Alex Noerdin Tersangka
Perjalanan Politik Alex Noerdin, Pernah Bersaing dengan Jokowi di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta
Saat Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, Alex Noerdin berpasangan dengan Nono Sampono bersaing dengan Joko Widodo (Jokowi)-Ahok
Saat itu Alex Noerdin berpasangan dengan Nono Sampono bersaing dengan Joko Widodo (Jokowi)-Ahok.
Pasangan yang diusung Partai Golongan Karya, PPP dan PDS, itu berada di urutan kelima dari enam calon.
Alex pun kembali mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada 2013.
Ia terpilih kembali dan menjabat hingga 2018.
Pada 2019, Alex mengikuti pemilihan legislatif (Pileg) sebagai calon anggota DPR dari Partai Golkar. Ia sukses melenggang ke Senayan.
Awalnya, ia menduduki jabatan Wakil Ketua Komisi VII DPR yang membidangi urusan energi serta riset dan teknologi.
Namun, pada Juni 2021, Fraksi Partai Golkar melakukan rotasi, sehingga posisi Alex digantikan oleh Maman Abdurrahman.
Baca juga: Penelusuran Dugaan Korupsi Gas Alex Noerdin Cs: Mencari Kantor PDPDE Gas di Jakarta
Ditahan Kasus Gas
Alex Noerdin, mantan Gubernur Sumatera Selatan dua periode, menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi terkait pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019.
Alex yang saat ini menjabat anggota DPR dari Partai Golkar itu langsung ditahan oleh penyidik Kejaksaan Agung selama 20 hari. Ia ditahan di Rutan Kelas I Cipinang Cabang Rutan KPK.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, mengungkapkan peran Alex sebagai Gubernur Sumsel selama dua periode, melakukan permintaan alokasi gas bagian negara dari Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas) untuk PDPDE Sumsel.
Kemudian, Alex menyetujui kerja sama antara PDPDE Sumatera Selatan dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) membentuk PT PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PT PDPDE Sumsel untuk mendapatkan alokasi gas bagian negara.
Kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam perkara ini yaitu 30.194.452.79 dollar Amerika Serikat atau lebih kurang Rp 430.834.067.529 (kurs 14.268).
Kerugian itu berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai 2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
Selain itu, ada kerugian negara senilai 63.750 Dolar AS dan Rp 2,13 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com