Berita Nasional
Kenapa Solar Langka Sulit Didapat Dibeberapa Daerah? Ini Penjelasan Pertamina
Dalam beberapa waktu belakangan ini permintaan solar meningkat di sejumlah wilayah seiring dengan mulai pulihnya akitivitas ekonomi
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA-Antrean truk dan mobil pribadi untuk mengisi solar kerap terlihat di beberapa daerah di Indonesia.
Kelangkaan ini terjadi di sejumlah daerah di Sumatera seperti Pekanbaru Riau. Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Sulitnya mendapatkan solar juga dirasakan sopir di Pulau JawaTengah dan Jawa Timur, tepatnya di Tol Trans Jawa sepanjang Semarang hingga Probolinggo.
Dalam beberapa waktu belakangan ini permintaan solar meningkat di sejumlah wilayah seiring dengan mulai pulihnya akitivitas ekonomi.
Pertamina kini telah melakukan penambahan volume penyaluran ke beberapa wilayah yang mengalami peningkatan konsumsi secara signifikan, seperti Sumatera Barat sebesar 10 persen, Riau 15 persen, dan Sumatera Utara 3,5 persen.
Pjs Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations PT Pertamina (Persero), Fajriyah Usman memastikan, stok BBM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tercukupi, baik gasoline maupun gasoil.
Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap dihimbau membeli BBM sesuai kebutuhan.
"Stok untuk produk yang meningkat signifikan yaitu solar mencapai 17 hari dan Pertamax mencapai 18 hari. Pengiriman dari terminal BBM juga terus dilakukan setiap hari ke seluruh SPBU dan kilang juga terus berproduksi sehingga masyarakat tidak perlu khawatir," ujar Fajriyah dalam keterangan tertulis, Selasa (!9/10/2021).
Pertamina mencatat, peningkatan konsumsi di gasoil didominasi oleh solar subsidi dengan konsumsi mencapai 37.813 kiloliter per bulan di semester I-2021.
Konsumsi ini terus meningkat mencapai 44.439 kiloliter atau naik 17 persen pada September 2021.
Sedangkan di sektor gasoline, peningkatan mencolok terjadi di produk Pertamax, di mana pada periode semester I-2021 rerata bulanan sebesar 12.586 kiloliter.
Angka itu terus naik hingga mencapai 18.840 kiloliter atau naik 49 persen di September 2021.
"Mengingat solar adalah BBM bersubsidi, kami sangat cermat dalam melakukan penambahan penyaluran agar bisa tetap tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oknum-oknum tertentu," ungkap Fajriyah.
Selain penambahan penyaluran, Pertamina juga melakukan koordinasi dengan BPH Migas untuk fleksibilitas pengalihan kuota BBM subsidi di wilayah yang realisasinya masih di bawah target, ke wilayah lain yang berpotensi over kuota.
"Alhamdulillah, sudah ada persetujuan dari BPH Migas, sehingga pengaturan kuota antar wilayah dapat dilakukan selama tidak melebihi pagu kuota nasional tahun 2021 yang ditetapkan BPH Migas," imbuh dia.
Menurut Fajriyah, untuk memastikan distribusi berjalan lancar dan aman, Pertamina terus meningkatkan pengawasan di lapangan.
Hal itu dilakukan bekerja sama dengan aparat penegak hukum, serta berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah daerah dan instansi terkait.
"Juga dengan pemberian sanksi tegas kepada SPBU yang menyalurkan BBM tidak sesuai dengan ketentuan," pungkas dia.
Ada Kuota Daerah Dikurangi
Kelangkaan bahan bakar solar melanda sebagian besar wilayah, termasuk Kabupaten Gunungkidul. Pengurangan kuota disebut jadi salah satu faktor penyebab.
Kepala Seksi Distribusi, Bidang Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Gunungkidul, Sigit Haryanta mengatakan ada kebijakan tersebut.
"Memang ada pengurangan kuota solar bersubsidi di Gunungkidul," kata Sigit pada wartawan, Minggu (17/10/2021).
Ia mengaku tidak mengetahui secara jelas ataupun pasti terkait alasan di balik pengurangan kuota tersebut. Pasalnya, kebijakan itu dilakukan langsung oleh pusat.
Sigit mengatakan pengurangan kuota sudah berlangsung sejak September lalu. Sebagai catatan, di bulan Agustus kuota bio solar untuk Gunungkidul mencapai 1.560 kilo liter.
"Sedangkan di September turun jadi 1.376 kilo liter," ungkapnya.
Adanya pengurangan kuota ini pun berdampak pada pengguna bahan bakar ini. Terbatasnya kuota membuat pembelian jadi dibatasi per kendaraannya.
Hal itu diungkapkan oleh salah satu pemilik kendaraan truk, Sulistyo. Warga Wonosari ini menuturkan ia sampai harus mengantri selama 1 sampai 2 jam demi mendapatkan solar.
"Itu pun dibatasi, tiap kendaraan hanya boleh mengisi soal maksimal nominal pembelian Rp 150 ribu," ujarnya.
Sulistyo pun mengeluhkan kondisi tersebut. Pasalnya pengisian Rp 150 ribu setidaknya hanya cukup untuk sekali proses perjalanan pengiriman barang, sedangkan untuk membelinya pun dia harus mengantre cukup lama. (alx)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Tribunjogja