Wisata dan Kuliner

Menanti Terobosan Kota Palembang Merevitalisasi dan Menjadikan BKB Cagar Budaya

Dibukanya Benteng Kuto Besak itu merupakan keinginan masyarakat Palembang, untuk menikmati cita rasa budaya dan sejarah patriotisme yang pernah terjad

Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Wawan Perdana
Kompas.com/ Edy Hasbi
Dokumentasi Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang 

Sejarawan Sumsel Dr Dedi Irwanto melihat pasca perang kemerdekaan, 1945-1949 Benteng Kuto Besak dikuasai militer Belanda.

Kondisi ini menyebabkan pasca pengakuan kedaulatan menyebabkan BKB dikuasai militer, Kodam Sriwijaya.
Ada 2 pemicu kondisi ini. Pertama. Pada tahun 1950 keluar Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia tanggal 9 Mei 1950 No. H/20/5/7 yang menyatakan bahwa “sebidang tanah diambil untk keperluan mendirikan bangunan negeri (kantor, sekolah, dsb).

“Bangunan tersebut telah didirikan dan hingga kini masih dipakai untuk kepentingan negeri dalam hal ini pengembalian hak tak mungkin karena kepentingan negara” tandasnya.

Edaran ini menurutnya menyebabkan beberapa bangunan eks Militer Hindia Belanda (KNIL) atau pendudukan tentara Jepang dapat diokupasi sebagai Aset Bekas Milik Asing (ABMA)oleh Tentara Nasional Indonesia, termasuk BKB.

Kedua, munculnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 1957 Tentang Pencabutan “Regeling Po De Staat Van Oorlog En Beleg” dan Penetapan Keadaan Bahaya. Pada pasal 36 dikemukakan bahwa penguasa keadaan perang berhak untuk memerintahkan penyerahan barang-barang yang diambil untuk dimiliki atau dipakai guna kepentingan keamanan atau pertahanan dan kekuasaan ini dapat diserahkan kepada pejabat-pejabat yang ditunjuk, dalam kasus ini yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Palembang. Penerapan Staat van Oorlog, ketika muncul peristiwa ketidakpuasan tiga daerah, termasuk Sumatera Selatan menyebabkan SE Kemendagri/1950 menjadi semakin kuat dengan UU 74/1957.

Okupasi TNI atas BKB ini menurutnya dapat dikatakan positif karena secara tidak langsung membuat BKB terlindung dan terawatkan hingga saat ini.

Namun dalam perkembangan muncul Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.06/2015 tentang Aset Bekas Milik Asing yang seharusnya penguasaan tanah oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dihapuskan dari daftar okupasi sebagai wujud perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang telah diterbitkan sertifikat Hak Milik.

Oleh sebab itu, sejak 2015 sudah ada usaha Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk merevitalisasi BKB sebagai pusat kebudayaan Palembang. Pada beberapa kesempatan petinggi TNI juga memberi lampu hijau untuk revitalisasi ini.

“Selain berbentuk revitalisasi seperti ini ada banyak kemungkinan untuk BKB saat ini sebagai pusat kebudayaan Palembang. Mungkin bisa seperti Benteng Vredendenburg Yogyakarta dengan konstelasi dan atraksi museumnya salah satu contohnya. Lalu bagaimana dengan kita? Semoga kegiatan yang dipatik oleh PKB ini bisa merumuskan suatu kebijakan “baru” tentang keberadaan BKB untuk pusat kebudayaan Sumatera Selatan,” ujarnya.

Sedangkan anggota DPRD Palembang Sutami Sag (Fraksi PKB) dan M. Hibani, S.Mn (Fraksi PKS) sepakat akan terus mendorong kepada Pemkot Palembang serius dalam menyikapi revitalisasi BKB dan akan terus mempertanyakan kepada Walikota Palembang progres revitalisasi BKB tersebut.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved