OPINI

Korupsi: Ujian Meniti Jalan Lurus Kepala Daerah

Madu kekuasaan yang dipupuk bertahun-tahun, ditenggarai telah menggerus integritas para oknum kepala daerah dalam mengelola roda pemerintahan dan APBD

Editor: Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM/RETNO WIRAWIJAYA
Dr. Hendra Alfani Dosen FISIP Universitas Baturaja dan Direktur Lingkar Prakarsa Institute 

Oleh: Dr. Hendra Alfani

(Dosen FISIP Universitas Baturaja dan Direktur Lingkar Prakarsa Institute)

Korupsi masih menjadi “penyakit” yang sukar diberantas.

Mental-mental korup masih menjangkiti para pejabat pemerintahan, politisi termasuk kepala daerah, bahkan di masa pagebluk seperti sekarang ini.

Ketika pandemi Covid-19 melumpuhkan hampir seluruh sendi kehidupan sosial dan ekonomi, masyarakat dibuat geram dengan adanya oknum kepala daerah yang ditangkap KPK karena melakukan korupsi.

Sejak 26 Februari 2021, ketika KPK menangkap Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah yang menjadi kepala daerah pertama yang terjaring OTT KPK pada tahun 2021 ini. Hingga penangkapan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, menambah panjang daftar kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

Sama halnya ketika badai penangkapan oleh KPK terhadap kepala daerah dan mantan kepala daerah di Sumatera Selatan, membuat kita gundah sekaligus geram. Dari kasus Bupati dan Wakil Bupati Muaraenim beserta sepuluh orang anggota DPRD-nya.

Disusul kasus Alex Noerdin, mantan Gubernur Sumsel (2008-2018), dan anaknya Dodi Reza Alex yang sedang menjabat Bupati Musi Banyuasin, menambah panjang catatan buruk perilaku korupsi yang dilakukan oleh politisi dan kepala daerah di Sumsel.

Madu kekuasaan yang dipupuk bertahun-tahun, ditenggarai telah menggerus integritas para oknum kepala daerah dalam mengelola roda pemerintahan dan APBD yang diamanahkan kepada mereka.

Kepentingan pribadi bahkan kepentingan politik, telah membutakan para oknum kepala daerah untuk menilap uang rakyat dengan bersembunyi di balik kebijakan yang bersandar pada konflik kepentingan yang menyuburkan praktik korupsi.

Sungguh memprihatinkan! Di masa sulit seperti sekarang, praktik korupsi yang dilakukan oleh oknum kepala daerah dengan berbagai motif dan trik, masih saja (dan terus) terjadi.

Persoalan ini menjadi sangat serius manakalah begitu mudahnya para oknum kepala daerah yang melakukan korupsi, mengkhianati rakyat yang dipimpinnya.

Pola kekuasaan yang seperti menjadi dinasti dalam memimpin daerah, ditenggarai menjadi salah satu penyebab besarnya peluang terjadinya praktik tindak pidana korupsi.

Karakteristik dan perilaku kekuasaan yang “terpusat” pada lingkaran tertentu, menyebabkan oknum kepala daerah menjadi raja kecil yang bebas melakukan apa saja tanpa kontrol.

Oleh karena itu, kekuatan regulasi yang ada, mesti dijadikan sebagai pijakan dasar untuk mengontrol perilaku kepemimpinan dan kekuasaan kepala daerah agar tak menyimpang.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved