Berita Nasional

Kenapa Solar Langka Sulit Didapat Dibeberapa Daerah? Ini Penjelasan Pertamina

Dalam beberapa waktu belakangan ini permintaan solar meningkat di sejumlah wilayah seiring dengan mulai pulihnya akitivitas ekonomi

Editor: Wawan Perdana
EKO HEPRONIS
Antrean truk hendak mengisi solar di sebuah SPBU di Lubuklinggau, Sumsel beberapa hari lalu. 

Menurut Fajriyah, untuk memastikan distribusi berjalan lancar dan aman, Pertamina terus meningkatkan pengawasan di lapangan.

Hal itu dilakukan bekerja sama dengan aparat penegak hukum, serta berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah daerah dan instansi terkait.

"Juga dengan pemberian sanksi tegas kepada SPBU yang menyalurkan BBM tidak sesuai dengan ketentuan," pungkas dia.

Ada Kuota Daerah Dikurangi

Kelangkaan bahan bakar solar melanda sebagian besar wilayah, termasuk Kabupaten Gunungkidul. Pengurangan kuota disebut jadi salah satu faktor penyebab.

Kepala Seksi Distribusi, Bidang Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Gunungkidul, Sigit Haryanta mengatakan ada kebijakan tersebut.

"Memang ada pengurangan kuota solar bersubsidi di Gunungkidul," kata Sigit pada wartawan, Minggu (17/10/2021).

Ia mengaku tidak mengetahui secara jelas ataupun pasti terkait alasan di balik pengurangan kuota tersebut. Pasalnya, kebijakan itu dilakukan langsung oleh pusat.

Sigit mengatakan pengurangan kuota sudah berlangsung sejak September lalu. Sebagai catatan, di bulan Agustus kuota bio solar untuk Gunungkidul mencapai 1.560 kilo liter.

"Sedangkan di September turun jadi 1.376 kilo liter," ungkapnya.

Adanya pengurangan kuota ini pun berdampak pada pengguna bahan bakar ini. Terbatasnya kuota membuat pembelian jadi dibatasi per kendaraannya.

Hal itu diungkapkan oleh salah satu pemilik kendaraan truk, Sulistyo. Warga Wonosari ini menuturkan ia sampai harus mengantri selama 1 sampai 2 jam demi mendapatkan solar.

"Itu pun dibatasi, tiap kendaraan hanya boleh mengisi soal maksimal nominal pembelian Rp 150 ribu," ujarnya.

Sulistyo pun mengeluhkan kondisi tersebut. Pasalnya pengisian Rp 150 ribu setidaknya hanya cukup untuk sekali proses perjalanan pengiriman barang, sedangkan untuk membelinya pun dia harus mengantre cukup lama. (alx)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Tribunjogja

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved