Berita Nasional

RESMI jadi Tersangka 'Tempat Jin Buang Anak', Edy Mulyadi Ditahan 20 Hari, Sudah Siapkan Pakaian

Penetapan status tersangka terhadap Edy setelah Tim Penyidik Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memeriksa sebanyak 55 orang saksi.

Editor: Weni Wahyuny
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Edy Mulyadi memenuhi pemeriksaan polisi atas dugaan kasus ujaran kebencian di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022). Ia resmi jadi tersangka usai diperiksa 

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Pernyataan 'tempat jin buang anak' berbuntut panjang.

Edy Mulyadi resmi jadi tersangka dugaan ujaran kebencian.

Sebelumnya ia melontarkan pernyataan bahwa Kalimantan yang merupakan tempat ibu kota negara baru adalah 'tempat jin buang anak'.

Sontak pernyataan itu mendapat kecaman dari berbagai pihak hingga berujung di kantor polisi.

Tim Penyidik Bareskrim Polri menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka dalam kasus dugaan ujaran kebencian "tempat jin buang anak".

"Penyidik menetapkan saudara EM menjadi tersangka," Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Senin (31/1/2022).

Penetapan status tersangka terhadap Edy setelah Tim Penyidik Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memeriksa sebanyak 55 orang saksi.

Ramadhan mengatakan, total 55 saksi tersebut terdiri dari 37 saksi umum dan 18 saksi ahli.

"Saksi ahli terdiri dari saksi ahli bahasa, sosiologi hukum, pidana, ITE, analisis media sosial, forensik dan antropologi hukum," jelasnya.

Baca juga: Nasib Edy Mulyadi Kini, Jadi Tersangka dan Langsung Ditahan di Rutan Bareskrim Polri

Edy akan ditahan di Bareskrim untuk kepentingan dalam perkara ini.

"Penahanan dilakukan mulai hari ini sampai 20 hari ke depan," ucapnya.

Diketahui sebelumnya, berbagai kalangan di Kalimantan tidak terima wilayah mereka disebut sebagai “tempat jin buang anak”.

Sejumlah pihak melaporkan Edy ke polisi dengan tuduhan telah melakukan ujaran kebencian.

Edy telah meminta maaf dan membuat klarifikasi.

Ia menjelaskan bahwa frasa “tempat jin buang anak” merupakan istilah untuk menggambarkan tempat yang jauh.

Kemudian, Bareskrim Polri melakukan pemanggilan terhadap Edy Mulyadi untuk pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus ujaran kebencian.

Pada pemanggilan pertama, Edy Mulyadi tak hadir memenuhi agenda pemeriksaan. Bareskrim pun melayangkan surat pemanggilan kedua.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menegaskan, surat panggilan kedua akan disertai perintah untuk membawa Edy Mulyadi hadir dalam pemeriksaan.

"Panggilan kedua dengan perintah membawa. Silakan aja ikuti mekanisme penyidikan yang sedang berjalan," kata Agus saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (28/1/2022).

Sudah Bawa Pakaian

Edy Mulyadi membawa pakaian saat memenuhi pemeriksaan polisi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).

Edy sengaja membawa pakaian saat menjalani pemeriksaan karena menduga bakal ditahan seusai diperiksa penyidik.

Edy Mulyadi tampak membawa kantong berwarna kuning berisikan pakaian.

Kantong itu ditunjukkan saat Sekjen GNPF Ulama tersebut menemui awak media.

"Persiapan saya bawa ini. Saya bawa pakaian dan karena saya sadar betul karena teman-teman saya yang luar biasa ini sadar betul bahwa saya dibidik," ujar Edy di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (31/1/2022).

Menurut Edy, kasus yang menjeratnya tersebut bukan hanya persoalan hukum.

Sebaliknya, kasus tersebut diklaim merupakan kasus yang bernuansa politis.

"Saya menduga dan teman-teman lawyer yang luar biasa ini menduga akan ditahan. Tapi bukan karena dua hal tadi. Sejatinya sesungguhnya bobot politisnya jauh-jauh lebih besar dari persoalan hukumnya," jelas Edy.

Edy menyatakan pihak yang membidiknya agar ditahan tidak suka karena dirinya kerap kritis di sosial media.

Namun, dia tidak menjelaskan pihak mana yang tengah membidik dirinya.

"Saya dibidik bukan karena ucapan bukan karena tempat jin buang anak. Saya dibidik bukan karena macan yang mengeong. Saya dibidik karena saya terkenal kritis," jelas Edy.

Edy kemudian mencontohkan berbagai kritik yang kerap disampaikannya di sosial media. Di antaranya kritisi terhadap RUU Omnibuslaw hingga revisi UU KPK.

"Saya mengkritisi RUU Omnibuslaw. Saya mengkritisi RUU minerba dan saya mengkritisi revisi UU KPK. Itu jadi saya bahan inceran karena podcast saya sebagai orang FNN dianggap mengganggu kepentingan para oligarki," pungkas Edy.

baca berita lainnya di Google News

Sumber : KompasTV

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved