Liputan Khusus Tribun Sumsel

LIPSUS: Nanya Dulu Sebelum Panen, Pengepul Setop Sementara Beli TBS, Harga Sawit Terjun Bebas (1)

Petani mengaku kerap kebingungan lantaran pengepul sering setop sementara membeli TBS dari petani. Alasan pengepul karena stok TBS.

Editor: Vanda Rosetiati
PDF TRIBUN SUMSEL HARGA SAWIT TERJUN BEBAS
Harga sawit terjun bebas, petani mengaku kerap kebingungan lantaran pengepul sering setop sementara membeli TBS dari petani. Alasan pengepul karena stok TBS. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Petani sawit di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) mengaku kerap kebingungan lantaran pengepul sering stop sementara membeli tandan buah segar (TBS) dari petani. Alasan pengepul karena stok TBS di pabrik melimpah.

"Kadang beli, kadang tutup, begitulah kondisinya, alasan mereka ya itulah di pabriknya numpuk, jadi stop dulu, ditahan, nanti beli lagi," kata petani sawit, Daud dijumpai Tribun Sumsel di kebunnya di Kecamatan Rupit, Muratara, Sabtu (30/7/2022).

Daud mengungkapkan untuk menyiasati kondisi tersebut, ia biasanya bertanya terlebih dahulu ke pengepul sebelum panen. Selain itu, Daud juga tidak terpaku pada satu pengepul yang menjadi langganannya.

"Biasanya nanya dulu beli atau tutup, kalau beli baru saya panen. Saya nanyanya tidak hanya di satu pengepul, sama yang lain juga nanya. Jadi kita panen langsung ada tempat mengoper, tidak busuk buah kita," ujarnya.

Senada diungkapkan Rahman, petani sawit lainnya juga mengaku kerap bingung untuk menjual buah hasil panennya karena pengepul tutup sementara. Terkadang ia harus menjual ke pengepul di kecamatan lain yang masih membeli TBS.

"Kalau tempat langganan saya tutup ya nyari tempat lain, daripada buah kita busuk kan, kadang sampai ke desa lain, kecamatan lain, repotnya di situ padahal seharusnya jual sama pengepul di desa kita inilah," katanya.

Rahman mengatakan dari informasi yang dia dapat, pengepul sering tutup sementara membeli TBS karena menumpuk di pabrik. Menumpuknya TBS di pabrik lantaran CPO mereka tidak keluar padahal keran ekspor telah dibuka pemerintah.

"Kabarnya karena di pabrik numpuk, jadi lapak tidak berani membeli, takut busuk tidak sampai ke pabrik. Terus juga infonya CPO di pabrik tidak keluar, padahal kan katanya ekspor sudah boleh, jadi bingung kami, ujung-ujungnya kami petani inilah yang dibuat susah," katanya.

Sementara itu, petani sawit lainnya, Rusdi mengatakan sudah selayaknya di daerah ini ada tambahan pembangunan pabrik baru. Mereka berharap ada pengusaha membangun pabrik untuk menampung buah sawit hasil panen petani mandiri.

"Ya harapannya begitu, lihat saja sekarang, buah hasil panen petani kita sampai dijual ke luar daerah, karena sudah melimpah di pabrik-pabrik sini, di pabrik luar daerah juga melimpah, kadang antri panjang," katanya.

Menurut dia, di Muratara memang sudah banyak pabrik sawit, namun perusahaan yang menampung hasil panen petani mandiri baru ada satu yaitu PT Bumi Mekar Tani (BMT) di Kecamatan Nibung.

"Baru satu itulah pabrik yang beli sawit petani mandiri, karena perusahaannya tidak punya kebun inti sendiri, kalau perusahaan lain dia punya kebun inti, kebun plasma, itu pun sudah melimpah," katanya.

Rusdi menambahkan, kebun sawit di Muratara kian hari makin bertambah, sementara pabrik tempat menampung hasil panen tidak ada penambahan. Akibatnya hasil panen petani melimpah membuat buah sawit menumpuk di pabrik-pabrik.

"Lihat sendiri sekarang orang berkebun sawit bertambah terus, entah itu buka lahan kosong atau alih kebun dari karet menjadi sawit, harusnya pabrik juga bertambah. Sawit dari sini banyak dibawa keluar daerah, nah pabrik di luar itu menampung dari daerah lain juga," katanya.

Tak Bisa Disimpan
Kondisi di Banyuasin juga tak beda jauh. Harga sawit saat ini masih sangat rendah. Meski, mulai mengalami kenaikan, tetapi harga sawit tak signifikan seperti beberapa waktu lalu.

Diketahui harga sawit saat ini, dijual ke pengepul seharga Rp 750 per kg. Sebelumnya, harga sawit naik dari harga Rp 300 per kg menjadi Rp 500 per kg.

Meski petani gigit jari karena harga sawit yang terjun bebas, petani yang ada di wilayah Muara Sugihan tetap memanen sawit mereka. Seperti yang diungkapkan Yono, Sabtu (30/7/2022).

Menurutnya, walaupun harga sawit atau TBS masih murah tetap saja dipanen. Karena, buah sawit tidak seperti getah karet yang bisa disimpan.

"Jadi walaupun bagaimanapun harganya, sawit harus tetap dipanen ketika sudah waktunya. Bila tak dipanen, maka akan merusak pohon sawit itu sendiri," katanya.

Seperti harga TBS yang murah saat ini, petani sama sekali tidak mendapatkan keuntungan dari sawit yang mereka jual. Dengan harga Rp 750 perkg yang dijual ke pengepul, ketika dipanen sama sekali hanya mendapatkan modal saja.

Terlebih, untuk memanen TBS juga membutuhkan biaya upah yang cukup besar. Namun, mau tidak mau ketimbang nanti pohon menjadi rusak harus tetap dilakukan panen.

"Kerena harga sawit masih murah, mungkin untuk perawatan sawitnya yang agak dikurangi, karena tidak dapat untuk atau untungnya sedikit sekali. Jadilah, untuk makan dulu kalau sekarang ketimbang mencari keuntungan," katanya.

Terkadang, bagi petani menjadi dilema ketika harga sawit jatuh. Karena sawit tidak dapat disimpan seperti karet, dari itulah terkadang ada keterpaksaan untuk dipanen.

Petani berharap, harga sawit yang mulai mengalami kenaikan meski tidak tinggi bisa memberi semangat petani. Diharapkan, harga sawit bisa kembali stabil dan petani bisa kembali bersemangat.


Panen Setiap 15 Hari
Di tengah situasi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang terus mengalami penurunan harga, para petani di Kabupaten Ogan Komering Ilir tetap konsisten untuk memanen buah sawit miliknya.

Menurut informasi masyarakat, harga jual TBS di kalangan petani swadaya untuk setiap kilogram berbeda-beda mulai Rp 1.000 - Rp 1.250 per kilogram sesuai komidel janjangan (besar atau kecilnya ukuran buah sawit) dan usia tanam pohon sawit masing-masing.

Salah satu petani bernama Rudi Hartono asal Kecamatan Lempuing Jaya menjelaskan harga TBS fluktuatif dan terakhir terjual di angka Rp 950 per kilogram.

"Meskipun harga jual tidak menentu tetapi saya masih rutin memanen buah sawit karena masih lumayan untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari," ungkap pria yang memiliki 2 hektar sawit saat dikonfirmasi, Sabtu (30/7/2022) siang.

Menurutnya keadaan seperti ini sangat jauh berbeda dibandingkan beberapa bulan yang lalu. Sebelum adanya larangan ekspor yang dikeluarkan pemerintah.

"Meskipun masih sama proses panen dilakukan setiap 2 minggu sekali atau setiap 15 hari. Namun pengaruh turunnya harga sangat terasa apalagi ditambah dengan biaya perawatan dan ongkos memanen sawit yang tetap sama," tuturnya.

Dijelaskan semisal harga jual perkilogram Rp 1.000 rata-rata keuntungan petani sekitar Rp 600.000 per hektare (ha). Adapun siklus panen itu 15 hari sekali dengan besaran produksi 1,5 ton hingga 2 ton per ha.

Jadi jumlah produksi setiap bulan berkisar 3 ton hingga 4 ton per ha.

"Dalam satu bulan mendapat keuntungan petani Rp 1,2 juta per ha. Atau diatas Rp 2 juta untuk dua hektar (perkaplingnya-red)," jelasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Antoni warga Kecamatan Mesuji Raya menyebutkan hasil panen cukup meningkat dalam satu bulan terakhir.

"Alhamdulillah meskipun harga jual lagi rendah, akan tetapi hasil panen buah sawit sedang meningkat. Jadi bulan Juli dan Agustus ini memang lagi banyak-banyaknya buah matang,"

"Ya kalo untuk pendapatan per hektar naik sekitar 40 persen hingga 60 persen dari bulan Juni lalu. Kalau biasanya 3 hingga 4 ton, panen terakhir kemarin sekitar 6 hingga 7 ton," ungkap Antoni.

Meskipun panen buah sedang banyak, ia tetap berharap agar harga di kalangan petani bisa kembali normal dan menyentuh di atas Rp 2.000 perkilogram

"Tetapi semoga secepatnya harga bisa kembali normal dan kami para petani tidak lagi kesulitan untuk mengeluarkan biaya perawatan dan memanen buah sawit tersebut," imbuhnya. (cr14/ard/cr12)

Baca berita lainnya langsung dari google news

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved