HUT ke 76 RI
Filosofi Pakaian Tradisional Bundo Kanduang yang Dikenakan Puan Maharani saat Baca Teks Proklamasi
Puan Maharani kenakan pakaian tradisional Bundo Kanduang asal Lintau. Berikut filosifinya
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Mengenal filosofi pakaian tradisional Bundo Kanduang, asal Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat, yang dikenakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani di upacara HUT ke 76 RI di Istana Merdeka, Selasa (17/8/2021).
Puan Maharani pula saat itu didaulat sebagai pembaca Teks Proklamasi.
Dikutip dari Tribunnews, Mantan Menko PMK ini memakai busana Bundo Kanduang bernuansa krem, merah dan emas ini.
Busana adat yang biasa disebut juga dengan Limpapeh Rumah Nan Gadang merupakan busana yang biasa dipakai oleh wanita Minang di Minangkabau, Sumatera Barat.
Baca juga: Wabup Lampung Timur Azwar Hadi Jatuh saat Upacara HUT ke-76 RI, Kondisinya Kini

Sebagai informasi, busana ini biasa dipakai oleh seorang wanita yang telah dewasa atau yang telah menikah, dengan memakai Tingkuluak Balenggek, penutup kepala yang berasal dari Lintau, Tanah Datar.
Oleh wanita Minang, busana Bunda Kanduang biasa dipakai pada acara adat seperti pernikahan, pengangkatan datuak, dan lainnya.
Makna dari busana ini adalah merupakan simbol dari pentingnya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga.
Baca juga: Cucu Soekarno Puan Maharani Baca Teks Proklamasi di Istana Merdeka : Kakek Saya Saat Itu Didaulat
Bacakan Teks Proklamasi
Cucu Presiden Pertama RI Soekarno, Puan Maharani membacakan Teks Proklamasi dalam Upacara Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Selasa (17/8/2021).
Ketua Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu mengenakan pakaian tradisional Bundo Kanduang, asal Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat, saat membacakan Teks Proklamasi.
Ada makna tersendiri bagi Puan membacakan Teks Proklamasi tersebut karena sang kakek merupakan sosok yang membacakan naskah proklamasi tersebut sebagai tanda kemerdekaan Indonesia, 76 tahun yang lalu.
"Tugas ini dipercayakan kepada saya kan terkait posisi saya selaku Ketua DPR RI," kata Puan dalam keterangan tertulis, Selasa.
"Namun saya termasuk orang yang tidak percaya begitu saja akan sebuah kebetulan belaka, bahwa kakek saya saat itu yang didaulat membacakan teks proklamasi dan 76 tahun kemudian cucu perempuannya yang didaulat untuk membacakan teks yang sama," ujar dia.
Puan mengaku bisa merasakan suasana tidak menentu akibat Perang Dunia II ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.

"Hari ini, suasana tak menentu yang sama dirasakan dunia akibat ‘perang’ melawan Covid-19 dan varian Delta," kata Puan.