Berita Muratara
Bila Masalah Sungai Keruh Tak Kunjung Tuntas, Warga di Muratara Ancam Demo Besar-besaran
Warga Pinggiran Sungai Rupit dan Sungai Rawas mengancam akan melakukan aksi demo besar jika tambang emas ilegal tak kunjung tuntas
Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Yohanes Tri Nugroho
TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Masalah sungai keruh diduga akibat aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) belum juga selesai.
Warga yang menggelar aksi damai di kantor DPRD Muratara, Senin (29/11/2021) kemarin, mengancam akan demonstrasi besar-besaran bila masalah ini tak kunjung tuntas.
"Pesan kami kemarin kepada DPRD, kepolisian dan pemerintah daerah bahwa masalah sungai keruh ini harus dituntaskan. Pokoknya kami ingin sungai kami jernih lagi, kalau tidak, bisa terjadi demo lebih besar lagi," kata warga, Frengki, Selasa (30/11/2021).
Dia menegaskan sudah bertahun-tahun warga yang tinggal di bantaran Sungai Rupit dan Sungai Rawas dipaksa mandi dan mengkonsumsi air keruh.
Ada 4 kecamatan dan 48 desa/kelurahan yang dialiri sungai keruh tersebut.
"Masyarakat Muratara ini mayoritas tinggal di tepi sungai, bergantung pada air sungai. Enak kalau kita ada sumur atau berlangganan PDAM, bagaimana kalau yang tidak," kata Frengki.
Salah seorang ibu rumah tangga, Mirna mengatakan warga sangat bergantung pada air sungai untuk keperluan sehari-hari.
"Cuci pakaian, mandi, di sungai inilah, cuci beras pakai air inilah, cuma cucinya saja, kalau pas masaknya pakai air jernih minta di sumur orang," katanya.
Banyak warga termasuk dirinya yang tinggal di pinggir sungai tidak memiliki sumur atau berlangganan air bersih PDAM.
"Saya tidak (berlangganan PDAM), sumur juga tidak ada, karena kami yang tinggal di pinggir sungai ini memanfaatkan air sungai inilah," ujar Mirna.
Warga lainnya, Joni mengungkapkan air keruh ini berasal dari Sungai Tiku yang mengalir ke Sungai Rupit akibat aktivitas tambang emas liar.
Keruhnya Sungai Rupit juga berdampak hingga ke sungai Rawas yang merupakan sungai terbesar di Kabupaten Musi Rawas Utara.
Dikatakannya, dahulu air sungai Rupit dan Rawas jernih, namun tiga tahun terakhir berubah menjadi keruh.
"Beginilah kondisi air sungai kami, keruh, kotor, dulu tidak seperti ini, dulu jernih. Di sinilah tempat kami mandi, tempat nyuci, kalau kotor seperti ini susah kami," ujarnya.
Sebelumnya, Bupati Musi Rawas Utara, Devi Suhartoni mengatakan tak melarang warganya mengambil emas di sungai atau di dalam hutan.
Asalkan dalam proses pengambilan emas tersebut tidak merusak alam dan membuat air sungai menjadi keruh.
"Mau ambil emas silakan, tapi jangan merusak lingkungan, jangan kotori sungai, (ditangkap) polisi," tegas Devi.
Devi mengatakan dirinya tidak akan mempermasalahkan aktivitas penambangan emas rakyat menggunakan mesin dompeng.
Akan tetapi, kata dia, penambang harus mencari akal dan solusi sendiri agar aktivitas mereka tidak mengganggu dan merugikan orang banyak.
"Dompeng juga kalau tidak mengotori sungai tidak masalah, mau ambil emas ambillah, tapi jangan kotori air sungai," katanya.
Devi menyebut satu sisi ada masyarakat memprotesnya karena melarang warganya mencari makan dengan cara menambang emas.
Baca juga: Nekat Ambil Cuti Saat Nataru ASN Bakal Disanksi Berat, Banyak ASN Muratara Tinggal di Luar Daerah
Namun di sisi lain, dirinya juga diprotes masyarakat terutama yang tinggal di bantaran sungai karena merasakan dampak air sungai keruh.
"Ada yang bilang saya melarang orang mencari makan, saya tidak melarang, dari awal saya bilang ambil-ambillah. Tapi kalau ngotori sungai, orang di pinggir sungai marah sama saya," katanya.