Berita Banyuasin
Makam Keramat Leluhur Desa Limau Banyuasin Jadi Kajian Cagar Budaya, Berperan Sebarkan Ajaran Islam
Makam keramat leluhur Desa Limau Kecamatan Sembawa Kabupaten Banyuasin, akan dilakukan pengkajian dari Pemkab Banyuasin agar bisa menjadi cagar budaya
Penulis: M. Ardiansyah | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, BANYUASIN - Makam keramat leluhur Desa Limau Kecamatan Sembawa Kabupaten Banyuasin, akan dilakukan pengkajian dari Pemkab Banyuasin agar bisa menjadi cagar budaya.
Makan keramat leluhur warga Desa Limau ini juga, ternyata berada tidak jauh dari lokasi tok trans Sumatera. Di sini, ada tiga leluhur warga Desa Limau yang dimakamkan termasuk juga hulubalangnya.
Tiga leluhur warga desa Limau Kecamatan Sembawa Kabupaten Banyuasin yakni Muning Godek, Muning Resmi dan, Muning Sakti dan satu hulubalang ini, berada di tengah hutan.
Di sini, Bupati Banyuasin H Askolani Jasi sempat berziarah. Selain berziarah, Bapak Infrastruktur Banyuasin ini juga mencanangkan agar makan keramat leluhur warga Desa Limau bisa jadi salah satu cagar budaya di wilayah Banyuasin.
"Nanti kami kaji dahulu, apakah makan keramat leluhur warga Desa Limau ini bisa dijadikan cagar budaya. Karena, untuk suatu tempat yang akan dijadikan cagar budaya perlu dikaji dan ada beberapa syarat yang berlaku," kata Askolani, Sabtu (15/1/2022).
Lanjut Askolani, memang di wilayah Banyuasin cukup banyak makan leluhur dari suatu desa yang dikeramatkan dan sangat dihormati. Terlebih, leluhur itu merupakan orang yang menyebarkan ajaran Islam dimasa itu.
"Sebagai generasi penerus, setidaknya kita harus melestarikan untuk mengenang jasa dari para leluhur. Seperti di Desa Limau ini, kami upayakan nanti setelah dikaji kedepannya bisa jadi cagar budaya," katanya.
Saat mendatangi makan keramat leluhur warga Desa Limau, orang nomor satu di Kabupaten Banyuasin ini juga mendengarkan kenapa Muning Godek, Muning Resmi dan Muning Sakti menjadi sangat dihormati warga Desa Limau.
Menurut Kades Limau M Dinan, leluhur mereka yakni Muning Godek, Muning Resmi dan Muning Sakti merupakan pendatang di pulau Sumatera tepatnya di wilayah Banyuasin. Dahulu, ada lima orang yang datang dan mendirikan perkampungan termasuk ketiga leluhur warga Desa Limau ini.
"Awalnya, nama kampung leluhur kami ini Desa Lima. Karena, yang mendirikannya ada lima orang. Seiring berkembangnya waktu, nama Lima ini berubah sendiri menjadi Limau," katanya.
Muning Godek, Munung Resmi dan Muning Sakti yang berasal dari Banten, dikenal sebagai ulama saat itu. Mereka mendirikan perkampungan dan menyebarkan agama Islam saat tiba di Banyuasin.
Sampai, leluhur warga Desa Limau ini mendapatkan keturunan dan para keturanan dari Muning Godek, Munung Resmi dan Muning Sakti, juga diminta untuk menyebarkan ajaran Islam. Keturunan dari ketiga leluhur warga Desa Limau sampai menyebarkan ajaran Islam sampai ke Palembang tepatnya di Sabokingking, Sungsang, Rantau Bayur dan sejumlah wilayah yang ada di perbatasan Banyuasin.
"Kalau dulu, banyak sekali orang datang untuk berziarah bahkan ada yang meminta. Tetapi, kami sebagai keturunan dari ketiga leluhur kami ini melarang orang datang untuk meminta sesuatu. Kami hanya membolehkan untuk berziarah, bukan meminta sesuatu. Makanya, sejak ada larangan itu orang yang datang mulai berkurang," katanya.
Perkampungan yang didirikan leluhur warga Desa Limau ini, tidak jauh dari sungai besar. Sungai besar ini, menjadi akses warga Desa Limau dahulu. Karena sungai besar yang ada di dekat perkampungan leluhur Desa Limau, akses transportasi menuju ke Sungsang hingga Selat Sunda.
Tak heran, menurut M Dinan bila perkampungan leluhur warga Desa Limau ada satu dermaga besar yang menjadi tempat bersandarnya kapal yang datang dari berbagai wilayah.
"Sekarang, sudah hilang sungai besarnya dan menjadi kecil. Apalagi sekarang sudah ada pembangunan jalan tol. Untuk wilayah hutan ini, sekarang sudah menjadi hutan larangan. Kami tidak memperbolehkan sembarang orang masuk, karena nanti dapat merusak makan leluhur kami," pungkasnya.
Baca berita lainnya langsung dari google news.