Berita Nasional

Budidaya Lebah Madu Serta Buka Lahan Tanpa Membakar Menuju Penghidupan Berwawasan Lingkungan

Kegiatan itu sebagai upaya memperkuat kolaborasi dalam rencana kegiatan peningkatan penghidupan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di Desa B

Tribunsumsel.com
Banyuasin memiliki luas lahan 295,800 hektare atau 13 persen dari luas total lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan. 

TRIBUNSUMSEL.COM - World Agroforestry (ICRAF) Indonesia dan Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumatera Selatan menyelenggarakan lokakarya multipihak di Palembang, Sumatera Selatan.

Kegiatan itu sebagai upaya memperkuat kolaborasi dalam rencana kegiatan peningkatan penghidupan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di Desa Baru dan Desa Daya Kesuma, Kabupaten Banyuasin, 

Lokakarya ini adalah salah satu kegiatan dalam Proyek Peat-IMPACTS yang dikoordinir oleh ICRAF Indonesia. 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuasin Ir H Kosarudin, MSi menyambut baik inisiatif yang diinisiasi oleh ICRAF dan Forum DAS di Banyuasin.

Banyuasin memiliki luas lahan 295,800 hektare atau 13 persen dari luas total lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan.

Kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat kolaborasi multipihak sebagai langkah awal untuk menjalankan kegiatan peningkatan penghidupan berwawasan lingkungan di dua desa percontohan.

“Lahan gambut di Banyuasin, sekitar 236 ribu hektare sudah dimanfaatkan untuk lahan pertanian, khususnya padi. Produksi beras di Banyuasin cukup tinggi, yaitu 905 ribu ton, mendapat posisi No 4 di Indonesia.”

“Kami mohon untuk disampaikan sejelas-jelasnya agar kegiatan ini memberi manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat kami. Di laporan akhir, mohon juga dimasukkan bagaimana perencanaannya, pelaksanaannya, monitoring dan evaluasinya. Kami ingin melihat dampaknya jika bisa mengurangi angka kemiskinan dan lain-lain sehingga bisa menjadi model yang kami adopsi di tingkat kabupaten,” tutur Kosarudin.

Namun pemerintah daerah tentu saja membutuhkan dukungan dalam pengelolaan lahan gambut secara lestari dan sekaligus memperkuat penghidupan masyarakat yang tinggal di kawasan KHG.

Keterlibatan pemangku kepentingan lain seperti lembaga penelitian, akademisi dan sektor swasta ditingkatkan untuk menuju pengelolaan yang terpadu dan menyeluruh. Pemerintah daerah tidak bisa melakukannya sendiri, ujarnya.

Kosarudin juga mendorong dinas-dinas terkait yang memiliki rencana atau program berjalan yang sesuai dengan kegiatan yang dirancang Peat-IMPACTS untuk turut aktif berpartisipasi untuk mempercepat tercapainya tujuan peningkatan penghidupan berbasis alam sehingga dapat seluas-luasnya memberi dampak positif kepada masyarakat desa dan petani kecil pada khususnya.

Koordinator Peat-IMPACTS Feri Johana yang diwakili oleh peneliti senior ICRAF Indonesia Dr Betha Lusiana menyampaikan bahwa lokakarya ini adalah tindaklanjut dari kegiatan yang sudah diselenggarakan pada kurun waktu Desember 2021, di mana serangkaian diskusi kelompok terfokus di tingkat desa dan lokakarya di tingkat kabupaten telah dilakukan dalam kurun waktu Desember 2021 dengan melibatkan para pemangku kepentingan yang merupakan anggota Tim Kerja Bersama.

“Tim Kerja Bersama ini yang akan menyusun peta jalan dari usulan jenis model bisnis secara lebih detil dengan kerangka outcome mapping dalam lokakarya selama 3 hari ini,” ujar Betha.

Adapun bisnis model yang akan diujicobakan di kedua desa pilot adalah model usaha budidaya lebah madu dan mina padi di Desa Baru; budidaya padi ramah lingkungan dengan menerapkan pembukaan lahan tanpa bakar dan penggunaan pupuk organik di Desa Daya Kesuma.

Ketua Forum DAS Sumatera Selatan, Dr Syafrul Yunardi S.Hut, ME, mengatakan bahwa dalam kegiatan lokakarya ini ICRAF dan Forum DAS ingin mengetahui apa saja mimpi dari kedua desa contoh dan juga pemerintah daerah, baik provinsi atau kabupaten.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved