Berita Muratara
Mantan Bupati Muratara Tegaskan Tak Terlibat Korupsi 929, Ini Penjelasannya Soal Lelang Jabatan
Kasus korupsi lelang jabatan Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) tahun 2016 atau dikenal publik dengan sebutan "Kasus 929" terus bergulir
Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Prawira Maulana
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Rahmat Aizullah
TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Kasus korupsi lelang jabatan Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) tahun 2016 atau dikenal publik dengan sebutan "Kasus 929" terus bergulir.
Sudah ada dua terpidana yang dipenjara dalam kasus ini yaitu Riopaldi Okta Yuda selaku bendahara dan Hermanto selaku Kabid pada BKPSDM Muratara saat itu.
Kini satu terdakwa masih menjalani persidangan yakni Sudartoni yang merupakan Kepala BKPSDM Muratara kala itu.
Jelang tuntutan JPU pada persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (6/9/2021) kemarin, Sudartoni menyeret nama mantan Bupati Muratara Syarif Hidayat.
Menurut Sudartoni, kegiatan lelang jabatan Pemkab Muratara anggaran tahun 2016, semuanya terjadi karena adanya SK Bupati Muratara saat itu yakni Syarif Hidayat.
Sang mantan bupati pun menegaskan dirinya tidak terlibat korupsi atas pencairan uang yang dilakukan Pengguna Anggaran (PA) di Hotel 929 Lubuklinggau yang ternyata fiktif.
Setalah terkuaknya kasus ini, Syarif Hidayat mengaku telah memerintahkan Sudartoni dan Hermanto untuk mengembalikan dana yang difiktifkan tersebut ke kas daerah.
Dia juga sudah meminta Inspektur yang saat itu dijabat Romsul Panani untuk menurunkan tim Inspektorat guna mengadakan pemeriksaan.
"Hasil pemeriksaan ternyata benar fiktif, karena tidak ada kegiatan tahun 2017 di Hotel 929 Lubuklinggau. Maka saya minta mereka setor balik ke kas daerah dana yang difiktifkan itu," jelas Syarif Hidayat kepada Tribunsumsel.com, Selasa (7/9/2021).
Syarif mengatakan sudah memberikan teguran kepada yang terlibat dalam kegiatan tersebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) oleh Sekda Muratara.
Syarif menjelaskan dasar diterbitkannya SK bupati tentang penyelenggaraan uji kelayakan pejabat adalah perintah dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016.
"Kemudian adanya surat dari Menpan RB yang sifatnya sangat segera untuk diadakan pelaksanaan PP 18 Tahun 2016 itu," katanya.
Syarif menyebut dalam PP 18 Tahun 2016 memerintahkan adanya perubahan nomenklatur pemerintah daerah di tahun 2017 yang harus sesuai Perda.
Dalam PP 18 Tahun 2016 juga menyatakan kepala daerah dapat mengisi jabatan kepala SKPD dengan ketentuan eselon yang sama yang telah dijabat oleh ASN tersebut dan dapat dikukuhkan.
Namun karena ada OPD baru dan akan diikuti oleh calon pejabat setingkat di bawah eselon kepala SKPD maka diputuskan diadakanlah uji kelayakan atau lelang jabatan.
Mengingat, kata Syarif, Perda APBD Muratara tahun 2017 telah mencantumkan anggaran OPD dan pengisian jabatan OPD baru tersebut harus tuntas pada Desember 2016.
"SK bupati diterbitkan adanya masukan dari staf dan TAPD serta Baperjakat yang sifatnya mendesak atau diskresi," jelas Syarif.
Dia melanjutkan, berdasarkan ketentuannya kepala SKPD adalah sebagai pengguna anggaran (PA) bertanggung jawab penuh dari perencanaan hingga pembayaran atas kegiatan.
Mengingat tidak tersedia anggaran di tahun 2016 maka pembiayaan kegiatannya dianggarkan di tahun 2017 yang sifatnya SPH (surat pengakuan hutang).
SPH tersebut harus dicantumkan di Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) BKPSDM Muratara tahun 2017 untuk pembayarann kegiatan uji kelayakan pejabat di Hotel Anugerah Palembang tahun 2016.
"Tempat pelaksanaannya awalnya saya minta di Muratara, menghemat biaya, tapi karena atas permintaan timsel diadakan di Palembang karena timsel tidak bisa meninggalkan tugas pokoknya di provinsi," ujar Syarif.
Syarif menepis keterangan terdakwa Sudartoni di persidangan kemarin, bahwa dalam pencairan dana untuk suatu kegiatan tidak perlu perintah bupati karena sudah diatur kewenangan penuh pengguna anggaran (PA).
"Kalau mencairkan dana untuk suatu kegiatan tidak perlu dan tidak ada aturan perintah bupati. Sudah diatur kewenangan penuh PA," jelasnya.
Syarif mengaku sangat marah dengan kejadian ini karena anak buahnya melakukan tindakan yang tidak benar.
"Saya marah besar dengan kejadian itu. Yang tidak benar itu mengapa berurusan ke Hotel 929 Lubuklinggau. Yang benar urusannya ke Hotel Anugerah di Palembang," katanya.
Menurut Syarif, terdakwa Sudartoni juga mengikuti seleksi lelang jabatan di Hotel Anugerah Palembang kala itu.
Diungkapkannya, Sudartoni juga mengetahui bahwa tidak ada kegiatan BKPSDM di Hotel 929 Lubuklinggau pada tahun 2017.
"Pak Sudartoni itu ikut juga seleksi di Hotel Anugerah Palembang. Dan pak Sudartoni tahu bahwa tidak ada kegiatan BKPSDM di Hotel 929 Lubuklinggau pada tahun 2017," katanya.