Sidang Kasus Dodi Reza Alex Noerdin

Disebut Terima Fee Rp 2,9 M, Dodi Reza Alex Noerdin Dituntut 10 Tahun Penjara, Hak Politik Dicabut

Mantan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin dituntut 10 tahun penjara pada kasus dugaan korupsi Dinas PUPR Muba.

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Mantan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin dituntut 10 tahun penjara pada kasus dugaan korupsi Dinas PUPR Muba.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Meyer Simanjuntak menyebut putra Alex Noerdin ini terbukti korupsi sehingga mereka JPU menyatakan Dodi Reza Alex Noerdin dituntut 10 tahun penjara.

Di persidangan terungkap alasan politisi partai Golkar Dodi Reza Alex Noerdin dituntut 10 tahun penjara karena dirinya telah menerima fee Rp.2,9 miliar dari terpidana Suhandy (sudah vonis) yang merupakan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara (SSN).

"Menyatakan perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tidak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar JPU KPK, Meyer Simanjuntak saat membacakan tuntutan dalam sidang yang digelar secara virtual di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (16/6/2022).

Selain pidana penjara, Dodi Reza juga dituntut membayar uang pengganti (UP) atas kerugian negara senilai Rp2,9 miliar.

Dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka pidana tambahan 2 tahun penjara.

Tak hanya itu, putra mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin tersebut dituntut agar dicabut hak politiknya untuk memilih atau dipilih selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.

"Karena kami menilai kasus ini terjadi secara bersama-sama dan berkelanjutan, makanya kami juga menuntut agar hak politik terdakwa Dodi dicabut. Hal ini diharapkan bisa menjadikan efek jera ataupun pengingat bagi yang lain agar tidak melakukan hal serupa," ujar Layer saat ditemui setelah persidangan.

Sedangkan untuk dua terdakwa lainnya yakni Herman Mayori Kadis PUPR Muba dan Eddy Umari, Kabid SDA PUPR Muba juga dituntut JPU dengan pidana penjara.

Herman Mayori dituntut pidana 4 tahun enam bulan penjara dan denda Rp.350 juta subsider 6 bulan serta pidana tambahan berupa wajib mengganti uang kerugian sebesar Rp789 juta.

Dengan ketentuan apabila tidak sanggup dibayar maka diganti pidana tambahan berupa pidana 1 tahun penjara.

Sedangkan untuk terdakwa Eddy Umari, dituntut pidana penjara selama 5 tahun.

Dia juga dituntut dengan pidana tambahan wajib mengganti kerugian Rp727 juta.

Jumlah tersebut dikurangi dengan Rp 500 juta yang sebelumnya telah dikembalikan oleh Eddy Umari.

Apabila sisanya tidak sanggu dibayar, maka wajib diganti pidana tambahan selama 1 tahun penjara.

Dalam pertimbangannya, JPU menyebut Dodi Reza Alex Noerdin berbelit-belit selama memberi keterangan di persidangan.

Hal ini juga menjadi pertimbangan dalam memberatkan hukuman terhadapnya selain tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

"Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan serta belum pernah dihukum sebelumnya," ucap JPU.

Selanjutnya sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari masing-masing terdakwa dan kuasa hukumnya pada, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Motif Remaja Dibunuh di Jalan Merdeka Palembang Pulang Nobar Bola, Korban Rafli Pernah Ketemu Pelaku

Mantan Bupati Muba  Dodi Reza Alex Noerdin bersama dua terdakwa lain kasus suap proyek Dinas PUPR Muba telah menjalani sidang lanjutan yang digelar Majelis Hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (6/6/2022).

Agenda sidang kali ini yakni mendengarkan keterangan tiga terdakwa Dodi Reza, Eddy Umari, dan Kadis PUPR Muba Herman Mayori.

Dalam persidangan, Dodi Reza Alex membantah dirinya menerima fee Rp 2,6 miliar dari terdakwa Suhandy (sudah vonis) yang merupakan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara (SSN).

"Saya tidak pernah menerima dan sama sekali tidak tahu," kata Dodi.

Ia mengatakan jika uang sebanyak Rp 1,5 miliar yang disita saat OTT KPK adalah uang milik ibunya yang dititipkan kepada ajudan Dodi yang bernama Mursyid. Dodi menyebut jika uang itu akan digunakan untuk membayar pengacara ayah kandungnya, Alex Noerdin yang terjerat kasus suap Masjid Raya Sriwijaya dan PT PDPDE.

"Saya hanya berpikiran uang itu adanya Rp 1,5 miliar, tidak meriksa-meriksa lagi. Dan uang itu dititipkan oleh ibu saya kepada ajudan saya. Dia saya diperintahkan untuk mengantar uang itu untuk membayar jasa lawyer ayah kandung saya," tuturnya.

Menurut Dodi, ia tak mengatur nama siapapun sebagai pemenang tender proyek di Dinas PUPR Muba seperti yang dituduhkan. Dijelaskan Dodi, ia mengenal Suhandy dari terdakwa Herman Mayori yang merupakan Kepala Dinas PUPR Muba.

Herman saat itu membawa Suhandy ke Jakarta untuk menemuinya.

"Saat lagi di Jakarta saya sedang rapat zoom meeting di sebuah Apartemen. Tiba-tiba di sela oleh Ajudan, kemudian Suhandy ini masuk dibawa oleh Herman. Saya agak marah, karena tidak ada janji apapun dengan Herman ini," ungkapnya.

Dalam pertemuan tersebut perbincangan Dodi dan Suhandy hanya berlangsung dua menit. Saat itu, Suhandy mengutarakan bahwa dirinya hendak mengambil proyek di Muba untuk membuat Danau.

"Langsung saya tanya apakah kamu yang kerjakan proyek bermasalah di Kabupaten PALI?. Dia menjawab bukan, oleh karena itu dia (Suhandy) saya perbolehkan ikut lelang," jelasnya.

Saat lelang berlangsung, Dodi mengaku tak mengetahui bahwa Suhandy adalah pemenangnya.

Ia baru mengetahui bahwa Suhandy pemenang tender proyek saat terjadinya kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Muba pada Jumat (15/10/2021).

Ketika kejadian itu berlangsung Dodi mengaku sedang berdinas di Jakarta.

"Malam saya dapat kabar OTT di Muba. Kemudian penyidik dari KPK meminta saya datang untuk dimintai keterangan, sayapun langsung datang ke sana," jelas Dodi.

Penyidik KPK pun meminta Dodi untuk memerintahkan ajudannya datang ke gedung KPK. Ajudan Dodi saat itu datang dengan naik taksi, karena uangnya banyak dia foto-foto taksi karena takut taksinya kabur.

"Karena perintah saya minta dia datang saja, uangnya dia tinggal di dalam taksi. Saat lagi foto-foto, mobil petugas KPK datang dan memeriksa mobil taksi dan melihat uang tersebut," jelas Dodi.

Uang untuk membayar jasa pengacara Alex Noerdin pun disita penyidik sebagai barang bukti karena diduga merupakan fee proyek di Dinas PUPR Muba. Namun Dodi membantah keras bahwa uang itu adalah fee proyek.

"Uang itu milik ibu saya hasil menjual perhiasan, hasil usaha, dan pinjaman ke keluarga untuk jasa pengacara. Itu bisa dibuktikan," tegas dia.

Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Muba Herman Mayori mengaku, bahwa Dodi mendapatkan jatah fee 10 persen dari proyek di Muba.

Fee yang mencapai Rp 2,6 miliar itu diberikan oleh Herman Mayori secara bertahap melalui staff khusus Dodi bernama Badrul Zaman alias Acan.

"Saya berikan kepada Irfan (saksi) kemudian Irfan yang memberikan ke Acan. Pemberian pertama itu Januari 2021 Rp 1 miliar yang diberikan dalam bentuk mata uang asing. Baru Rp 1,6 miliar lagi diberikan kembali juga bentuk mata uang asing," katanya.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved