu persen dibagikan ke sini hanya 5 miliar," ungkap Bram menurunkan permintaan Dalizon.

Bram menjelaskan, setelah permintaan Dalizon disampaikan ke Herman Mayori pihaknya meminta waktu untuk memenuhi permintaan tersebut.

"Kalau tidak dipenuhi, bisa jadi tersangka kita, kata Herman Mayori kepada saya yang mulia," ujarnya.

Kemudian Bram menceritakan, selang dua hari dia ditelpon oleh Dalizon untuk datang ke Polda Sumsel.

"Saat saya datang ke Polda, disana ada penyidik bernama Salupen memperlihatkan daftar kegiatan proyek yang sedang ditangani Polda. Dari daftar proyek senilai 100 miliar, Salupen meminta 5 miliar untuk pengamanan proyek agar tidak ada lagi yang memeriksa karena sudah diamankan Polda Sumsel, akhirnya disetujui permintaan uang 10 miliar, 5 miliar untuk perkara yang sedang ditangani dan 5 miliar untuk pengamanan," jelasnya.

Masih dikatakan Bram, Dalizon memberikan waktu satu bulan agar uang 10 miliar dalam bentuk rupiah diserahkan kepada seorang bernama Hadi Chandra.

"Dalizon memberikan waktu kepada kami untuk menyiapkan 10 miliar selama satu bulan. Kemudian uang itu saya serahkan dua tahap yakni, 6,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dan Amerika serta 3,8 miliar dalam bentuk rupiah kepada Hadi Chandra atas permintaan Dalizon. Setelah uang tersebut dipenuhi, penyidikan proyek-proyek di Muba langsung dihentikan," ungkap Bram.

Saat ditanya majelis hakim dari sumber uang tersebut, Bram mengaku dari para Kabid-kabid di Dinas PUPR yang mengumpulkannya.

"Dari para Kabid-kabid yang mengumpulkan uang tersebut dengan cara meminjam kepada rekanan atas perintah Herman Mayori yang mulia," ujarnya.

Baca berita lainnya langsung dari google news

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved