Idul Fitri 2022
Dampak Negatif Pertanyaan 'Kapan Menikah' Saat Momen Lebaran, Psikolog dan Ustadz Beri Penjelasan
Namun tahukah Anda jika sebenarnya pertanyaan tersbeut memiliki dampak buruk bagi diri seseorang?
TRIBUNSUMSEL.COM - Umat muslim di Indonesia bakal merayakan hari raya Idul Fitri.
Salah satu tradisi yang biasa muncul ialah bersilaturahmi kerumah sanak saudara.
Sejumlah obrolanpun pasti akan terjadi.
Pertanyaan klise seperti 'kapan menikah' kerap dilontarkan saat momentum lebaran Idul Fitri.
Pasalnya pada momen inilah umat Muslim dapat berkumpul bersama keluarga dan sanak saudaranya.
Namun tahukah Anda jika sebenarnya pertanyaan tersbeut memiliki dampak buruk bagi diri seseorang?
Psikolog Unit Layanan Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Laelatus Syifa, M.Pi mengatakan pertanyaan itu bisa jadi hanya basa-basi.
"Bisa jadi itu hanya pertanyaan basa-basi," dikutip Tribun Palu dari laman Kompas.com.
Meski begitu, ia membenarkan jika pertanyaan 'kapan nikah' bisa menimbulkan berbagai macam efek untuk perkembangan mental seseorang.
"Cenderung tidak terlalu serius, cuma ternyata menimbulkan efek. Efeknya ini berbeda-beda untuk setiap orang," sambungnya.
Efek yang ditimbulkan dari pertanyaan tersebut bisa bermakna positif dan negatif.
Laela menjelaskan efek positif yang timbul adalah ketenangan saat menghadapi pertanyaan tersebut.
"Misalnya nanggapi tetap cuek tapi tenang," ujar Laela.
Kemudian ada beberapa orang yang justru mendapatkan jodoh setelah ditanya 'kapan nikah?.
"Misal ditawarin, kamu mau saya carikan jodoh?" sambungnya saat memberikan contoh.
Dari pertanyaan tersebut, Laela menyebut justru bisa jadi membukakan jodoh bagi seseorang.
Selain efek positif, pertanyaan 'kapan nikah' juga bisa menimbulkan efek negatif.
Menurut Laela, pertanyaan itu bisa menimbulkan stres, frustasi bahkan seseorang bisa menghindar dari kelompok sosial tertentu.
Jika seseorang merasa tertekan atas pertanyaan 'kapan nikah', maka hal tersebut akan menimbulkan efek negatif.
Dalam kasus ini, kepercayaan diri merupakan suatu hal yang sangat inti.
"Jika seseorang percaya diri, pertanyaan tersebut tidak akan ngaruh sebenarnya," lanjut Laela.
Kedua, faktor eksternal yang berasal dari kontrol diri sendiri.
Laela menyebut faktor eksternal bisa berasal dari lingkungan sosial atau tekanan pihak keluarga.
Menurutnya, besaran efek dari pertanyaan tersebut tergantung dengan besarnya harapan dan kenyataan yang akan didapat.
"Misal, kalau anak kuliah ditanya soal beginian akan merasa biasa saja," ujar Laela.
Tidak ada harapan besar jika pertanyaan 'kapan nikah' dilontarkan pada mahasiswa.
Akan berbeda jika hal itu diberikan kepada mereka yang sudah memiliki harapan besar segera menikah.
"Maka akan menjadi pertanyaan sensitif bagi mereka," pungkasnya.
Baca juga: 6 Sunnah Sebelum Sholat Idul Fitri Berdasarkan Hadits, Mulai dari Mandi Hingga Potong Rambut
Baca juga: Hukum Berhubungan Suami Istri di Malam Takbiran Idul Fitri 1443 H/2022, Ini Penjelasan Lengkapnya
Lebih Baik Mendoakan daripada Menanyakan
Menanggapi pertanyaan jemaah yang menyinggung tentang 'kapan nikah', Ustaz Abdul Somad (UAS) menjelaskan hal tersebut.
Menurutnya, pertanyaan 'kapan nikah' bisa menyakiti hati seseorang.
Tak hanya pertanyaan itu, hati seseorang yang ditanya 'kapan punya anak' juga akan merasakan hal yang sama.
Ia mengaku tak pernah bertanya kepada seseorang terkait pertanyaan 'kapan nikah' dan 'kapan punya anak'.
"Saya belum pernah nanya kapan nikah, kapan punya anak. Karena itu bisa menyakiti hati orang lain," ujarnya saat menjawab pertanyaan jemaah yang ditayangkan di YouTube Ustadz Kita Semua.
Jika ada teman atau sanak saudara yang belum menikah namun teman seusianya sudah menikah lebih dahulu, maka dukungan harus diberikan kepadanya.
Pendakwah kelahiran tanah Sumatera Utara ini mengimbau untuk membantu teman-teman yang belum juga menikah.
"Kalau ada teman yang belum menikah, tolong dia sampai menikah. Jangan ditanya 'kapan nikah' terus," ungkapnya dalam ceramah tersebut.
UAS mengatakan hal itu lantaran dirinya sudah pernah merasakan ditanya secara terus menerus terkait 'kapan nikah'.
Bahkan hingga usianya menginjak 34 tahun, pertanyaan itu masih terus diberikan kepadanya.
Terlebih setelah menikah, UAS mengaku membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama juga untuk mendapatkan keturunan.
"Saya 31 tahun baru pulang dari Maroko, menikah umur 34. Pertanyaan itu sering saya dengarkan. Sampai peka telinga saya.
Terlebih saya juga lama punya anak. Jadi pertanyaan semacam itu cukup menyinggung perasaan," tandas UAS kepada jemaah.
Ia juga mengatakan, bagi seseorang yang bertanya 'kapan nikah' dan 'kapan punya anak' sama saja bertanya 'kapan mau mati'.
Hal ini, jelasnya, dikarenakan jodoh, rezeki dan pertemuan maut adalah ketentuan Allah SWT.
"Orang yang bertanya 'kapan nikah dan 'kapan punya anak', sama saja bertanya 'kapan mau mati', adalah urusan Allah SWT," sambungnya.
UAS mengimbau untuk tidak bertanya hal tersebut, justru harus membantu seorang teman yang belum menemukan jodohnya.
"Kalau ada teman yang belum menikah, kita tolong dia sampai menikah. Jangan ditanya terus 'kapan nikah'," pungkas UAS.
(TribunPalu/Kim)
Artikel ini telah tayang di TribunPalu.com dengan judul Pendapat Psikolog & Ustaz Tentang Pertanyaan 'Kapan Menikah' yang Kerap Muncul saat Momen Lebaran.