Petani Inovatif HUT Tribun Sumsel
Sehari Satu Hektare Bisa Selesai, Inovasi Cara Tanam Jagung Pakai Alat Otok-otok
Petani yang ada di Kecamatan Tanjung Lago Banyuasin terutama petani jagung memanfaatkan mesin otok-otok, dalam satu hari bisa satu hektare.
TRIBUNSUMSEL.COM, BANYUASIN - Sejak kemajuan teknologi terutama di bidang pertanian, petani yang ada di Kecamatan Tanjung Lago Banyuasin terutama petani jagung juga memanfaatkan kemajuan teknologi.
Cara tanam tradisional yang memakan banyak waktu dan juga butuh banyak tenaga, sudah ditinggalkan petani jagung di kecamatan ini. Salah seorang yang melakukannya yakni Tamrin Fauzi.
Tamrin Fauzi, memanfaatkan teknologi mesin otok-otok yang bisa dengan mudah menanam jagung tanpa harus memakan banyak waktu. Hanya dalam sehari, satu hektar lahan sudah selesai untuk menanam jagung.
"Kalau dulu, modalnya sangat besar. Untuk tanam saja secara tradisional, harus mengupah 20 orang untuk satu hektare. Namun, dengan memanfaatkan teknologi otok-otok ini, cukup dua orang satu hektare sehari selesai," ujarnya ketika ditemui di kebunnya di Desa Telang Sari Kecamatan Tanjung Lago Banyuasin.
Alat otok-otok ini, menurut Tamrin mulai digunakan dalam beberapa tahun terakhir. Awalnya, ia mengagas menggunakan alat ini di kebun jagungnya, karena waktu tanam terlalu lama dengan metode tradisional.
Dengan pemanfaatan alat otok-otok ini, benih jagung yang akan ditanam hanya dimasukan ke dalam tempat penampung benih. Setelah itu, tinggal mendorong alat otok-otok ini ke lahan yang akan ditanam.
Secara otomatis, tanah akan dilubangi dan dimasukan benih jagung. Usai benih jagung masuk, secara otomatis juga tanah akan tertutup. Sehingga, hanya dalam sehari saja luasblahan satu hektare bisa selesai ditanami jagung.
"Tidak susah lagi untuk melubangi tanah, memasukan benih lalu menutupnya. Kalau dulu, ada pekerja yang melubangi, ada yang memasukan benih dan menutup tanah. Sekarang lebih praktis dan alhamdulillah semua petani jagung menggunakan cara ini," ujarnya.
Selain lebih efektif dan efisien saat menanam, pengunaan alat otok-otok ini juga bisa menggemburkan tanah. Usai melakukan penanaman, petani tinggal melakukan perawatan tumbuh kembangnya jagung.
Perawatan yang dilakukan, mulai dari memberikan pupuk baklik itu pupuk organik dicampur pupuk kimia dan juga penyemprotan hama. Bila jagung sudah berumur sekitar 45 hari dan berbuah, biasanya pengawasan akan lebih ekstra dilakukan.
Karena, hama yang paling merusak tanaman ketika jagung sudah berbuah adalah tikus. Tikus, biasanya akan merusak tidak hanya batang tetapi juga jagung. Sehingga, biasanya para petani jagung di Tanjung Lago ini akan bersama-sama menjaga lahan jagung.
"Kalau tidak dijaga, maka bisa habis dan gagal panen. Karena, hama tikus ini yang menjadi hama paling merusak tanaman jagung. Selain malam-malam harus dijaga, lahan juga harus bersih dari rumput. Sehingga, tikus tidak dapat bersembunyi," ungkapnya.
Dengan upaya yang dilakukan, sudah beberapa tahun ini wilayah Kecamatan Tanjung Lago khususnya Desa Telang Sari bisa menghasilkan puluhan bahkan ratusan ton jagung kering. Karena, dalam satu hektare lahan yang ditanami jagung setidaknya menghasilkan delapan sampai 10 ton jagung kering.
Petani di Desa Tenaga Sari, lebih memilih untuk menjual jagung kering kepada pengepul karena harganya yang terbilang cukup mahal. Dalam satu kilo jagung kering, bisa dihargai Rp 4.500 sampai Rp 5.000.
Lebih Pilih Tanam Jagung Bisi Satu
Petani jagung di Desa Telang Sari Kecamatan Tanjung Lago Banyuasin, lebih memilih menanam jagung bisi satu ketimbang bisi dua. Hal ini, karena kontur tanah yang memiliki asam yang tinggi dan tidak efektif ditanam jagung bisi dua.
Sehingga, seluruh petani jagung di sini memilih untuk menanam bisi satu dan hasilnya juga dianggap memuaskan. Alasan petani jagung yang menanam jagung bisi satu, karena mereka pernah menanam jagung bisi dua.
Tetapi, hanya satu tongkol jagung yang besar. Sedangkan, satu tongkol lagi tidak membesar. Satu tongkol yang berbuah besar, juga dianggap tidak efektif karena buahnya tidak begitu bagus. Dari itulah, petani jagung disini memilih menanam jagung bisi satu.
"Modalnya per hektare Rp 10 juta. Petani di sini, tinggal mengupah orang untuk menanam begitu juga panen. Karena taman menggunakan alat otok-otok tadi, sedangkan panen menggunakan komben panen jagung. Jadi tinggal menunggu, jagung sudah ada di depan rumah," ujar Tamrin.
Setidaknya, dari mulai tanam hingga waktu panen, membutuhkan waktu selama lebih kurang lima bulan. Usai masuk masa panen, hanya dengan menggunakan alat komben panen jagung dalam sehari bisa selesai satu hektare.
Bila sudah berada di dalam karung, petani baru akan melakukan penjemuran. Penjemuran inilah, yang masih menggunakan cara tradisional. Jagung di jemur di bawah teriknya matahari, lebih kurang selama dua hari.
Usai jagung dianggap kering, barulah pengepul datang untuk mengambil jagung-jagung milik petani.
"Alhamdulillah, permintaan jagung dari pulau Jawa juga cukup tinggi. Kami juga diberitahu dari Pemkab Banyuasin, bila ada kerjasama dengan pihak lain di pulau Jawa, terkait jagung kering. Inilah, membuat kami juga merasa tenang karena memang sudah ada pasarnya sendiri," ungkapnya.
Namun, ada juga kendala yang biasanya dihadapi petani jagung. Kendala ini, pastinya dihadapi seluruh petani. Menurut Tamrin Fauzi, kendala yang dihadapi pastinya masalah pupuk yang mahal dan juga sering kosong.
Dari itulah, petani jagung di sini menyiasatinya dengan menggunakan pupuk organik baru ditambah pupuk kimia. Sehingga, musim tanam bisa tetap berjalan meski pupuk subsidi pemerintah telat datang ataupun kosong.
"Kami disini, terus berupaya dan selalu rapat antara kelompok tani ketika muncul kendala. Tujuannya agar bisa mencari solusi, seperti pupuk. Jadi, sama-sama bisa menghasilkan dan juga menghasilkan panen yang banyak," pungkasnya.(ard)
Baca berita lainnya langsung dari google news.