Korupsi Muara Enim
Juarsah Sampaikan Langsung Pledoi, Ini Kata Kuasa Hukumnya
Juarsah tetap pada pengakuan awal membantah segala dakwaan termasuk tuntutan JPU KPK yang menyebutnya menerima suap dan gratifikasi Rp 130 miliar.
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang menggelar sidang lanjutan atas kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang menjerat Bupati Muara Enim Nonaktif Juarsah, Jumat (15/10/2021).
Sidang digelar dengan agenda pembacaan pledoi (pembelaan) atas tuntutan JPU KPK terhadap Juarsah.
"Intinya kita menganggap apa yang didakwaan itu prematur. Artinya dari hukum-hukum formil saja tidak terpenuhi," ujar Kuasa Hukum Juarsah, Taufik Rahman SH MH didampingi Daud Dahlan SH MH saat ditemui setelah persidangan.
Juarsah tetap pada pengakuan awal yakni membantah segala dakwaan termasuk tuntutan JPU KPK yang menyebutnya telah menerima suap dan gratifikasi pada 16 paket proyek peningkatan jalan senilai Rp.130 miliar di Kabupaten Muara Enim.
Menurut Taufik, sampai saat ini belum ada bukti yang bisa membuktikan hal tersebut.
"Jadi kami tetap pada pernyataan awal bahwa apa yang dituduhkan kepadanya, itu dia (Juarsah) tidak melakukan," ucapnya.
Sebelumnya Juarsah Juarsah didampingi kuasa hukumnya membantah mengenal Robi Okta Pahlevi, kontraktor yang telah membagikan uang fee dalam proyek ini.
"Dia sendiri tidak kenal dengan Robi, semua yang dituduhkan telah diberikan kepadanya itu tidak benar. Jadi ironis bahwa dengan tidak kenal, dia meminta uang," ujarnya.
"Sedangkan terhadap gratifikasi yang katanya dari Iwan Rotari. Iwan Rotari saja tidak memberikan (ke Juarsah). Dia memberikan kepada Elfin. Dan yang menyatakan memberi kepada terdakwa (Juarsah) cuma Elfin," katanya.
Atas hal tersebut, Taufik berharap majelis hakim dapat memutus kasus ini seadil-adilnya.
"Tentu kami tetap berharap kepada majelis hakim agar berjalan lurus. Kami berharap klien kami dibebaskan," ujarnya.
Baca juga: Juarsah Baca Pledoi Nasib Seorang Wakil Bupati yang Terdzolimi, Sidang Dugaan Korupsi Muara Enim
Diberitakan sebelumnya Bupati Muara Enim Nonaktif Juarsah membacakan Pledoi (pembelaan) atas tuntutan JPU KPK terhadapnya, Jumat (15/10/2021).
Dengan judul Pledoi, "Nasib Seorang Wakil Bupati yang Terdzolimi" Juarsah sempat tak kuasa menahan tangis diujung pembacaan pledoinya.
"Maka kiranya saya mohon majelis hakim dapat memutuskan dengan seadil-adilnya," kata Juarsah yang terlihat menarik napas panjang dihadapan majelis hakim dengan ketua Sahlan Efendi SH MH pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palembang.
Seperti diketahui, Juarsah terjerat kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi pada 16 paket proyek peningkatan jalan senilai Rp.130 miliar di Kabupaten Muara Enim.
Ketika proyek itu berlangsung, Juarsah masih menjabat Wakil Bupati Muara Enim sedangkan posisi Bupati diemban oleh Ahmad Yani.
Dia lalu menjabat sebagai Bupati Muara Enim definitif setelah Ahmad Yani terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK atas kasus korupsi proyek yang kini juga menjeratnya.
Dalam pledoi, Juarsah menyebut segala tuntutan JPU terhadapnya tidaklah benar.
"Saya wakil bupati yang terdzalimi dan mencari keadilan," ucapnya.
Juarsah juga menyoroti tuntutan JPU yang menyebutnya sudah menerima aliran dana suap dari kontraktor Robi Okta Pahlevi.
Diketahui, berdasarkan keterangan A Elvin MZ Muchtar, uang tersebut digunakan salah satunya untuk biaya kampanye anak dan istri Juarsah.
Secara gamblang, dia mengaku sakit hati dengan keterangan tersebut tersebut.
"Apa yang dituntut JPU kepada saya yang dikatakan telah menerima uang dari Robi, saya disebut menerima suap atau gratifikasi, terus disebut untuk biaya pemilu anak dan istri saya dan didakwa ikut bagi-bagi proyek. Saya sangat sakit hati dan penghinaan bagi saya," ujarnya.
Juarsah mengaku, selama menjabat wakil Bupati, segala hal yang menyangkut proyek di Pemerintahan adalah hal baru baginya.
Mengingat dia sebelumnya merupakan pengusaha yang diantaranya bergerak di bidang jual beli truk angkut baru-bekas.
"Semua kebijakan di-handle Bupati. Terhadap tuntutan yang menyebut saya beberapa kali menerima uang dari Robi, Saya tidak mengenal dia semua karyawannya yang jadi saksi. Kami tidak saling kenal sehingga tidak mungkin ada peran saya dalam proyek tersebut apalagi meminta uang," ucapnya.
Tebar Senyum
Ditemui setelah persidangan, Juarsah tampak menebar senyum sembari memeluk satu persatu anggota keluarga maupun kerabat yang sudah menunggunya selama persidangan ini.
Juarsah berujar, dirinya merasa lega setelah menyampaikan pembelaan secara langsung dihadapan majelis hakim.
"Saya hari ini lega menyampaikan apa yang saya ketahui, apa yang saya alami dan sesuai dengan fakta persidangan. InsyaAllah hakim akan memberikan yang terbaik dan yang seadil-adilnya, melepaskan saya dari segala dakwaan maupun tuntutan," ucapnya.
Sementara itu, JPU KPK, Januar Dwi Nugroho mengatakan, tuntutan yang dijatuhkan kepada setiap terdakwa tentunya sudah berdasarkan alat bukti dalam persidangan.
"Tadi dalam tanggapan atau replik secara lisan sudah kami sampaikan bahwa tuntutan kami sudah sesuai dengan alat-alat bukti. Sehingga kami meyakini bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap ataupun gratifikasi sehingga kemudian terdakwa dituntut dengan hukuman 5 tahun penjara
denda Rp.300 juta Subsidair 6 bulan kurungan dan mengembalikan
uang pengganti sebesar Rp.4,17 miliar," ujarnya.
Januar menjelaskan, hal itulah yang menjadi pertimbangan JPU dalam menentukan tuntutan pasal berlapis terhadap Juarsah.
"Terkait pasal berlapis, itu karena ada 2 perbuatan yang berbeda disini. Pertama, suap dari Robi Okta Pahlevi kemudian gratifikasi atau penerimaan-penerimaan hadiah sebagai salah satunya kita ketahui dalam pembelaan tadi, itu dari Iwan Rotari atau Safarudin," katanya.
Baca berita lainnya langsung dari google news.